Selasa, 15 Agustus 2017

Tidak Ada Jatinangor Hari Ini

Untuk dikenang, bukan untuk diulang.

Menyangkut masalah "osjur atau dikdiv", aku mengalami nyeri yang cukup mendalam. Syukurlah aku tidak sampai meriang. Semua punya prioritasnya masing-masing, termasuk aku. Wajar saja, aku yang nantinya "dibesarkan" di Jatinangor menjalani osjur di Jatinangor. Aku mematri di dalam diriku bahwa osjur lebih diprioritaskan daripada dikdiv. Akhirnya, osjur selesai sehingga aku bisa fokus ke acara OSKM sekarang.

Waktu-waktu ini sudah mendekati pesta kaderisasi terbesar di ITB, yaitu OSKM (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa) ITB 2017. Aku sudah memutuskan untuk tidak terlalu sering berpindah-pindah tempat. Tidak ada Jatinangor hari ini. Ya, seperti tidak ada Jatinangor kemarin. Namun, pada masa lampau, aku mengatur waktuku dan masih bisa mengejar osjur sekaligus dikdiv. Aku pastikan aku sudah izin sesuai SOP. Aku mengusahakan agar aku bisa terus follow up dikdiv selama aku menjalani osjur. Jika ada keharusan ikut dikdiv atau ada panggilan malam, aku pergi ke Ganesha untuk memenuhinya.

Mengapa aku rela harus bolak-balik Ganesha-Jatinangor? Karena aku merasa punya hutang budi pada Kampus ITB Ganesha. Selama setahun, aku berkuliah di Kampus ITB Ganesha. Banyak fasilitasnya yang sudah kugunakan di saat aku masih menjadi mahasiswa TPB. Teman-temanku juga banyak di Ganesha. Aku sama sekali tidak keberatan mengeluarkan Rp40.000,00 setiap harinya untuk mobilisasi dari Bandung ke Jatinangor dan sebaliknya. Pesanku untuk kalian yang osjur (masih) di Ganesha, aturlah waktu kalian sebaik mungkin dan jagalah kawan-kawan yang bersama kalian karena bersama merekalah kalian berjuang. Jangan sampai karena suatu hal lebih diprioritaskan, kalian benar-benar meninggalkan amanah lain. Mungkin, suatu hari nanti, aku akan membuktikan bahwa jarak sejauh 30 km Ganesha-Jatinangor justru semakin mendekatkanku pada kenyataan bahwa Jatinangor dan Ganesha serta cabang ITB lain mampu berkolaborasi dan bersinergisasi.

Maka dari itu, kepada seorang sobat yang aku percayai, kukatakan "Titip Ganesha, Bro.".

*terinspirasi dari puisi "Tidak Ada New York Hari Ini" oleh M. Aan Mansyur
*dimohon untuk baca dengan baik-baik

Aisy Diina Ardhantoro
Teknologi Pasca Panen 2016
Anggota Biasa KM ITB


Sabtu, 01 Juli 2017

Informatika

Mereka bilang,
informasi adalah senjata
Tamasya dengan data-data
tampak menyenangkan dan nyata

Mereka bilang,
cangkang dilihat duluan
Lalu, bagaimana, Puan,
kalau sistem ini dianggap gurauan?

Mereka bilang,
bahasamu terlampau rumit
Namun, waktumu tidak sedikit
dan kau dengan cepat berkelit

Mereka bilang,
engkau bukan robot
Dengan program terbobot,
kebenaran apa yang kausorot?

《Jombang, 1 Juli 2017 pukul 12.10》

Lamunan

Aku
di sini
Pikiranku melayang,
menepi di antah-berantah









                                                      Benar, bukan?

《Jombang, 1 Juli 2017 pukul 15.26》

Jumat, 30 Juni 2017

Lobbying (Melobi)

Lobbying (melobi) dibutuhkan sebagai bentuk interaksi antarmanusia. Inti dari melobi adalah memengaruhi orang lain. Jika kita bisa melobi, kita bisa memengaruhi orang lain melakukan sesuatu sesuai yang kita mau. Memang, ini tampak seperti bukan hal yang mudah, diperlukan banyak latihan khusus. Berikut ini adalah yang dibutuhkan untuk melobi.

  • Persuasi
Persuasi termasuk ke dalam melobi. Persuasi adalah upaya memengaruhi orang untuk melakukan tindakan sesuai keinginan kita agar menang telak. Hal ini dinamakan win-lose solution dengan kita sebagai pihak yang menang. Bentuk dari persuasi adalah ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya. Sebisa mungkin, kita membujuk orang sehalus mungkin tetapi tetap secara mengena.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
  1. Perhatikan kondisi yang merugikan. Contohnya adalah keterdesakan, status lawan bicara, usia lawan bicara, dll..
  2. Perhatikan celah pikiran individu. Contohnya, kita menyederhanakan atau mempersulit masalah serta memanfaatkan kondisi psikologis lawan bicara.
  3. Perhatikan kemampuan argumentasi dan dialektika kita.

  • Komunikasi Dua Arah: Dialektika
Gambar dari https://www.timeshighereducation.com/sites/default/files/styles/the_breaking_news_image_style/public/heads_and_lightbulbs_illustration.jpg?itok=I8EO9Lrw

Kita mengenal komunikasi ada dua macam: satu arah dan dua arah. Keduanya sama-sama penting, tidak ada satu yang lebih penting dari yang lainnya. Dalam lobbying, yang kita perlukan adalah komunikasi dua arah. Mengapa komunikasi dua arah?
  • Kepuasan di antara kedua belah pihak timbul;
  • Informasi yang diterima menjadi lebih jelas, lebih akurat, dan lebih tepat karena dapat diperoleh langsung penjelasannya;
  • Rasa kekeluargaan dan kekerabatan serta iklim demokratis muncul;
  • Kesalahpahaman dapat dihindari;
  • Pendapat masing-masing bebas dikeluarkan;
  • Timbal balik dikeluarkan karena kedua belah pihak saling berperan aktif.
Di sini, dialektika-lah komunikasi dua arahnya. Baik dalam win-lose solution maupun win-win solution, dialektika digunakan untuk memutuskan sesuatu yang melibatkan minimal dua orang.

Dialektika, menurut KBBI, adalah hal berbahasa dan bernalar dengan dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu masalah. Dialektika dibagi ke dalam tiga bagian: tesis (pendapat awal), antitesis (bantahan), dan sintesis (konklusi tesis dan antitesis). Dari dialektika memang tidak didapat hasil absolut, tetapi sebuah hasil harus didapat murni dari dialektika.

  • Argumentasi
Argumentasi adalah proses lempar-terima alasan untuk memperkuat atau memperlemah gagasan, ide, atau pendapat. Karena adanya dialektika, argumentasi dapat muncul. Untuk memperoleh win-lose solution, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
  • Gunakan data dan fakta.
  • Hindari kata 'mungkin'.
  • Olah rasa dan suara.
  • Apabila tidak punya data dan fakta, gunakan celah berpikir individu supaya lawan bicara menjadi bingung dan persuasilah.
  • Jangan berbohong.

  • Olah Rasa
Olah rasa adalah cara menempatkan diri di posisi tertentu agar sesuai dengan keadaan sekitar. Olah rasa bertujuan membangun karakter yang sesuai kebutuhan. Saat melakukan olah rasa, kita lihat keadaan (status) lawan bicara kita, apakah lawan bicara itu di atas kita (orang tua atau guru), setingkat kita (teman), atau di bawah kita (adik atau yang lebih muda). Jika kita sudah mengetahui status lawan bicara kita, kita bisa lebih mudah memosisikan diri kita. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya adalah
  • tata krama,
  • kontak mata,
  • gestur,
  • fokus,
  • penghayatan, dan
  • mimik wajah.

  • Olah Suara
Olah suara adalah cara memosisikan suara sesuai kebutuhan tertentu. Ada dua sumber suara: suara dada dan suara perut. Suara dada tidak lantang, mudah membuat lelah, tetapi menghasilkan artikulasi yang jelas. Suara perut lebih lantang, tidak mudah membuat lelah, tetapi tidak menghasilkan artikulasi yang jelas. Selain artikulasi, hal lain yang harus diperhatikan adalah intonasi, volume, dan diksi. Dalam olah suara, bahasa memiliki fungsi informatif, direktif (imperatif: pengulangan dan persuasif: peyakinan), ekspresif, dan performatif. Kekuatan diafragma dalam olah suara dapat dilatih dengan lari, push up, dan sit up. Ada kondisi yang harus diperhatikan dalam olah suara, yaitu jumlah lawan bicara. Jika massa banyak, gunakanlah suara perut. Jika massa sedikit, gunakan suara dada.

Kamis, 29 Juni 2017

Tawaduk

Tawaduk.
Apa itu tawaduk?
Secara etimologi, artinya adalah at-tadzallul (ketundukan) dan at-takhasyā` (kerendahan). Asal katanya adalah tawādha`atil ardh, yakni "tanah itu lebih rendah daripada tanah sekelilingnya". Secara terminologi, artinya adalah rida jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawaduk biasa kita sebut sebagai sikap rendah hati.

`Abdullah bin Al-Mubarrok dalam Syu`abul Iman oleh Al-Baihaqi hlm. 298 berkata, "Puncak dari tawādhu` adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya."
Imam Asy-Syafi'i dalam Syu`abul Iman oleh Al-Baihaqi hlm. 304 berkata, "Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan, orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya."
Yusuf bin Al-Asbath dalam Siyar A`lamin Nubala', 9/171 ditanya, "Apakah puncak dari sifat tawādhu`?" Beliau menjawab, "Yaitu tidaklah engkau menjumpai seseorang melainkan engkau lihat pada orang tersebut memiliki kelebihan atasmu."

Tawaduk adalah sikap pertengahan dari takabur (sombong) dan melecehkan diri. Takabur merupakan sikap yang tercela.
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."
(Q.S. Al-Isra [17]: 37)

Dan, sikap tawaduk ini bisa kita teladani dari Rasulullah SAW, seperti dalam cerita berikut:
Dalam suatu perjalanan, Nabi memerintahkan untuk menyembelih seekor kambing. Salah satu di antara mereka berkata, "Aku yang menyembelihnya."
Yang lain berkata, "Aku yang mengulitinya,"
Yang lain lagi berkata, “Aku yang memasaknya."
Kemudian, Rasulullah SAW berkata, "Aku yang mengumpulkan kayu bakarnya."
Mereka berkata, "Cukuplah kami saja yang mengerjakannya."
Beliau shalallāhu `alaihi wa salam berkata, "Aku tahu bahwa kalian saja sudah cukup untuk mengerjakannya. Akan tetapi, aku tidak suka diistimewakan dari kalian semua karena sesungguhnya Allah tidak suka melihat hamba-Nya diistimewakan dari teman-temannya."
Kemudian beliau berdiri dan mengumpulkan kayu bakar. (Sirah al-Mubarakfuri)
Itu adalah salah satunya. Masih banyak lagi kisah-kisah keteladanan Rasulullah SAW perihal sikap tawaduk. Semoga kita diberi kemudahan dalam meraih sikap tawaduk.

Allāhu a`-lam.
Sudah. Itu saja.

Selasa, 27 Juni 2017

Anima-nya

Suatu hari, saya pernah mengatakan bahwa laki-laki bisa PMS (premenstruation syndrome). Laki-laki memang tidak bisa menstruasi, tetapi mereka bisa mengalami sensitivitas perasaan tinggi pada waktu tertentu ekuivalen dengan PMS-nya perempuan yang dikenal dengan istilah irritable man syndrome, disingkat IMS. Coba lihat ayah, saudara laki-laki, teman, atau pacar kalian yang mungkin sedang mengalami perubahan mood secara drastis pada suatu waktu. Selama tidak berlebihan, itu masih wajar.

Oke. Mungkin kalian penasaran dengan arti kata 'anima' di judul dan apa hubungannya dengan mukadimah saya. Anima didefinisikan sebagai sifat wanita pada alam bawah sadar kolektif pria. (Jadi, judul tulisan ini dalam bahasa Inggris adalah "His Anima".) Pasangannya adalah animus. Animus didefinisikan sebagai sifat pria pada alam bawah sadar kolektif wanita. "Kok kolektif?" Karena banyak--nyaris semua--orang mempunyainya: anima pada laki-laki dan animus pada perempuan. Anima dan animus ini disebut syzygy. Syzygy adalah individualisasi diri yang bertentangan dengan diri kita sekarang yang berhubungan dengan transformasi diri berdasarkan yang dicetuskan Carl Gustav Jung, seorang psikoanalis dari Swiss (1875--1961). Menurut Carl Gustav Jung, kita semua biseksual secara psikologis (walaupun badan kita merepresentasikan salah satu kelamin secara biologis).

  1. Sumber: http://changingminds.org/explanations/identity/jung_archetypes.htm

Yak, cukup berputar-putarnya. Saya akui, saya sering memperhatikan lawan jenis saya, yakni laki-laki. Laki-laki itu... apa ya? Tangguh? Kuat? Saya yakin, mau seribu atau lebih masalah yang menimpa mereka, mereka akan bangkit lagi untuk kesekian kalinya. Tidak, saya tidak memuji secara berlebihan. Benar juga apa yang disebut dalam Q.S. An-Nisā' ayat 34[1]. Namun, semakin saya memperhatikan, semakin saya mengerti sesuatu. Kita, perempuan, juga diberi kesempatan untuk memimpin. Terlebih, seseorang tahu cara memimpin dari mengetahui cara dipimpin, tidak?

"Dari Abdullah, ia berkata: Nabi saw. bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan, seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya."" (HR Bukhari no. 4789)

Itulah mengapa saya mengulik tentang anima dan animus ini. Dan, saya menemukan kalau, ya, laki-laki punya sisi perempuannya seperti perempuan punya sisi laki-lakinya. Kita pernah melihat seorang pria yang begitu terharu melihat adegan emosional dalam suatu film atau seorang wanita yang bisa berpikir rasional. Yap, laki-laki punya perasaan biarpun se-stoic apapun mereka. Satu hal, mereka butuh menyeimbangkan anima mereka agar tidak terlalu perempuan. "Caranya?" Sebenarnya, setiap laki-laki berbeda-beda perlakuannya. Semua itu dipengaruhi faktor internal (hormon) dan faktor eksternal (budaya dari luar diri). Yang mengetahui diri mereka masing-masing adalah diri mereka sendiri. Bagaimana peran perempuan dalam hal ini? Kita hanya perlu mengingatkan mengenai pencarian jati diri mereka. Tidak usah takut, toh, itu untuk kebaikan mereka sendiri.

Perempuan juga harus menjaga agar animus-nya tetap "sehat". Well, saya sendiri adalah seorang perempuan yang agaknya kaku dan tidak begitu mementingkan perasaan, entah karena animus dalam diri saya cukup mendominasi atau pembawaan saya yang seperti itu. Yang jelas, ini mengingatkan saya kalau saya pun harus bisa seimbang dan saya sendiri masih dalam tahap pencarian jati diri. Dengan adanya animus/anima yang ada dalam tiap jenis yang bersangkutan, diharapkan laki-laki dan perempuan bisa saling mengerti dan berempati. Semoga saja berguna saat sudah memiliki pasangan hidup nanti.

Awal-awal, lucu juga melihat seorang laki-laki bisa lebih berperasaan ketimbang perempuan. Namun, semakin lama, saya semakin terbiasa juga. Namanya juga kolektif, saya jadi bisa melihat sebuah pola dari mereka--para laki-laki. Nah, perempuan yang sudah punya significant other harus memaklumi jika malah pasangannya yang bermanja-manja ke mereka, bukannya mereka yang bermanja-manja ke pasangan. Di saat seperti itu, perempuan punya tugas untuk merawat significant other-nya dengan benar. Saling mengayomilah. Itu berlaku juga untuk yang belum punya significant other (termasuk saya *ceileh). Sebabnya, anima dalam diri laki-laki dapat membuat perempuan bercermin dan merefleksikan diri serta memahami diri seorang laki-laki lebih dalam. Memahami diri seorang laki-laki lebih dalam, memahami diri seorang perempuan sendiri lebih dalam juga.

Jadi, kalian, para perempuan, jangan sewenang-wenang menyatakan bahwa laki-laki "tidak peka"-lah atau "kasar"-lah karena itu sama sekali tidak benar. Mungkin kalian yang harus lebih mengasah animus pada diri kalian, baru kalian paham bahwa kalian sendiri yang seperti itu--tidak peka dan kasar. Dengan begitu, kalian akan mengerti laki-laki. Sayangilah mereka seperti kalian menyayangi diri kalian sendiri sebab di dalam diri mereka adalah diri kita juga (literally and philosophically).

Catatan kaki:
[1] "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Q.S. An-Nisā' [4]: 34)

Minggu, 25 Juni 2017

Material

Tengadah padaku
Pada aliran energi ini

Hal-hal makro dimulai
dari hal mikro atau bahkan hal nano

Jikalau ini kepercayaan diriku,
kau menghantarkannya kepadaku

Dengan kesejatian segetas ini,
ke mana kita akan pergi?

《Jombang, 24 Juni 2017 pukul 10.19》

Peraturan Baris-berbaris (PBB)

Baris-berbaris merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk menanamkan kebiasaan tata cara hidup disiplin dan watak tertentu. Tujuan dari baris-berbaris adalah sebagai berikut:
  1. Menciptakan rasa sama rata dan sama rasa.
  2. Mempermudah mobilisasi dan pengondisian.
  3. Sarana melatih kedisiplinan.

Peraturan baris-berbaris biasanya diadaptasi dari militer.

Gambar dari http://votepeterharrison.com/wp-content/uploads/2017/05/queue-line-1166391.jpg

12 Gerakan Dasar dalam Baris-berbaris
  • Sikap sempurna;
Badan tegap, dada dibusungkan, tangan di samping jahitan celana, kedua tangan menggenggam, pandangan lurus ke depan, kedua tumit rapat, ujung kedua kaki membuka selebar 45°.
Gambar dari https://i1.wp.com/cdn.marlowwhite.com/media/images/sabers/manual-of-arms/image3489.jpg
  • Istirahat di tempat;
Kaki selebar bahu, tangan kiri memegang tangan kanan, tangan kanan mengepal dan ditaruh di belakang ikat pinggang, pandangan lurus ke depan, dada dibusungkan.
Gambar dari https://image.slidesharecdn.com/fullbookpenjaskessdmikelas1-120807000351-phpapp02/95/penjaskes-sdmikelas1-32-728.jpg?cb=1344297955 dengan perubahan
  • Lencang kanan;
Badan tegap, tangan diangkat, baris menyesuaikan orang yang di pusat atau yang paling kanan.
Gambar dari https://i0.wp.com/i1081.photobucket.com/albums/j341/masculusegregie/ESPEGA/lencang_zpsf80d27fe.jpg
Posisi kepalan tangan pada lencang kanan ditempel ke bahu teman.
  • Setengah lencang kanan;
Badan tegap, tangan dikepalkan dan memegang jahitan pinggang.
  • Lencang depan;
Badan tegap, tangan diangkat, baris menyesuaikan orang yang di depan.
Posisi kepalan tangan pada lencang depan diberi jarak antar tangan dan badan teman sebanyak ± 2 kepalan.
  • Hadap kiri;
  • Hadap kanan;
  • Hadap serong kiri;
  • Hadap serong kanan;
  • Berhitung;
Orientasinya saf. Yang berhitung adalah orang di saf paling depan dimulai dari paling kiri. Berhitung dengan menyebutkan angka sambil sebelumnya menoleh ke kanan. Setelah menyebutkan angka, menoleh ke depan lagi agar pandangan kembali fokus ke depan. Hitungan dimulai dari angka satu.
  • Hormat;
Pandangan lurus ke depan, dada dibusungkan, kedua tumit rapat, ujung kedua kaki membuka selebar 45°.
Gambar dari https://userscontent2.emaze.com/images/1cc32fce-57d2-4122-87b6-b41850f31995/f76bc051-f87a-4985-8f05-29239126872b.png
  • Jalan di tempat.

Formasi Baris-berbaris

Formasi merupakan hal yang penting dalam baris-berbaris, terutama jika massa banyak, karena diperlukan mekanisme agar barisan rapi. Formasi dibagi dua: saf dan banjar.

Cara membentuk formasi:
  1. Barisan paling depan, paling kiri, paling kanan, dan paling belakang harus terisi.
  2. Barisan diisi mulai dari paling depan.
  3. Jika jumlah orang pada formasi tidak genap, saf kedua terakhir bisa dibiarkan kosong. Namun, sisi di paling kiri dan sisi di paling kanan masih terisi orang.
  4. Pengisian orang pada saf kedua terakhir diisi ke kanan.
  5. Jika saf kedua terakhir sisi paling kiri tidak terisi, orang kedua dari kiri pada saf ketiga terakhir yang mengisi.

Barisan harus lurus dilihat dari manapun, dilihat dari semuanya. Yang paling mudah untuk menentukan kelurusan adalah dilihat dari kesejajaran ujung kaki dan bahu.

Pergerakan Jalan

Pergerakan jalan maksimal 4 langkah agar mempermudah hitungan.

Sumber:

Sabtu, 24 Juni 2017

Mesin

Di barat sana
yang tidak bisa kaukunjungi
Matahari tengah terbenam
Waktu bukan siang, bukan malam

Jarum jam
dengan kejam
mengubah statika
yang ada

Di sini, ada struktur pergerakan
yang takperlu pergi jauh
Jika hanya manfaat yang dicari
Kau hanya berputar-putar

Manakala takdir didesain
Mungkin itu yang terjadi
secara mekanis
Biarkan itu berbuah manis

Jawablah,
mengapa kau menungguku?

《Jombang, 24 Juni 2017 pukul 5.01》

Selasa, 20 Juni 2017

Lingkungan

Sebuah lingkungan yang kaubawa
membuatku melawan gravitasi,
bahkan bilamana aku tersedot
ke dalam lubang hitam

Butuh lebih dari sekedar oksigen
yang membantuku bernapas
Disesaki oleh polutan
ternyata bisa melegakan

Bumi ini yang kaupijak
menyediakan mata rantai
setiap pasokan asam garam
yang telah kaualami

Kauangkat dan kauangkut semua beban
mengenai ekologi di antara kita
Kubiarkan perasaan ini bermitigasi
entah ke mana

Semuanya kaukelola
Dahaga telah diredakan
dan kelaparan telah berlalu
Mengapa aku masih merasa kurang?

...
...
...
Tidak adakah tempat itu?

Dan, inilah lingkungan yang kaubawa
Untukku?

《Bandung, 20 Juni 2017 pukul 20.01》

Sabtu, 17 Juni 2017

Kubenci Kenyamanan Ini

Kubenci kenyamanan ini
Berada di puncak tertinggi
membuatku merasakan kerendahan
Menyesakkan

Kubenci kenyamanan ini
Para pemenang dan para pecundang
terjatuh ke palung lipatan diktat
Dengan siapa diriku bersaing?

Kubenci kenyamanan ini
Seluruh dusta berkata jujur
di telinga para penyamun mimpi
Di mana kebenaran bersandar?

Kubenci kenyamanan ini
Sudah kuminum semua racun
sementara mortalitas menolakku
Keabadian yang singkat, bukan?

Kubenci kenyamanan ini
Sosok berkacamata itu berkata,
"Tinggallah di dalam dadaku."
Tidak! Sangkar tetaplah sangkar
meskipun dari emas
Aku tidak semulia dan se-inert itu!

Kepada Dian-dian Malam

Aku tidak tahu
mengapa aku di sini sebelumnya
Seandainya aku tahu
Kalaupun aku tahu,
aku tidak akan berandai-andai

Hanya bisa menyusuri jalan
selebar beberapa hasta
Yang sudah menjadi kebiasaanku
Hanya jaket denim menyelubungi badanku
dan bukan tangan-tangan itu

Aku tidak ingin khawatir
Rasa dingin menggigit tidak menyakitkan
Walaupun kadang aku mau mundur
Entah karena nyaliku kecil
atau karena nyawaku bisa hilang

Di tengah kekosongan yang tanpa tepi...

"Pandu aku!" teriakku.

《Bandung, 17 Juni 2017》

Pelangi Petrikor

Mengapa harus jadi anak kecil
Jati diri sentuh dan sentil
Telinga melihat sebagaimana pupil
Tidak mengandung walau ia hamil

Ah, hujan itu
Membiaskan berjuta perasaan
Mengurai makna dari prisma matamu
Stomata daun kuping ditembus tajam kesaksian

Sekali lagi, aku iri
Oleh kecandan pedagogi

Mengapa Kita Harus Tepat Waktu?

Pikirkan makanan yang gosong karena terlalu lama dimasak barang semenit saja. Pikirkan seseorang yang tertinggal kereta karena lalai memperhatikan jadwal keberangkatan. Pikirkan hembus napas yang berkemungkinan untuk diambil oleh korban kecelakaan. Pikirkan orang-orang yang menunggu kita datang ke sebuah rapat yang telah diagendakan untuk dimulai pada waktu tertentu tetapi tertunda karena kebiasaan kita mengulur waktu. Pikirkan detik, menit, bahkan jam yang telah kita buang. Tidak ada yang bisa memungkiri bahwa waktu terus berputar. Waktu benar-benar merupakan hal yang sangat berharga. Sebanyak apapun uang yang kita punya, uang tidak bisa digunakan untuk membeli waktu. Oleh karena itu, waktu yang ada harus kita pergunakan dengan benar.

Budaya tepat waktu harus dilestarikan oleh kita semua. Sikap disiplin terhadap waktu adalah yang kita butuhkan untuk membudayakan tepat waktu. Ada 24 jam dalam sehari yang berarti ada 1.440 menit atau 86.400 detik dalam sehari. Itu banyak sekali. Namun, ingat bahwa waktu yang banyak itu tidak bisa kita sia-siakan. Dengan waktu yang banyak itu, kita bisa melakukan banyak hal. Manfaatkanlah 24 jam dalam sehari itu sebaik-baiknya sebelum 24 jam berikutnya datang. Terutama di dunia yang serba cepat seperti sekarang ini, kita harus tepat waktu untuk memenuhi segala kebutuhan, apalagi kalau itu adalah kebutuhan bersama.

Jika kita bisa tepat waktu, kita sudah menepati janji terhadap orang lain, diri kita sendiri, serta terhadap waktu itu juga. Janji harus ditepati jika benar kita ini manusia beradab. Bukankah ketepatan waktu berpengaruh terhadap kehidupan kita sehari-hari? Pikirkan waktu yang sudah kita buang, yang seharusnya kita manfaatkan dengan baik dan benar, dan tidak akan kembali lagi.

"Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar kerugian." Apakah kita orang yang merugi itu?

Aisy Diina Ardhantoro
Teknologi Pasca Panen
Kelompok 13

#TepatWaktuItuBiasa

Analisis Sendiri


MBTI type: ENTP
Jungian typology: Ne-Ti-Fe-Si(-Ni-Te-Fi-Se)

Wkwkwk. Ne-Ni gua jauh juga bedanya. Gua emang suka sama hal-hal yang berkaitan dengan ide-ide dan suka brainstorming. Gua agak susah kalau dipaksa mikir manfaat-manfaat tertentu dari apa yang terjadi; Ni (intraverted Intuition) gua kecil. "Plis kalau ngomong dipikir dulu!" Nah, gua gak bisa digituin sebenarnya. T-T

Selain itu, yang jomplang lainnya adalah Te-Ti. Gua kurang suka ngatur-ngatur orang emang. Di situ, Te (extraverted Thinking) gua terbatas. Kadang suka ngegerutu sendiri, "Duh, coba gua lebih tegas lagi!" Walaupun begitu, masalah menggerakkan massa, gua masih bisa-bisa aja, sih. Yah, kalau Ti (intraverted Thinking) gua bisa ngebantu, gua harus banyak mempelajari framework-framework suatu pergerakan tertentu biar ada sesuatu yang bisa gua tegaskan.

Semoga gua bisa jadi penggerak massa yang baik dan adil.

Kalau mau coba, coba cek 

Kamis, 08 Juni 2017

Obral Janji (?)

Gambar dari https://ultimatesammy.files.wordpress.com/2015/02/ini-tips-ylki-agar-tak-terjebak-obral-diskon-saat-ramadan.jpg

Mana janji manismu?
Setia sampai aku mati
Kini engkau pun pergi
Saat 'ku jatuh dan sendiri

Mana janji manismu?
Mencintaiku sampai mati
Kini engkau pun pergi
Saat 'ku terpuruk sendiri

(Nidji - "Sang Mantan")

You sing, you.... Apa hayo?

Akan tetapi, ini nyata terjadi. Dari sini, ada kritik dan saran yang ingin saya sampaikan, terutama karena saya sendiri adalah seorang mahasiswa.

Sebagai salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, pengabdian masyarakat bukanlah sesuatu yang asing bagi kita semua. Apa sebenarnya pengabdian masyarakat itu? Pengabdian berasal dari kata 'abdi' yang berarti orang bawahan, pelayan, atau hamba. Pengabdian adalah proses, cara perbuatan mengabdi atau mengabdikan. Sementara itu, masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (KBBI). Jadi, yang saya simpulkan adalah pengabdian masyarakat merupakan proses melayani sejumlah manusia--banyak manusia--yang berada dalam suatu ikatan tertentu. Mengenai ikatan kebudayaan itu sendiri, apa sebenarnya yang mengikat kita? Kebudayaan Indonesia, bukan?

Saya mau tanya, nih. Apakah kita sudah mengenal diri kita sendiri? Apakah kita sudah mengenal negeri kita sendiri kalau begitu? Well, kita ini rakyat Indonesia. Kita wajib mengenal Indonesia. Teruntuk para aktivis di sana, bertanyalah pada diri kalian sendiri. Sudah se-lupa-daratan apakah kalian saat memperjuangkan hak rakyat? Bahkan, ada yang pernah bilang, "Jangan mengatasnamakan rakyat Indonesia kalau kita tidak pernah menjelajahi Indonesia." Ya, dengan menjelajahi Indonesia, kita tahu seluk-beluk suatu daerah dan apa yang dibutuhkan daerah itu. Tenang, selama waktu masih ada, pasti ada yang dapat kita lakukan.

Kita kembali lagi ke masalah pengabdian masyarakat. Selama ini, pengabdian masyarakat hanya sebatas hal-hal yang eventual, sekali dilakukan dan sudah selesai. Padalah, pengabdian masyarakat, sesuai definisinya sendiri, seharusnya berkelanjutan karena itu adalah proses. Yha, beruntunglah jika di himpunan mahasiswa jurusan terdapat proker mengurus desa binaan yang bisa diteruskan hingga ke badan pengurus selanjutnya dan selanjutnya lagi. Oke, waktu kita terbatas (karena dikejar deadline dan "Itu, tuh, tugas osjur!"). Untuk mengakalinya, kita mundur ke dua Tri Dharma lainnya, pembelajaran dan penelitian.

Yang pertama adalah pembelajaran. Pembelajaran ini berdasarkan hardskill dan softskill. Kita asah kemampuan dan belajar dengan giat. Di kampus pasti terdapat sarana dan fasilitas untuk mengembangkan diri. Lakukanlah banyak pembinaan diri. Siapa lagi yang tahu diri kita kalau bukan diri kita sendiri? Kita harus berilmu terlebih dahulu sebelum beramal, benar?

Selanjutnya adalah penelitian. Penelitian bukan berarti harus di dalam laboratorium, kok. Modal yang kita perlukan adalah tidak menjadi apatis terhadap lingkungan sekitar. Coba tanyakan masyarakat yang ada di suatu daerah. Pasti ada sesuatu yang dibutuhkan sehingga kita tidak hanya mencari-cari masalah di sana tanpa mengusahakan solusinya. Harus ada koordinasi yang baik antara kita dan masyarakat. Kita memang butuh melakukan pencerdasan kepada masyarakat agar mereka bisa berusaha mengurus sendiri bantuan yang telah kita berikan dan lebih mandiri pada akhirnya.

Tiga hal di Tri Dharma Perguruan Tinggi saling berkaitan satu sama lainnya. Itu semua sudah sepaket. Sebagai mahasiswa, kita harus mendalaminya. Nah, kalau begitu, tidak akan kacau. Kita tidak bakal memberi janji-janji palsu.

Lagipula, masak iya, menjadi mahasiswa sudah berjanji ini-itu tetapi tidak ditepati. Pengabdian masyarakat yang seharusnya membantu masyarakat malah mengorbankan masyarakat. Akhirnya, kita yang dituntut. Masyarakat datang untuk menagih janji kita. Jadilah hal seperti lirik lagu di atas terjadi. "Mana? Mana yang kalian, para mahasiswa, janjikan?" Lalu, kita dianggap "mantan penyelamat". Inilah mengapa saya singgung mengenai mengenal diri sendiri dan negeri kita ini. Kalau kita tidak mengenal diri sendiri, bagaimana kita mengetahui potensi, posisi, dan peran kita? Bagaimana kita bisa berbuat untuk negeri ini?

Menjadi bagian dari masyarakat memang tidak semudah yang kita sangka. Akan tetapi, namanya juga proses, kita wajib terus bertindak. Jangan hanya berjanji, tetapi lakukanlah sesuatu untuk perubahan yang lebih baik. Mungkin, kita tidak merasakannya secara cepat, tetapi nanti pasti ada hasilnya. Namun, kita tetap harus mengambil tindakan. Kalau yang kita beri hanyalah janji, apa bedanya kita dengan oknum-oknum yang suka mengumbar janji tanpa bukti?

Jangan sampai seperti ini.
Gambar dari https://3.bp.blogspot.com/-BnvqrMVEnhs/V9o09YtkzbI/AAAAAAAABfk/AUXnP1Exed81F2JY-LS6BSHJyU7y4J4lACLcB/s1600/30.jpeg

Kalian boleh malu jika kalian tidak pernah melakukan apa-apa yang bermanfaat untuk orang banyak. Namun, seharusnya, kalian lebih malu lagi jika kalian berjanji tetapi tidak pernah merealisasikannya.

(Oleh: Aisy Diina Ardhantoro, orang yang berusaha menepati janji)

#ntms
#MozaikPergerakan
#DariKitaUntukIndonesia
#IndonesiaTetapBersatu

Rabu, 07 Juni 2017

Dialog Semu nan Asing

Gambar dari http://dunningsclass.com/wp-content/uploads/2014/07/Writing-Letter.jpg

Aku terasing. Aku di sini dianggap minoritas. Tatapan-tatapan sinis menghiasi hariku. Salahkah diriku jika ada rasa penasaran dalam hatiku? Rasa penasaran yang jarang ada pada kebanyakan.

"Siapa aku?" Pertanyaan itu begitu mengusik. Aku menoleh ke kanan-kiri, berharap aku bisa bercermin dan melihat diriku yang sebenarnya. Mungkinkah aku akan menemukan jawabannya?

Satu-satu, kabar ini dan itu terungkap layaknya rahasia yang terkuak. Panas. Panas rasanya. Terus memanas. Sudah berapa derajat suhunya naik? Mataku membulat. Telingaku sudah tidak bisa kututup. Tangan-tangan ini berusaha meraih sesuatu untuk diraih. Akan tetapi..., apa? Apa itu yang ingin kuraih? Keadaan benar-benar sedang tidak baik-baik saja.

Bhinneka Tunggal Ika, mereka bilang. Aku menetak dengan kalap, "Percuma saja berbeda-beda jika tidak ingin bersatu!" Itulah yang kupikirkan bilamana aku merasa berbeda dari yang lain. Why are people so demanding? Jikalau tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, mengapa orang-orang hanya meminta tanpa memberi? Atau, apakah orang-orang itu bahkan tidak tahu apa yang mereka minta? Apa yang mereka mau?

Aku berdoa dan terus berdoa....

Oh. Iya, benar.

Mengemis bukanlah hal yang baik untuk dilakukan terus-menerus. Pertolongan tidak datang dengan jatuh dari langit. Aku harus mencari sendiri pertolongan itu. Aku harus bergerak. Akhirnya, satu, dua orang berhasil kugandeng. Lalu, jumlahnya menjadi terus bertambah. Suar-suar pergerakan dimulai. Semua orang terpancing.

Tuhan tidak akan mengubah suatu kaum jika kaum itu tidak ingin mengubah diri mereka sendiri. Oleh karena itu, aku ingin berubah! Dengan berubah, aku masih bisa tetap menjadi diriku sendiri. Akan kutemukan jati diriku yang sebenarnya. Ya, aku berkeyakinan bahwa hal-hal berbeda masih bisa disatukan.

Bersyukurlah jika kalian merasa terasing. Para terasing, itulah kunci untuk bersinergi!

Gambar dari http://patimes.org/wp-content/uploads/2012/08/collaboration.jpeg

(Oleh: Aisy Diina Ardhantoro, orang yang menjadi asing)

#MozaikPergerakan
#DariKitaUntukIndonesia
#IndonesiaTetapBersatu

Jumat, 02 Juni 2017

Cemburu


Enaknya menjadi dirimu
Sungguh menyenangkan
Bisa pulang malam, bisa pergi pagi
bebas beraktivitas

Dihormati bawahan, disayangi atasan
Semua mengenalmu

Setiap seruan tolong, kaubalas dengan uluran tangan
Masing-masing tugas kaukerjakan dengan baik

Bak harum odekolonye,
pengaruhmu menyebar luas
Engkau seperti suar
Indah, memikat, mengajak

Aku? Aku terbelenggu di sini
Hanya melihat
dari kaca jendela ke-gabut-an
Ke mana kakiku yang selama ini
menapak tanah?
Kurang memasyarakatkah aku?
Minuskah politikku?

Bolehkah kukatakan bahwa aku cemburu?

Aku cemburu
Ya, aku cemburu

Bukan, bukan karena popularitasmu
Walaupun
Aku memang ingin dihormati
Aku sangat butuh disayangi

Bukan pula karena wajah rupawanmu
Itu hal yang bagus, kutahu
Namun, hal itu tidak penting
sama sekali
Tetapi satu: kepemimpinanmu

Ah, ghirah ini semakin menjadi-jadi
Terus-menerus membakar
membumihanguskan emosiku
Luluh lantak sudah pikiranku
Kuingin perubahan
Takmau menjadi sama lagi

Pundak-pundakmu
Pemikul beban itu
adalah oasis inspirasiku

Makanya, aku sempat heran
Ada alasan kaubahagiakan semua orang
Mengapa kaulaksanakan pekerjaanmu
seperti itu

Kau menjelaskan kepadaku
nikmat jundi mengikuti pemimpin,
punya mimpi mandiri untuk saling membantu
dan gotong royong
Mimpimu adalah mimpi orang-orangmu
Sama dengan kaurelakan
mimpi pribadimu
(Atau, justru itukah mimpi pribadimu?)

Kaulakukan banyak hal itu untuk meyakinkanku
Kauingin aku menjadi pemimpin. Begitukah?!
Apa yang ingin kauikuti?
Kau bahkan memercayaiku menjadi amir
Setidaknya untuk diriku sendiri
Waktu itu

Kaubilang, kau berubah karenaku. Padahal,
aku yang berubah karenamu sebenarnya.

Jadi, siapa yang cemburu?

《Bandung, 2 Juni 2017 (8 Ramadhan 1438)》
Marhaban ya Ramadhan! Selamat berpuasa.
*Gambar atas asal comot. Hhe. Pinterest, deng.

Kamis, 01 Juni 2017

BTI (Hari Lahir Pancasila)


"Kita diwariskan satu buah hal, yaitu hati yang berdasarkan pancasila. Kita diberikan tubuh, yaitu rakyat dan juga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita seharusnya bangga punya bendera merah putih, bendera yang digunakan Gadjah Mada untuk mempersatukan Nusantara, bendera yang dipakai para pejuang kita untuk melawan penjajah dari Belanda. Kita seharusnya bersyukur dengan adanya perbedaan!"

Lebih kurang, itulah yang dituturkan Kak Ardhi Rasy Wardhana dalam orasinya pada Rabu, 31 Mei 2017 kemarin di dekat Kolam Indonesia Tenggelam. Saya, yang mendengarnya, menjadi bertanya-tanya. Ya, saya bertanya-tanya. 19 tahun saya hidup. Sudah selama 19 tahun, saya hidup di atas Tanah Air saya ini. Apa yang sudah saya lakukan? Apa yang sudah saya berikan untuk negeri saya sendiri? Apakah saya insaf atas tongkat estafet yang selama ini digilir?

Ah, amanah memang tidak ada yang ringan. Sementara itu, tahun 2045 bisa jadi tiba-tiba datang, tahun yang katanya merupakan tahun "Indonesia Emas" (100 tahun Indonesia merdeka). Dan, pada tahun itu, saya dan Rekan-rekan Seumuran sudah berusia 47 tahun, usia yang cukup "matang" untuk mengurus negeri ini. Pada tahun itu juga, nasib Indonesia sedang berada di tangan kami. Maka dari itu, perkenankanlah saya dan Rekan-rekan Saya yang Sepantaran mempersiapkan bekal. Bekal untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Bekal untuk mengubah hal-hal yang salah menjadi hal-hal yang benar. Bekal untuk mewujudkan "Indonesia Emas".

Bukanlah sebuah masalah jika Rekan-rekan tidak setuju untuk bergerak bersama. Sunatullah-nya, jika ada orang yang lari dari tanggung jawab yang ada, akan ada orang lain yang menggantikan posisinya untuk mengemban tanggung jawab tersebut. Tahukah kalian, Rekan-rekan? Keadaan begitu memanas saat ini karena adanya konflik antargolongan dan rasa superioritas yang terlalu tinggi; mereka merasa diri mereka paling benar. Jika kita menilik kata-kata Kak Ardhi di atas, mungkin selama ini kita kurang bersyukur atas segala nikmat yang diberikan. Rekan-rekan boleh merasa paling unggul, tetapi itu tidak bisa dijadikan alasan untuk berlaku sewenang-wenang.

Maka, nikmat mana yang telah kita dustakan?

Apakah Rekan-rekan merasakan hal yang sama?

Dengan yang saya rasakan?

Bandung, 1 Juni 2017

Aisy Diina Ardhantoro
SITH-R 2016
Anggota Biasa KM ITB

#IndonesiaTetapBersatu
#BhinnekaTunggalIka

Sabtu, 20 Mei 2017

Bingkisan Kebahagiaan untuk Mahasiswa TPB ITB

TPB merupakan singkatan dari tahap persiapan bersama.

Mungkin kalian tahu kalau kepanjangan dari TPB sering dipelesetkan menjadi Tahap Paling Bahagia atau Tahap Paling Baper. Mengapa? Mengapa? Saya pun tidak tahu.

Sesuai dengan judul, tulisan ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan saya dan (mungkin juga)  kita semua sebagai mahasiswa TPB ITB.

Apa kita ingat saat kita pertama kali menginjakkan kaki di kampus kita ini? Bagaimana rasanya? Senang? Bangga? Wajar kalau kita merasakan seperti itu.

Saya (dan kita semua) yakin bahwasannya apa yang kita usahakan akan sebanding dengan apa yang kita dapatkan.

Namun, hal-hal seperti itu bisa menyebabkan kita terjebak dalam euforia. Tidak, tidak, saya tidak melarang kita semua untuk ber-euforia. Justru, saya menganjurkan kita semua untuk ber-euforia. Euforia memberikan kita kenyamanan secara internal dari dalam diri terhadap kampus kita. Masak, sih, kita tidak boleh merasa nyaman di kampus yang akan menjadi rumah dan tempat peraduan kita ini? Yang menjadi pertanyaannya adalah "Sampai kapan?".

Sudah lebih dari sebulan saya berkuliah dan sangat disayangkan bahwa masih ada beberapa belum "bangun tidur". Ini membuat saya berpikir apakah kita semua lupa alasan kita masuk ke kampus kita ini. Apa azam kita masuk ke ITB?

"Setiap amal bergantung niatnya."

Ada yang ingin IPK-nya bagus, yang mengejar popularitas, yang mencari jabatan, dan lain-lain.

Saya pernah dengar seorang teman berkata, "Sudahlah, gak usah terlalu serius sama pelajaran dan tugas-tugas. Yang diperlukan masyarakat itu yang jago ngomong. Ngapain IPK bagus-bagus kalau gak bisa bersosialisasi?"

Teman saya yang lain pernah berkata, "Ah, aku gak mau ikut organisasi (unit dsb.). Aku takut nggak punya waktu buat belajar, datang ke kajian, dan aku jadi futur."

Memang, setiap pribadi punya prioritasnya masing-masing. Akan tetapi, kita seolah-olah tidak ingat bahwa kita harus menjadikan kebaikan sebagai kepentingan kita.

Oke, maafkan saya atas penghakiman saya. Akan tetapi, saya bisa bilang bahwa apa yang dinyatakan dari kedua teman saya kurang benar. Well, tendensi orang berbeda-beda, tetapi menyeimbangkannya adalah suatu keharusan.

Kemudian, apa maksudnya dengan euforia-euforia yang saya maksud di awal? Kawan, sekali lagi saya nyatakan, saya menganjurkan kalian, eh, kita semua ber-euforia. Nah, ingat-ingat lagi kalau sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

Masih ingin terjebak euforia?

Kalau masih ingin, silakan, belajarlah sekeras-kerasnya, ikutlah kepanitiaan sebanyak-banyaknya, atau duduk berzikirlah di masjid yang lama, tetapi semua risikonya ditanggung oleh kita. Lari dari tanggung jawab? Lari saja sekalian dari kampus kita ini.

Ini bukan hal yang seharusnya saya khawatirkan, tetapi..., ya, saya peduli.

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran." (Q.S. Al-Ashr [103]: 13)

Kita semua harus seimbang dalam 3B: Belajar, Bersosialisasi, dan Beribadah. Semua itu menunjang kehidupan kita semua di kampus kita.

Saya juga harus belajar menghargai waktu dan tidak mudah terkena pantangan dari luar.

Akhir kata, saya mohon maaf apabila ada salah kata. Saya tidak berniat untuk menyindir siapapun sama sekali.

Yha, kalau kita bisa seimbang antara akademik dan kemahasiswaan, mengapa tidak? ;)

Aisy Diina Ardhantoro
SITH-R 2016

(Tulisan sudah lama, sih, ini. Ingin dikemarikan aja. Hhe.)
(Sudah. Itu saja.)

Jangan Hanya Mendengarkan Apa yang Ingin Didengar

Truth may be painful. Atau…, benarkah? Mungkin itu hanya perasaan kita sendiri saja. Lalu, mengapa kita ingin kabur dari kenyataan-kenyataan yang ada? Kenyataan bahwa banyak orang yang berkeluh-kesah di sekitar kita. Kenyataan bahwa banyak orang yang membutuhkan bantuan. Kenyataan bahwa kita "gatal" untuk memakmurkan tolong-menolong dalam kebajikan dan gotong-royong.

Memang, kita tidak bisa mengulurkan tangan untuk semua yang butuh. Kita pun harus bisa memilah dan memilih untuk siapa uluran tangan kita ini. Memang, kita seharusnya mengadukan segala kesusahan dan kesedihan kita hanya kepada Tuhan. Akan tetapi, jika itu berkaitan dengan tanggung jawab sosial, tidak bisakah kita mendahulukan orang lain? Tidak bisakah kita mendengarkan?

Jika kita hanya mendengarkan apa yang kita mau, kita tidak akan bisa melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Jika kita hanya mau mendengar yang enak-enak saja, kita tidak akan berkembang. Tidak akan ada perubahan di sekitar kita.

Dengarlah, bahkan biarpun kita hanya mencuri dengar. Semua yang kita dengar tidak selalu menyenangkan, tidak bisa membahagiakan. Namun, bila tercetus ide untuk memperbaiki, terutama memperbaiki diri sendiri, kontribusi kita akan berpengaruh luas. Semua itu dari mendengarkan.

Dengarlah agar kita dicintai dan mencintai karena Tuhan, Sang Pemilik Cinta.

Saya selalu ingin mengingatkan bahwa orang tahu cara memimpin dari mengetahui cara dipimpin. Bukan, itu bukan dogma sembarangan. Ketahuilah, pemimpin adalah pelayan untuk suatu kelompok yang dipimpinnya. Pelayan yang harus bisa mendengar suara hati atasannya, yakni rakyatnya. Pelayan yang berempati terhadap sekitarnya dari mendengarkan. Pelayan yang punya ambisi untuk membuat lingkungan dalam jangkauannya lebih baik. Dan, pelayan tidak harus berada dalam sorotan.

Kalau kita tidak mau memahami; kalau kita tidak mau mendengarkan, adakah pekerjaan kita nanti saat menjadi pemimpin?

Somewhere out there, someone just wants to be heard.

Hasil gambar untuk sad man cartoon images

Saya tutup tulisan saya di atas dengan sebuah puisi buatan saya.

ORATOR

Belajarlah mendengarkan; siapa yang tahu
suatu saat nanti?
Engkau menjelma
menjadi tulang punggung
menemukan tulang rusuk kiri yang paling atas,
mengatur guliran dadu
dan berwicara disaksikan seluruh insan

#BukanKode
#ntms
#RenunganMalam

23.00
27-11-2016

(Sudah. Itu saja.)

Sekilas Pandang Mengenai Politik

Take me to the top! Take me to the top!
Take me to the top, take it (whoa)
Take me to the top! Take me to the top!
Bring me up to pull me down

Take me to the top! Take me to the top!
Take me to the top, take it (whoa)
Take me to the top! Take me to the top!
You're the one to push me over

I'm never what you really needed
You won't stop, you can't stop, can't let go
Everybody knows
Come with me and listen close
Take me now; I'll take you home

Di atas adalah penggalan lirik lagu "Take Me to the Top" dari One Ok Rock. Ada yang tahu lagunya barangkali? (Kalau nggak banyak yang tahu, hipster beut saya. T-T) Bisa dibilang, liriknya cukup cocok dengan apa yang mau saya bahas. Ini sesuai dengan keinginan banyak orang: take me to the top, bawa aku ke puncak.

"Trus, maksudnya apa?" Ya, karena begitu banyak kepentingan yang saling berbenturan. Semua orang berebut untuk berada di puncak. Kudu at the top-lah. Lalu, segala cara benar-benar diupayakan agar bisa mencapai tujuan masing-masing. Bahkan, itu berarti kita bisa lakukan apa saja yang mungkin menghalangi kepentingan-kepentingan lainnya. And, it really is politics.

"Lho? Lho? Politik? Politik kentang atau politik singkong?" (Itu keripik, woy!) Hmmm, di umur-umur yang mendekati kepala dua, tidak ada salahnya belajar politik sedikit demi sedikit. "Politik itu, kan, jahat, kejam, dan kotor. Kok kita harus belajar tentang hal ini?" Karena kita semua butuh politik. Memang, politik itu tampak "buruk" pada awalnya. Namun, dengan mempelajari politik, kita bisa tahu kapan diri kita dijahati dan dikotori. Well, itu bukan berarti kita jadi bisa balas menjahati dan mengotori, tetapi politik berpengaruh kepada hal-hal yang akan kita lakukan atau bahkan yang sudah kita lakukan. Bukankah seseorang harus berilmu terlebih dahulu sebelum beramal?

Salah satu definisi politik yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara bertindak dalam menghadapi dan menangani suatu masalah (kebijaksanaan). Artinya, politik sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Permainan politik ada dalam dinamika sosial yang terjadi untuk pemenuhan nilai-nilai tertentu. Jadi, politik memang ada di mana-mana. Walaupun begitu, kita tidak bisa begitu saja menyatukan politik dengan kehidupan nyata. Mengapa? Karena tidak semua tujuan yang ingin kita capai saat berpolitik bisa "ditarik" dan dibawa ke kehidupan nyata. Ada waktunya bagi kita memainkan permainan yang kita mainkan. (Duh, maaf belibet. -_-) Kalau kita sedang bermain game, ada dua kemungkinan hasil yang didapatkan: game over (kalah) atau mission accomplished (menang). Namun, toh, kita tidak selamanya bermain game. Memang, imbasnya, respon spektator permainan terhadap sebuah isu di lapangan bisa berbeda. Yha, mungkin sudah saatnya kita tidak menjadi penonton lagi tetapi menjadi seorang pemain. Dengan menjadi pemain, kita benar-benar tahu apa yang terjadi di lapangan dan kitalah yang menggerakkan massa. Cara bergerak bersama harus diambil dengan penuh kehati-hatian.

Bring me up to pull me down. Strategi-strategi memang harus disusun untuk mencapai tujuan. Ambil contoh dari para Rasul. Rasul diberi mukjizat oleh Allah saat mendakwahi suatu kaum. Untuk apa diberi mukjizat? Agar kaum yang didakwahi percaya bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan mereka, para Rasul, adalah utusan Allah. Inilah tantangan dalam berpolitik. Kita harus mengembangkan suatu metode tanpa menghilangkan nilai-nilai yang ingin disampaikan. Kalau sekarang, sih, bisa dilihat dari banyaknya persaingan di mana saja. Contohnya ada di sekolah-sekolah. Siswa-siswa, siapapun itu, berlomba-lomba untuk mendapatkan peringkat tertinggi di sekolah. Cara untuk mendapatkan peringkat tertinggi adalah belajar dengan giat sehingga bisa mendapat nilai yang bagus. Ditambah lagi, kita juga melakukan pendekatan dengan guru suatu mata pelajaran tertentu agar lebih memahami cara menilai dari guru yang bersangkutan, wataknya, dan pengajaran dari guru tersebut. Akhirnya, kita bisa mendapat peringkat tertinggi di sekolah. Itu pun sudah termasuk berpolitik. It's all about winning and losing.

"Nah, apakah kita bisa menggunakan politik untuk kebaikan?" Tentu saja bisa! Kalian tahu bahwa kezaliman akan terus ada bukan karena banyaknya orang-orang jahat tetapi karena diamnya orang-orang baik? Kezaliman memang akan terus ada, tetapi jumlahnya bisa ditekan. Jika orang-orang baik tidak ada yang memenuhi ranah politik, ranah politik akan dipenuhi orang-orang yang tidak baik atau bahkan dipenuhi oleh orang-orang yang tidak menginginkan adanya orang baik. Tidak ada alasan untuk menghindarinya. Oleh karena itu, mari kita belajar politik sambil meningkatkan kualitas diri masing-masing. So, brace yourself and get ready for it!

Pesan dari saya: banyak baca dan bergeraklah!

Sudah. Itu saja.

Misteri dari Lagu 3xxxv5

Jadi, "3xxxv5" adalah lagu instrumental dari One Ok Rock yang menjadi pembukaan untuk album 35xxxv (baik yang edisi biasa (Jepang) maupun yang deluxe (international) edition). Harus saya akui, ini adalah lagu instrumental yang keren dengan aransemennya yang (kalau dalam bahasa saya, sih) macho bingits! Sangat sulit untuk di-cover, yakin, deh.
Dan, kalian bisa mendengar suara atraktif nan seksi Takahiro Moriuchi berkata-kata di situ. Ya, lagu  ini memang dimaksudkan untuk menjadi instrumental, tetapi kata-kata Taka-kun yang ngomong di situ sudah seperti lirik lagunya. By the way, satu hal yang unik tentang lagu ini adalah kalian bisa mendengar dua vokal Taka-kun, yang satu berbahasa Jepang dan yang satu berbahasa Inggris. Wah, siap-siap pastikan speaker berfungsi dengan baik agar bisa mendengar keduanya!

One Ok Rock - "3xxxv5" dari 35xxxv

One Ok Rock - "3xxxv5" dari 35xxxv (Deluxe Edition)

(Yang warna dasar kavernya merah itu 35xxxv. Yang warna dasar kavernya hitam itu 35xxxv (Deluxe Edition). Lagu "3xxxv5" di kedua albumnya itu sama saja.)

  • Yang bahasa Jepang

Kanji:
今、その気持ちに嘘をついた
その心はひどく苦しんでいる
僕の体の中にはもう一匹いる
そう、それは形を変えて外に出ようとする
心の奥に潜む暗闇は過去を餌に
到底僕に抑えきれないほど生き延びてしまう
でもそれを捨ててまで、手に入れたいものが今はある

And I can't even speak

So, I scream (4×)

Rōmaji:
Ima, sono kimochi ni uso wo tsuita
Sono kokoro wa hidoku kurushindeiru
Boku no karada no naka ni wa mou ippiki iru
Sou, sore wa katachi o kaete soto ni deyou to suru
Kokoro no oku ni hisomu kurayami ya kako o esa ni
Tōtē boku ni wa osae kirenai hodo ikinobite shimau
Demo sore o sutete made, te ni iretai mono ga ima wa aru

And I can't even speak

So, I scream (4×)

Terjemahan bahasa Inggris:
Now, I lie to my own feeling
My heart is suffering so much because of it
There's another existence inside my body
Yes, and this being changes shape and tries to come out
It feeds on the darkness and the past that's hidden deep down in my mind
And it lives out to the point where it is impossible for me to control
But now, I can even toss that out because there's something else I want in my hand

And I can't even speak

So, I scream (4×)

  • Yang bahasa Inggris

To tell the truth, I guess I lied
But in the end, at least, I tried
There’s something inside me, a foreign name
Say it’s trying to break free
The perfect face paint: a foreign name
I felt it grew into something I cannot control
There’s something beyond me
Reaching for something to reach for

And I can’t even speak

So, I scream (4×)

Yha, kira-kira begitu kata-katanya. Bagian And I can't even speak sampai akhir termasuk ke dalam kedua bagian. Ini saya cocokkan dari sumber-sumber dan pendengaran saya sendiri dan saya rasa, ini yang paling mendekati. (Mungkin ada yang bisa koreksi.)

Sudah. Itu saja.

Mengapa Tidak Shalat? (II)

Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah jihad. (HR Tirmidzi, no. 2616. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Shalat adalah tiang agama. Islam seseorang tidaklah tegak kecuali dengan shalat. Yang namanya tiang suatu bangunan jika ambruk, maka ambruk pula bangunan tersebut. Sama halnya pula dengan bangunan Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pernah berkata, "Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat."

Baiklah, kalau masih ada yang bingung dengan apa saja yang diperlukan untuk shalat, saya akan beri tahukan syarat-syaratnya.
Syarat wajib shalat:
  • Islam. Setiap orang yang beragama Islam diwajibkan untuk shalat, tetapi nonmuslim tidak diwajibkan shalat.
  • Baligh (mencapai usia dewasa). Perempuan dikatakan baligh apabila telah keluar darah haid. Laki-laki dikatakan baligh ketika berusia 15 tahun atau telah keluar sperma.
  • Berakal. Yang tidak berakal sehat tidak diwajibkan untuk shalat.
  • Tidak dalam keadaan haid atau nifas.
  • Telah sampai dakwah tentang shalat kepadanya.
Syarat sah shalat:

  • Suci dari hadas kecil dan hadas besar.
  • Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari berbagai macam najis.
  • Menutup aurat. Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut, sedangkan aurat perempuan adalah semua anggota badan kecuali muka dan telapak tangan.
  • Menghadap kiblat.
  • Sudah masuk waktu shalat.

Lalu, bagaimana dengan cara shalat itu sendiri?
Allah berfirman, "(Dan) dirikanlah shalat. tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." (Q.S. Al-Baqarah [2]: 43) Memang, tata cara shalat tidak dijelaskan secara gamblang dalam Al-Qur'an. Namun, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat." Dinukil dari hadits-hadits, tata cara shalat adalah sebagai berikut:

  1. Niat;
  2. Takbiratul ihram;
  3. Berdiri Kepada orang yang mampu;
  4. Membaca Al-fatihah;
  5. Ruku dengan thuma'ninah;
  6. I'tidal dengan thuma'ninah;
  7. Sujud I dengan thuma'ninah;
  8. Duduk di antara dua sujud dengan thuma'ninah;
  9. Sujud II dengan thuma'ninah;
  10. Tasyahud awal (untuk shalat wajib yang jumlah rakaatnya 3--4 rakaat);
  11. Tasyahud akhir;
  12. Duduk setelah tasyahud;
  13. Membaca shalawat;
  14. Membaca salam;
  15. Tertib.

Muslim yang Tidak Terkena Kewajiban untuk Shalat

Adakah orang yang tidak diharuskan untuk melaksanakan shalat wajib yang lima waktu?
Ada tiga kelompok yang terbebas dari hukum. Yaitu, orang yang tidur sehingga bangun, anak-anak sehingga dewasa, dan orang yang hilang ingatan sehingga sadar. (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim)
Dari hadits di atas dijelaskan bahwa orang-orang itu terlepas dari kewajiban sampai mereka memenuhi syarat untuk menunaikan kewajiban shalat. Mereka yang sudah dikenai kewajiban shalat lima waktu haruslah menjaga shalatnya.
Barangsiapa menjaga shalat lima waktu, menjaga wudhunya, menjaga waktu-waktunya, menjaga rukuk-rukuknya, dan menjaga sujud-sujudnya, yakin bahwa shalat adalah hak Allah atasnya, dia diharamkan dari neraka. (HR Ahmad no. 17882 dari Hanzhalah al-Asadi radhiyallahu `anhu)
Akan lebih baik jika mereka yang dikenai kewajiban shalat melaksanakan shalat berjamaah, terutama pria, di masjid. Imam Muhammad al-Ghazali pernah ditanya oleh seorang pemuda. "Apakah hukum orang yang meninggalkan shalat berjamaah?" Maka, ia pun menjawab, "Hukumnya ialah kauambil tangannya dan ajak dia ke masjid."
:D

Sudah. Itu saja.