Sabtu, 21 Maret 2020

Untuk Sang Pemikir yang Sedang Memandangi Bintang di Angkasa Malam

Halo. Aku merindukanmu.

Aku teringat saat aku mengunjungimu dan kita bermain bersama. Engkau angkat aku tinggi setelah kita berlarian di lahan pertanian lalu pergi ke hutan. Aku tidak pernah mencemaskan beban yang harus dipikul sebelumnya layaknya engkau bilang bahwa batang dan dahan pohon yang engkau gotong rasanya ringan saja bagimu. Pada hari itu, aku menggantikan posisi batang dan dahan pohon yang biasa di bahumu. Kemudian kutulis cerita tentangmu dan engkau menari untukku. Sayangnya, matahari tidak lupa terbenam sehingga hari itu pun berakhir.

Semenjak itulah aku berharap bisa menjadi kayu-kayu yang selalu engkau angkut. Kayu-kayu yang bermanfaat dan yang dapat kaumanfaatkan untuk keperluanmu. Terbayang olehku dirimu di tempat tinggalmu. Seharusnya, aku adalah kayu bakar yang dapat kaugunakan untuk membuat apimu saat engkau kedinginan dan saat kau membutuhkan penerangan. Namun, aku terlalu basah, berbau apak, dan bertitik nyala tinggi. Yah, jika aku tidak seperti ini pun, aku memang akan tetap hancur, terbakar, tetapi bukankah aku lebih baik menjadi berguna meskipun itu menghancurkanku seperti itu?

Dan di sinilah aku, wahai engkau, si tukang kayu yang senang berpikir. Sang pemikir yang sering menyatu dengan alam. Sang pemikir yang ingin mencari tahu bagaimana caranya berpikir. Terpikirkan olehku engkau, sang pemikir. Hingga kini, aku merasa engkau masih out of my league, di luar jangkauanku. Aku hanya bisa memperhatikanmu dari jauh. Semoga saja aku tidak jauh dari pikiranmu, terutama pada malam ini.
(Bukan malam hari, tapi gapapa lah, ya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar