Jumat, 20 Maret 2020

Kegelisahan


Saya tahu rasanya terkena serangan kecemasan (anxiety attack). Kepala terasa bak diremas, otot-otot menegang, dada sakit karena jantung berdegup terlalu kencang, dan adanya keinginan untuk berteriak yang seringnya tertahan. Jika sudah seperti itu, saya harus menarik napas untuk mengambil udara, banyak minum, berdoa dan berzikir, serta makan agar perut tidak kosong jika perlu. Sedikit masalah emosional bisa menyebabkan ketidakstabilan fisiologis. Oleh karenanya, saya butuh menjaga kesehatan dan kebugaran saya.

Lalu, di sana dan di sekitar saya, orang-orang melakukan sesuatu atas nama kegelisahan. Mereka membawa mimpi-mimpi mereka demi mengatasi kegelisahan tersebut. Berdasarkan apa yang orang lain pernah katakan, mimpi merupakan sesuatu yang membuat kita terjaga dan tidak dapat tidur nyenyak semalaman, bukan sekadar bunga tidur. Mereka tidak bisa tidur, seolah-olah mereka merelakan diri untuk terkena insomnia. Sementara itu, tidak tidur bisa menyebabkan ketimpangan dalam mental saya. Lebih-lebih, bukankah 'gelisah', 'resah', dan 'cemas' adalah sinonim?


Ada satu hal yang saya pelajari. Kita tidak perlu takut bila kecemasan menyerang. Cemas (anxious) adalah salah satu bentuk emosi. Kita, para manusia, membutuhkan emosi sebagai tanda bahwa kita hidup dan merasakan kehidupan. Bila ketimpangan terjadi dan/atau harus terjadi, pastikan kita selalu punya sesuatu untuk kembali menjadi seimbang. Kegelisahan, kecemasan, dan keresahan. Semua itu ada untuk dihadapi. Semua itu sebenarnya kita butuhkan untuk merawat diri. Memimpin diri sendiri. Dan kita sudah menjadi kuat karena bertahan sejauh ini.


Jadi, adakalanya kita harus merasakan sakit dalam diri terlebih dahulu demi kebaikan yang lebih besar untuk sesama, ya?

#KronikKepemimpinan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar