Kamis, 29 Juni 2017

Tawaduk

Tawaduk.
Apa itu tawaduk?
Secara etimologi, artinya adalah at-tadzallul (ketundukan) dan at-takhasyā` (kerendahan). Asal katanya adalah tawādha`atil ardh, yakni "tanah itu lebih rendah daripada tanah sekelilingnya". Secara terminologi, artinya adalah rida jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawaduk biasa kita sebut sebagai sikap rendah hati.

`Abdullah bin Al-Mubarrok dalam Syu`abul Iman oleh Al-Baihaqi hlm. 298 berkata, "Puncak dari tawādhu` adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya."
Imam Asy-Syafi'i dalam Syu`abul Iman oleh Al-Baihaqi hlm. 304 berkata, "Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan, orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya."
Yusuf bin Al-Asbath dalam Siyar A`lamin Nubala', 9/171 ditanya, "Apakah puncak dari sifat tawādhu`?" Beliau menjawab, "Yaitu tidaklah engkau menjumpai seseorang melainkan engkau lihat pada orang tersebut memiliki kelebihan atasmu."

Tawaduk adalah sikap pertengahan dari takabur (sombong) dan melecehkan diri. Takabur merupakan sikap yang tercela.
"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."
(Q.S. Al-Isra [17]: 37)

Dan, sikap tawaduk ini bisa kita teladani dari Rasulullah SAW, seperti dalam cerita berikut:
Dalam suatu perjalanan, Nabi memerintahkan untuk menyembelih seekor kambing. Salah satu di antara mereka berkata, "Aku yang menyembelihnya."
Yang lain berkata, "Aku yang mengulitinya,"
Yang lain lagi berkata, “Aku yang memasaknya."
Kemudian, Rasulullah SAW berkata, "Aku yang mengumpulkan kayu bakarnya."
Mereka berkata, "Cukuplah kami saja yang mengerjakannya."
Beliau shalallāhu `alaihi wa salam berkata, "Aku tahu bahwa kalian saja sudah cukup untuk mengerjakannya. Akan tetapi, aku tidak suka diistimewakan dari kalian semua karena sesungguhnya Allah tidak suka melihat hamba-Nya diistimewakan dari teman-temannya."
Kemudian beliau berdiri dan mengumpulkan kayu bakar. (Sirah al-Mubarakfuri)
Itu adalah salah satunya. Masih banyak lagi kisah-kisah keteladanan Rasulullah SAW perihal sikap tawaduk. Semoga kita diberi kemudahan dalam meraih sikap tawaduk.

Allāhu a`-lam.
Sudah. Itu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar