"Kita diwariskan satu buah hal, yaitu hati yang berdasarkan pancasila. Kita diberikan tubuh, yaitu rakyat dan juga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita seharusnya bangga punya bendera merah putih, bendera yang digunakan Gadjah Mada untuk mempersatukan Nusantara, bendera yang dipakai para pejuang kita untuk melawan penjajah dari Belanda. Kita seharusnya bersyukur dengan adanya perbedaan!"
Lebih kurang, itulah yang dituturkan Kak Ardhi Rasy Wardhana dalam orasinya pada Rabu, 31 Mei 2017 kemarin di dekat Kolam Indonesia Tenggelam. Saya, yang mendengarnya, menjadi bertanya-tanya. Ya, saya bertanya-tanya. 19 tahun saya hidup. Sudah selama 19 tahun, saya hidup di atas Tanah Air saya ini. Apa yang sudah saya lakukan? Apa yang sudah saya berikan untuk negeri saya sendiri? Apakah saya insaf atas tongkat estafet yang selama ini digilir?
Ah, amanah memang tidak ada yang ringan. Sementara itu, tahun 2045 bisa jadi tiba-tiba datang, tahun yang katanya merupakan tahun "Indonesia Emas" (100 tahun Indonesia merdeka). Dan, pada tahun itu, saya dan Rekan-rekan Seumuran sudah berusia 47 tahun, usia yang cukup "matang" untuk mengurus negeri ini. Pada tahun itu juga, nasib Indonesia sedang berada di tangan kami. Maka dari itu, perkenankanlah saya dan Rekan-rekan Saya yang Sepantaran mempersiapkan bekal. Bekal untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Bekal untuk mengubah hal-hal yang salah menjadi hal-hal yang benar. Bekal untuk mewujudkan "Indonesia Emas".
Bukanlah sebuah masalah jika Rekan-rekan tidak setuju untuk bergerak bersama. Sunatullah-nya, jika ada orang yang lari dari tanggung jawab yang ada, akan ada orang lain yang menggantikan posisinya untuk mengemban tanggung jawab tersebut. Tahukah kalian, Rekan-rekan? Keadaan begitu memanas saat ini karena adanya konflik antargolongan dan rasa superioritas yang terlalu tinggi; mereka merasa diri mereka paling benar. Jika kita menilik kata-kata Kak Ardhi di atas, mungkin selama ini kita kurang bersyukur atas segala nikmat yang diberikan. Rekan-rekan boleh merasa paling unggul, tetapi itu tidak bisa dijadikan alasan untuk berlaku sewenang-wenang.
Maka, nikmat mana yang telah kita dustakan?
Apakah Rekan-rekan merasakan hal yang sama?
Dengan yang saya rasakan?
Dengan yang saya rasakan?
Bandung, 1 Juni 2017
Aisy Diina Ardhantoro
SITH-R 2016
Anggota Biasa KM ITB
#IndonesiaTetapBersatu
#BhinnekaTunggalIka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar