Tampilkan postingan dengan label Pascapanen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pascapanen. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Juli 2023

IoT untuk Transformasi Produksi di Industri

Lean manufacturing (produksi ramping) merupakan praktik produksi dengan memperhitungkan penggunaan sumber daya agar tidak terjadi 3M (muda, muri, dan mura).
  • Muda (無駄): hal yang tidak berguna, kesia-siaan, atau pemborosan.
  • Muri (無理): hal yang tidak mungkin (berlebihan, di luar kapasitas).
  • Mura (斑): hal yang tidak merata/seimbang dan rusak, ketidakseimbangan, atau kerusakan.
Prinsip produksi ramping ini memang berasal dari Jepang sesuai dengan 3M yang ingin dihindari. Salah satu cara untuk "merampingkan" pemakaian sumber daya adalah dengan digitalisasi shop floor (tempat produksi) yang dapat diakses di cloud web pada komputer/mesin. Digitalisasi produksi diperlukan dengan menerapkan sistem cyber-physical dengan IoT (Internet of Things). Sistem cyber-physical (Cyber-Physical System, CPS) ini membawa keuntungan untuk end-to-end, dari hulu ke hilir, pada produksi karena meningkatkan produktivitas dan mengurangi penggunaan sumber daya berlebihan sehingga kinerja produksi meningkat. Sistem cyber-physical untuk produksi ini menjadi disebut Cyber-Physical Production System (CPPS). Pengembangannya perlu dilakukan dengan sistem agile. Agile merupakan pengembangan teknologi, biasanya perangkat lunak, secara iteratif dan intensif mengikuti suatu aturan tertentu sehingga mampu menghasilkan teknologi yang sesuai permintaan, tepat guna, dan berkualitas tinggi.
Beberapa contoh metode agile:
  • Scrum Methodology
  • Scaled Agile Framework (SAFe)
  • Lean Software Development (LSD)
  • Kanban (看板)
  • Extreme Programming (XP)
  • Crystal Methodology
  • Dynamic Systems Development Method (DSDM)
  • Feature Driven Development (FDD)
  • Adaptive Software Development (ASD)
  • Rational Unified Process (RUP)
  • Agile Modelling (AM)
Gambar 1. Tahapan Metode Agile untuk Pengembangan

Untuk pemakaiannya terdapat perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang harus tersedia. Beberapa contoh hardware dan software untuk teknologi nirkabel dengan IoT di antaranya adalah
  • Hardware:
    • AIR (accoustic impulse response)
    • Barcode
    • PTS (printed sensors)
    • Raspberry Pi
    • Arduino (Uno/Due/Mega/Leonardo/Fio/LilyPad/Nano/Mini/Micro/Ethernet/Esplora/Robot/Diecimila/Zero/Bluetooth/dll.)
    • RFID (radio-frequency identification)
  • Software:
    • Digital twin
    • CoAP (Constrained Application Protocol)
    • MQTT (Message Queuing Telemetry Transport)
    • HTTP (Hypertext Transfer Protocol)
    • Bahasa markah: HTML (Hypertext Markup Language) dan XML (Extensible Markup Language)
    • IDE (integrated development environment).
Gambar 2. Rancangan Hardware dan Evaluasi Teknis

Contoh rancangan hardware ditunjukkan pada Gambar 2. Tempat produksi dipasangi alat sensor sebagai pengganti manusia yang mencatat agar akuisisi data lebih mudah dan langsung (real-time). Adanya sensor membantu untuk menentukan kapan waktu produktif di tempat produksi. Dari pengakuisisi data juga akan ada timbal balik dengan tersedianya data-data aktivitas tersebut di web sesuai tipe data pada pemrograman yang berlaku (bergantung bahasa pemrograman) atau umpan balik fisik (dengan aktuator). Aktivitas produksi, seperti planning, scheduling, dispatching, sorting, sweeping, standardizing, dan controlling dapat dipantau secara otomatis pula, tidak secara manual lagi. Skema kerja pekerja dengan sistem IoT dan cloud, yang terdiri dari operator dan dispatcher, dapat dilihat sebagai berikut (Gambar 3):
Gambar 3. Skema Kerja Dispatcher (Penugas) dan Operator

Skenario kerja dispatcher (penugas):
  1. Melakukan scan/tap operator RFID.
  2. Melakukan penugasan dengan menulis Assignment ID.
  3. Memberikan kartu penugasan kepada operator.
  4. Melakukan pengecekan status scan/tap operator.
  5. Melakukan refresh data Assignment ID.
Skenario kerja operator:
  1. Menyalakan mesin lalu melakukan persiapan.
  2. Melakukan scan/tap (1) kartu penugasan saat mulai operasi.
  3. Melakukan proses setup dan permesinan sesuai penugasan.
  4. Melakukan scan/tap (2) kartu penugasan saat selesai operasi.
  5. Mematikan mesin jika semua operasi telah selesai dikerjakan lalu mengembalikan kartu penugasan kepada dispatcher.

Terbukti bahwa pemantauan dengan digitalisasi ini memiliki keakuratan, ketelitian, dan konsistensi tinggi supaya produktivitas di industri ramping meningkat. Adanya digitalisasi dan otomatisasi dengan sensor dan IoT ini juga membantu pekerja manusia yang memiliki keterbatasan kerja dan tidak melibatkan terlalu banyak orang (pekerja manusia) dalam pemantauan produksi. Selain pada pemantauan proses produksi di shop floor, IoT juga dapat dimanfaatkan untuk preprocessing bahan baku mentah (sortasi, penilaian kelas atau grading, dan penimbangan), untuk pencampuran bahan (mixing) pada produksi, untuk pengepakan (packing) dan pengemasan (packaging), untuk evaluasi performa mesin dengan OEE (overall equipment effectiveness), untuk pelacakan (tracking/tracing) dan keterlacakan (traceability) produk ketika produk dikirim atau mengalami kerusakan (sehingga bisa ditarik kembali), serta untuk prediksi kapabilitas/availabilitas aset produksi agar optimum.
Gambar 4. Skema Proses Manufaktur

Pengembangan sistem IoT untuk pemantauan ini disarankan untuk industri yang besar sementara industri kecil masih opsional untuk memanfaatkan IoT karena skala sumber daya yang dipakai berbeda. Akan lebih berdampak jika IoT dimanfaatkan pada industri yang lebih besar dengan jam terbang lebih lama dan perencanaan yang terperinci. Ini juga bergantung kepada investasi yang bisa dilakukan pada pengembangan IoT industri untuk perusahaan.
Gambar 5. Hasil Brainstorming Integrasi IoT dengan Peningkatan Kualitas Produk di Industri

Sistem IoT industri disebut juga IIoT, Industrial Internet of Things. Pemanfaatan IIoT dapat meminimalkan eror pada proses yang mampu mengarahkan kepada pembuangan produk, pemberhentian lini produksi, penarikan kembali produk per kloter produksi, kerja ulang ekstra, dan kehilangan kepercayaan pada produk/brand dari pelanggan/konsumen. Akan lebih menarik jika IoT dipadukan dengan bidang peningkatan kualitas bahan baku mentah dan kualitas produk jadi, seperti quality control (QC) dan quality assurance (QA). Harapannya, IoT memulihkan transformasi 3P, yaitu people, process, dan product/platform agar makin baik dalam industri.
 
"If the business doesn't perform, there is no today, and if the business doesn't transform, there will be no tomorrow."
(– Kutipan didapat dari PT Paragon Technology and Innovation)

***

Materi didapatkan dari webinar KKSM Lecture Series Sesi 5 "IoT-Based Production Monitoring" yang diadakan Kelompok Keahlian Sistem Manufaktur Teknik Industri ITB dengan pemateri Dr. Ir. Anas Ma'ruf, M.T. (dosen di Teknik dan Manajemen Industri ITB) pada 12 November 2022: 9.00—11.00.

Jumat, 14 Juli 2023

Sistem Intelijensi Pemasaran dengan Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) merupakan algoritme komputasional yang membuat mesin belajar dari meniru kemampuan manusia. Makin mirip dengan kemampuan manusia, makin canggih AI. Ada beberapa jenis AI yang diketahui: weak AI, dengan kemampuan di bawah kemampuan manusia; strong AI, dengan kemampuan yang sama dengan kemampuan manusia; super AI, dengan kemampuan di atas kemampuan manusia. Tipe-tipe sistem AI dirincikan dalam Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Tipe-tipe Sistem AI
 
Gambar 2. Macam-macam Machine Learning

Teknologi AI sudah diintegrasikan dalam berbagai bidang pekerjaan, termasuk dalam pemasaran (marketing). Marketing membutuhkan AI untuk mempermudah riset pemasaran demi meningkatkan penjualan kepada pelanggan. AI membantu marketer dengan mempelajari tren yang terjadi saat-saat ini. Contohnya, AI mampu meningkatkan kata kunci untuk optimasi SEO dalam pencarian di mesin pencari. AI yang dapat digunakan minimal adalah analytical AI (baik yang disupervisi, yang tidak disupervisi, maupun yang diperkuat) untuk menambah market intelligence (intelijen pasar) dalam riset pemasaran. Keunggulan yang AI miliki adalah AI analitik mampu melakuan automatisasi karena repetitive learning, AI mampu mengidentifikasi langsung data-data tersembunyi dalam lapisan-lapisan yang tersembunyi pula, AI mampu beradaptasi dengan algoritme-algoritme progresif, dan AI mampu memperoleh akurasi tinggi dengan jaringan saraf tiruan (artificial neural networks).
Gambar 3. Komponen-komponen Sistem AI

AI untuk pemasaran ini didasari oleh integrasi proses, teknologi, dan alat analisis yang diterapkan secara kontinu untuk memantau, mengumpulkan, dan menganalisis data (tidak konvensional dan tidak terstruktur) lalu memproses data secara cerdas sehingga mendapatkan informasi, wawasan, dan pengetahuan untuk keputusan pemasaran yang lebih baik. Ada beberapa komponen dalam sistem AI, di antaranya adalah peniruan memori (memory emulation) dalam menyimpan dan memproses data, pembelajaran mesin (machine learning), reasoning and judgement untuk prediksi, simulasi, dan, optimisasi, serta teknologi antarmuka (interface) dengan speech recognition, natural language processing (NLP) (selengkapnya tentang NLP terdapat pada Gambar 4), pembacaan dengan sensor (sensor reading), dan computer vision. Untuk pembacaan data dan analisisnya sendiri dapat disokong dengan penggunaan statistika deskriptif, statistika inferensial, dan inferensi kausal. Bagaimana AI memproses data, informasi, pengetahuan, dan wawasan untuk membuat keputusan ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 4. Natural Language Processing untuk AI
 
Gambar 5. Bagaimana AI Analitik Memproses Data

Ada beberapa teknologi yang memungkinkan percepatan pengembangan AI seperti sensor, IoT (Internet of Things), Big Data, teknologi penyimpanan "awan" (cloud), perangkat keras akselerator AI, deep learning, dan sebagainya. Terutama untuk marketing sendiri, AI mampu membuat peramalan (forecasting) dengan mempelajari pola data di masa lalu melalui pembelajaran berulang (repetitive learning) untuk menghadapi fluktuasi/volatilitas harga (price volatility) agar pendapatan dari permintaan pasar dapat diproyeksikan berdasarkan pangsa pasar (market share) perusahaan dan kerugian dapat ditanggulangi. Pemanfaatan AI sebagai intelijen pasar melengkapi kebutuhan akan data dalam pemasaran untuk menganalisis kondisi pasar secara lebih efisien.
 
***

Materi didapatkan dari webinar "AI for Marketing Intelligence" yang diadakan Pusat Artificial Intelligence ITB dengan pemateri Titah Yudhistira, S.T., M.T., Ph.D. (dosen di Teknik dan Manajemen Industri ITB) pada 28 Februari 2023: 13.00—15.00.

Selasa, 20 Juni 2023

Meningkatkan Umur Simpan Produk Pangan untuk Meningkatkan Usaha Pangan

Dalam industri pangan, umur simpan produk adalah selang waktu antara saat setelah produksi hingga produk ini dikonsumsi dengan keadaan yang masih layak/memuaskan sesuai dengan produk yang dijanjikan. Bahan makanan yang melewati umur simpan tidak memenuhi ekspektasi pelanggan sehingga disebut kedaluwarsa. Oleh karenanya, penentuan kedaluwarsa harus ditulis pada produk dalam bentuk tanggal sebagai informasi kepada konsumen/pelanggan kapan produk pangan berada dalam kondisi yang tepat untuk dikonsumsi. Penentuan kedaluwarsa ditulis berupa expiry date (EXP), best before date, dan use by date.
  • Expiry date, tanggal kedaluwarsa
  • Best before date, batas tanggal konsumsi produk di saat kualitas fisik terbaik (biasanya beberapa minggu atau bulan sebelum produk menjadi kedaluwarsa)
  • Use by date, batas tanggal konsumsi produk dalam kondisi pangan yang aman
(Use by date dan expiry date hampir sama.)
Tentu kualitas dan keamanan produk pangan akan terjaga selama waktu tersebut jika produk disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (misal: disimpan dalam kulkas atau freezer, dalam tempat makanan tertutup, dsb.). Jika bahan makanan tidak disimpan dengan baik, bahan makanan dapat rusak lebih cepat daripada waktu yang telah ditentukan. Pada dasarnya, produk pangan terutama produk-produk segar adalah produk yang "hidup" sehingga perlu diperlakukan/ditangani sesuai sifat biologis, sifat kimiawi, dasar fisiologi, dan teknologi yang tepat. Lebih-lebih jika perlakuan/penanganan terhadap produk pangan yang dilakukan mampu memperpanjang umur simpan produk pangan.
Gambar 1. Teknologi Penyimpanan untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk: a) Penyimpanan Dingin dan b) Penyimpanan Atmosfer Terkontrol

Kerusakan yang dapat terjadi pada produk pangan bermacam-macam. Berikut ini adalah macam-macam kerusakan:
  • Kerusakan mikrobiologis
Kerusakan ini diakibatkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan/atau jamur. Kerusakan mikrobiologis ini cepat menjalar dari produk yang rusak ke produk lainnya yang belum rusak. Beberapa tanda-tandanya adalah munculnya bintik-bintik berwarna putih, adanya lendir, atau adanya pemisahan zat produk (seperti di produk cair, contohnya susu).
  • Kerusakan mekanis
Kerusakan ini disebabkan benturan mekanis yang menghasilkan memar, penyok, irisan, potongan, dan lainnya sehingga terdapat kecacatan (perubahan) pada bentuk produk. Kerusakan mekanis dapat terjadi selama pemanenan, penanganan, persiapan sebelum pengolahan, transportasi, atau penyimpanan.
  • Kerusakan fisik
Kerusakan ini disebabkan perlakuan fisik dari lingkungan eksternal seperti perubahan suhu (pemanasan atau pendinginan), perubahan tekanan udara, dan perubahan kadar air lingkungan. Kondisi lingkungan eksternal yang tidak cocok/tepat pada produk mampu menyebabkan perubahan pada produk sehingga kerusakan dapat terjadi dan mutunya dapat berkurang.
  • Kerusakan biologis
Kerusakan ini disebabkan proses fisiologis dan metabolisme yang masih berlangsung pada produk pangan segar. Pada produk segar, enzim-enzim dan komponen kimiawi lain yang terkandung masih mampu menjalankan reaksi-reaksi kimia secara alami.
  • Kerusakan karena keberadaan hama seperti serangga, tikus, burung, atau binatang lainnya.
Ada beberapa tanda-tanda dari kerusakan produk pangan, contoh di antaranya adalah
  • konsistensi berubah dari yang semula,
  • tekstur berubah dari yang semula,
  • adanya memar,
  • adanya lendir,
  • berbau tengik,
  • berbau busuk,
  • gosong,
  • pH menyimpang,
  • terjadi reaksi browning (pencoklatan),
  • penggembungan pada kemasan,
  • warna yang menyimpang atau berubah dari yang semula,
  • rasa yang menyimpang,
  • adanya lubang atau bekas gigitan,
  • terjadi penggumpalan atau pengerasan, dan
  • adanya keretakan (pada telur).
Gambar 2. Proses Produksi Produk Pangan

Teknologi pun dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan dengan mempertahankan sifat-sifat kimia dan fisik bahan pangan. Berikut ini adalah macam-macam teknologi yang dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan:
  • Penggunaan intervensi secara fisik pada pangan
    • Pengemasan terpadu
      • Pengalengan
      • Penambahan gas nitrogen dalam kemasan plastik agar produk tetap renyah dan tidak remuk
      • Pengeluaran oksigen (pengemasan vakum) untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi
      • Pemakaian silica gel untuk menyerap uap air dan/atau oksigen
      • Pengemasan dengan pemanasan suhu tinggi (retort) dengan menggunakan bahan kemasan tahan air dan dapat menghantarkan panas hingga ke produk yang sudah dikemas
      • Pengemasan untuk penyimpanan beku yang tahan hingga di bawah 0°C
      • Modified atmosphere packaging (MAP) atau controlled atmosphere packaging (CAP) dengan isi atmosfer terkendali untuk menjaga kualitas produk pangan di dalam kemasan (bisa dilengkapi dengan bahan antiembun atau penangkap gas etilen buah-buahan)
      • Kemasan pintar (smart packaging), terdiri dari kemasan aktif (active packaging) yang memiliki antimikroba dan penyerap oksigen dan intelligent packaging yang memiliki indikator (warna, suhu, waktu, dan oksigen) untuk memastikan bahan makanan masih dapat dimanfaatkan
    • Curing, penggaraman atau penambahan zat untuk mengurangi kandungan air
    • Pengasapan, penambahan zat preservatif dengan asap
    • Blansir/penceluran (blanching), perlakuan panas pendahuluan dengan perebusan atau pengukusan lalu langsung pendinginan dengan es
    • Pasteurisasi, pemanasan di bawah 100°C
      • Flash pasteurization: 85—95°C selama 2—3 detik
      • HTST (high temperature short time): 72°C selama 15 detik
      • LTLT (low temperature long time): 63—66°C selama 30 detik
    • Sterilisasi, pemanasan pada suhu tinggi dalam periode yang cukup lama (≥ 100°C selama 15—30 menit)
    • Evaporasi (pengurangan kadar air), pengurangan kadar air dengan pemekatan bahan
    • Pengisian dalam kondisi panas (hot filling), pengemasan bahan cair dalam kondisi panas lalu dimasukkan ke dalam kemasan hermetis (pengalengan termasuk)
    • Iradiasi, penggunaan gelombang mikro untuk meradiasi bahan
    • Pengeringan/penjemuran
    • Pemanggangan
    • Penggorengan
    • Penyangraian
    • Dehidrasi, pengaliran udara panas untuk mengeringkan produk dengan konveksi kalor
    • Pengeringan beku (freeze-drying), pengeringan dengan pembekuan bahan terlebih dahulu lalu tekanan dikurangi untuk menyublimkan air yang membeku
  • Penambahan mikroorganisme untuk pengawetan: fermentasi
Macam-macam fermentasi:
  • Berdasarkan sumber mikroorganisme: fermentasi alami (mikroorganisme sudah terdapat pada bahan), backslopping (mikroorganisme dari produk fermentasi yang berhasil), dan fermentasi terkontrol (mikroorganisme dari kultur murni)
  • Berdasarkan kondisi media: fermentasi steril/aseptis (misal: untuk pembuatan minuman alkohol dan yoghurt) dan fermentasi semiaseptis (tidak atau kurang steril) (misal: untuk pembuatan tempe, kecap, dan kopi)
  • Berdasarkan kebutuhan oksigen: fermentasi aerob dan fermentasi anaerob
  • Berdasarkan produk hasil akhirnya: fermentasi alkohol, fermentasi asam laktat, fermentasi asam asetat, dan fermentasi asam propionat
  • Berdasarkan pola fermentasi gula: fermentasi homofermentatif dan fermentasi heterofermentatif
  • Berdasarkan proses kerja: batch culture fermentation, fed culture fermentation, semi-batch culture fermentation, dan continuous culture fermentation
  • Berdasarkan bentuk medium dan hasil yang dihasilkannya:
    • Kultur permukaan, pada medium padat, semipadat, dan cair
      • Fermentasi padat (solid substrate fermenstation): medium tidak larut, tetapi cukup lembap untuk mikroba
      • Fermentasi semipadat (submerged substrate fermentation): medium terendam tidak larut, kelembapan cukup
      • Fermentasi cair (liquid substrate fermenstation): substrat larut dan atau tidak larut
    • Kultur terendam, biasanya dalam alat bioreaktor
  • Penambahan zat kimiawi sebagai bahan pengawet ke dalam produk pangan
    • Asam sorbat dan garamnya
    • Asam benzoat dan garamnya
    • Sulfit atau sulfur dioksida
    • Nitrit dan nitrat serta propionat
Tentu bahan-bahan kimia untuk pengawet perlu digunakan sesuai dengan aturan batas penggunaannya. Aturan penggunaan bahan kimia pengawet terdapat pada Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet.

Identifikasi kerusakan produk penting untuk mempertahankan jaminan dan janji dari usaha produk pangan yang berdiri, yang disebut dengan branding—tanda penetapan usaha produk pangan. Brand di sini harusnya telah mencakup pemenuhan standar mutu produk pangan yang berlaku. Oleh karena itu, pengemasan dan pengawetan untuk memperpanjang umur simpan berpengaruh terhadap branding dan marketing, terlebih karena permintaan akan produk pangan cukup tinggi. Umur simpan yang diperpanjang memudahkan untuk memenuhi permintaan konsumen. Dari situ, dibutuhkan teknologi tepat guna bagi pengusaha produk pangan. Selain itu, branding pada produk akan diperlihatkan lewat kemasan produk pangan pula.
Gambar 3. Informasi yang Harus Ada pada Kemasan Produk Pangan
 
Produk pangan yang ditawarkan kepada konsumen harus memenuhi kebutuhan konsumen secara nutrisional, emosional, ataupun fungsional. Oleh karenanya, branding dan produk pangan yang ditawarkan harus sesuai dengan informasi yang ada. Jika ketidakpercayaan konsumen timbul, terutama karena terdapat kerusakan pada produk pangan, konsumen tidak akan membeli produknya lagi lalu penjualan (selling) produk pangan dan branding pun gagal. Permintaan (demand) konsumen tidak terpenuhi, konsumen pun tidak akan melakukan pembelian ulang.
Gambar 4. Komponen Brand Produk Pangan

Terakhir, yang tidak kalah penting, observasi perilaku pembeli terhadap produk pangan dan pengamatan ke perusahaan yang lebih besar (benchmarking) dalam berhubungan ke para pelanggan melalui produk pangan juga diperlukan.
Gambar 5. Segmentasi Pasar untuk STP (Segmentation, Targeting, and Positioning)

***

Materi didapatkan dari webinar "Akselerasi dan Branding Produk Pangan" yang diadakan AGAVI dengan pemateri Afina Rahmani, S.T., M.Sc. (food RnD consultant @ AGAVI) dan Wusda Hesta Ribawa (professional business coach @ Umar Usman) pada 31 Maret 2023: 8.30—12.00.

Senin, 05 Juni 2023

Logistik dalam Perdagangan

Apa yang terpikirkan ketika mendengar kata 'logistik'? Mungkin saja pengadaan dan pengantaran barang dengan berbagai moda transportasi untuk distribusi. Logistik sebenarnya lebih dari itu. Logistik terdiri dari keberjalanan perdagangan (trade) secara keseluruhan, baru kemudian menyangkut persoalan pengangkutan barang (freight). Ternyata, logistik dibutuhkan pula untuk low cost manufacturing (manufaktur biaya rendah) hingga manajemen rantai nilai selain hanya dalam manajemen rantai pasok. Semua itu karena logistik terkait dengan aliran barang dan informasi dari ujung awal sampai ujung akhir dalam industri. Supaya lancar, sistem logistik yang efisien dan efektif perlu diwujudkan untuk menyokong perdagangan nasional.
Gambar 1. Sislognas di Level Makro dan Mikro

Gambar 2. Peran Sislognas untuk Misi Ekonomi Nasional

Gambar 3. Kerangka Pengembangan Cetak Biru Sislognas untuk Visi Ekonomi Nasional

Indonesia sendiri sesungguhnya memiliki Sistem Logistik Nasional yang menjadi rancangan sistem logistik se-Indonesia. Logistik yang efektif dan efisien merupakan hasil dari kolaborasi antarsektor yang mumpuni. Dengan berbagai milestones yang harus diraih dalam beberapa waktu tertentu, untuk Indonesia dengan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), ada target-target ekonomi dan perdagangan nasional yang perlu dicapai. Pemantauan perkembangan Sislognas perlu menjadi konsisten agar terkejar hingga tahun 2045.
Gambar 4. Jaringan Sislognas

Isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan Sislognas di antaranya adalah pengaplikasian ICT (Information and Communication Technology) untuk logistik pintar, logistik hijau, logistik halal, dan pergeseran pertumbuhan ekonomi dari Barat (Eropa dan Amerika) ke Timur (Asia). Beberapa ICT dalam Sislognas yang dikembangkan adalah INALOG (e-Logistik Nasional), INSW (Indonesia National Single Window), dan NLE (National Logistics Ecosystem). INALOG merupakan layanan satu atap sistem logistik dalam perangkat untuk melayani transaksi G2G, G2B dan B2B, baik untuk perdagangan domestik maupun internasional yang terkoneksi dalam jaringan logistik ASEAN dan jaringan logistik global secara daring yang didukung oleh infrastuktur dan jaringan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). INSW adalah sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron, dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang. NLE merupakan ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan informasi dari kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang. NLE berorientasi pada kerja sama antar instansi pemerintah dan swasta. Instansi-instansi dapat saling mengirimkan data, mengefisienkan proses, dan melakukan kegiatan logistik yang terhubung dengan adanya basis sistem teknologi informasi.
Gambar 5. Skema INALOG

Gambar 6. Sistem Ekonomi Digital

Dalam perdagangan nasional, baik pemerintah maupun masyarakat harus memastikan visi dan misi perdagangan nasional tercapai dan dilakukan dengan memperhatikan ketujuh aspek program sektor Sislognas, yaitu komoditas penggerak utama (komoditas pokok dan strategis, komoditas unggulan ekspor, dan komoditas umum/bebas), pelaku dan penyedia jasa logistik, infrastruktur transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, sumber daya manusia, regulasi dan kebijakan, serta kelembagaan. Untuk mengatasi permasalahan struktural dalam perdagangan nasional, pihak yang berwenang perlu menerapkan demokrasi yang tepat dalam menerima masukan dari masyarakat karena mampu memengaruhi sistem perdagangan nasional. Perkembangan logistik dalam perdagangan akan berjalan lancar jika pemikiran win-win solution digunakan. Oleh karenanya, perubahan paradigma dalam bekerja dari win-lose mindset ke win-win mindset menjadi penting. Untuk selengkapnya mengenai Sislognas dapat diperhatikan pada Peraturan Presiden RI No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Gambar 7. Faktor Penggerak Sislognas

***

Materi didapatkan dari webinar "Sistem Logistik Nasional dan Peran Kementerian Perdagangan dalam Pengembangannya" yang diadakan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dengan pemateri Prof. Dr. Ir. Senator Nur Bahagia (dosen di Teknik dan Manajemen Industri ITB) pada 28 Februari 2023: 9.00—12.00.

Minggu, 23 Mei 2021

Kilang Hayati pada Perairan

Aktivitas kilang hayati tidak hanya terbatas pada biomassa pada daratan saja. Kilang hayati dikenal sebagai melakukan kegiatan yang terintegrasi antara proses konversi biomassa untuk menghasilkan produk-produk tertentu  bahan bakar, dan bahan-bahan kimia dari biomassa sebagai koproduk kimia. Hal tersebut sangat mungkin dilakukan dengan biomassa yang bersumber dari perairan. Perlu diketahui bahwa 71% permukaan bumi tertutup oleh air dengan < 1% merupakan air tawar. Berdasarkan luas lahan, biomassa dari perairan akan menjadi lebih banyak daripada biomassa di daratan. Biomassa yang tersedia terdiri dari tanaman laut: mikroalga dan makroalga serta hewan laut: ikan, krustasea, dan moluska. Ada beberapa keuntungan dari kilang hayati pada perairan, di antaranya adalah limbah yang tidak akan dikonsumsi manusia, mengurangi kendala lahan pertanian, pertumbuhan lebih cepat, kondisi pertumbuhannya tidak perlu banyak syarat, dan komponen yang memiliki banyak manfaat. Tentunya, kilang hayati untuk perairan ini masih harus menekan jumlah buangan (zero waste), meningkatkan nilai hasil produk sampingan, meminimalkan konsumsi energi, dan mengoptimalkan efisiensi proses kilang hayatinya.

Berikut ini adalah pemanfaatan biomassa perairan.

Alga
Alga adalah tanaman berklorofil yang hidup  dalam air laut atau air tawar. Alga termasuk dalam divisi Thallophyta dan mengandung klorofil-a. Karena berklorofil, alga mampu mengubah karbondioksida menjadi biomassa dengan bantuan cahaya (fotosintesis). Alga terbagi menjadi mikroalga dan makroalga. Mikroalga merupakan organisme uniseluler dan prokariotik/eukariotik. Makroalga merupakan organisme multiseluler dan eukariotik. Rumput laut termasuk alga (makroalga) sebagai organisme plant-like. Makroalga terbagi menjadi alga coklat (Phaeophyceae), alga merah (Rhodopyceae), dan alga hijau (Chlorophyceae). Alga coklat mengandung pigmen xantofil (fukosantin) dan karotena yang membuatnya coklat, alga merah mengandung pigmen fikoeritrin yang membuatnya merah, dan alga hijaulah yang mengandung paling banyak pigmen klorofil (klorofil-a dan klorofil-b).
Perbandingan ukuran makroalga: Phaeophyceae > Rhodopyceae > Chlorophyceae
 
Contoh-contoh alga coklat:
  • Alaria sp.
  • Saccharina sp.
  • Saccorhiza sp.
  • Sargassum sp.
  • Undaria sp.
  • Famili Fucaceae
  • Famili Laminariaceae
Contoh-contoh alga merah:
  • Gracilaria sp.
  • Gelidium sp.
  • Gelidiella sp.
  • Hypnea sp.
  • Eucheuma sp.
  • Porphyra sp.
  • Kappaphycus sp.
  • Palmaria sp.
Contoh-contoh alga hijau:
  • Ulva sp.
  • Caulerpa sp.
  • Codium sp.
  • Monostroma sp.
Contoh mikroalga (hijau): Chlorella sp.

Rumput laut mengandung karbohidrat, protein, dan mineral-mineral sebagai nutrisi mayornya serta lipid dan vitamin-vitamin sebagai nutrisi minornya. Kandungan karbohidrat pada rumput laut dapat mencapai 76%. Karbohidrat hidrokoloid yang terkandung dalam rumput laut di antaranya adalah agar-agar, alginat, karagenan, fukoidan, dan laminaran. Yang merupakan polisakarida food grade adalah agar-agar (agarosa dan agaropektin), alginat, dan karagenan yang biasa ditemukan sebagai bahan makanan. Yang merupakan non-food grade polisakarida adalah fukoidan dan laminaran yang digunakan sebagai zat nutraceutical yang bermanfaat sebagai prebiotik. Selain itu, tentunya rumput laut juga memiliki kandungan serat yang tinggi. Kemudian, protein yang ditemukan pada rumput laut berupa protein aktif (lektin dan fikobiliprotein) dan asam amino (esensial: lisin, treonin, triptofan, metionin; non-esensial: sistein, glutamat, glisin, arginin, dan alanin).

Kandungan-kandungan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi beragam produk, baik pangan maupun nonpangan. Karbohidrat pada rumput laut bisa diolah menjadi bahan bakar alami bioetanol. Lipid pada rumput laut, meskipun tidak banyak, dapat dijadikan bahan bakar alami biodiesel selain bahan pakan. Jika ditemukan sisa rumput laut dari suatu pemrosesan, daripada dijadikan limbah tak berguna yang dibuang percuma, dari rumput laut dapat dibuat produk sampingannya. Memang, ada juga rumput laut dan alga yang dibudidayakan untuk keperluan bahan bakar dan mikronutrien lain yang dapat diekstrak dari rumput laut dan biasanya, mikroalgalah yang dibudidayakan untuk itu karena cenderung lebih mudah diolah. Untuk makroalga, biasanya makroalga perlu dikeringkan, dikecilkan ukurannya, dan disterilisasi sebagai bentuk pretreatment.

Berikut adalah pemrosesan rumput laut dari panen hingga penyimpanan beserta standar-standar untuk rumput laut konsumsi lalu proses kilang hayati untuk mengolah rumput laut yang tidak lolos standar konsumsi.
Gambar 1. Diagram Proses Pascapanen Rumput Laut
(Sumber: DJPB, 2015)

Gambar 2. Contoh Alat Pengering Rumput Laut Bertenaga Surya
(Sumber: Kadam dkk., 2015)

Gambar 3. Standar Mutu Rumput Laut Berdasarkan SNI 2690-2015

Gambar 4. Parameter Kualitas Rumput Laut
(Sumber: DJPB, 2015)
 
 Gambar 5. Proses Produksi Biofuel dari Mikroalga
(Sumber: Medipally dkk., 2015)
 
 Gambar 6. Biokonversi Mikroalga Menjadi Banyak Produk (Berlaku Juga untuk Makroalga)
(Sumber: Medipally, 2015)

Moluska dan Krustasea
Moluska dan krustasea adalah binatang yang memiliki cangkang keras untuk melindungi bagian tubuhnya yang lunak. Di dalam cangkangnya terdapat bagian daging yang tentunya bisa dimakan. Bagian cangkang yang tidak bisa dimakan ini masih bisa dimanfaatkan agar tidak menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Kebanyakan cangkang moluska dan krustasea mengandung protein, kapur (CaCO3), dan kitin. Protein dari cangkang dapat diolah menjadi pakan hewan (darat dan laut), suplemen makanan, bumbu, dan obat-obatan. Kapur dari cangkang dapat diolah menjadi bahan bangunan dan ATK. Kitin dari cangkang dapat diolah menjadi kitosan yang digunakan dalam penelitian (mikro)organisme dan material tertentu.
Gambar 7. Produk Kilang Hayati Cangkang
(Sumber: Slide PPT Mata Kuliah Teknologi Kilang Hayati)
 
Proses pembuatan kitosan dari kitin yang terbuat dari cangkang:
  1. Dekolorasi
  2. Demineralisasi: Menghilangkan mineral, terutama kapur, dari cangkang dengan menggunakan larutan asam encer
  3. Deproteinasi: Mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan pemanasan
  4. Deasetilasi: Melepaskan gugus asetil dari kitin

Ikan-ikanan
Ikan-ikan di perairan seringkali dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi. Sebagian besar ikan yang dikonsumsi terdapat di laut, lainnya di air tawar. Namun, pengolahan ikan sebagai bahan makanan tentu menghasilkan limbah yang dapat dimanfaatkan menjadi produk sampingan supaya limbahnya tidak terbuang percuma. Baik ikan yang dibudidayakan maupun ikan liar yang ditangkap dapat diolah untuk menghasilkan produk-produk dari kilang hayati. Adapun ikan-ikan berkualitas rendah yang tidak bisa dikonsumsi dan tidak diterima pasaran pun bukannya tidak bisa dimanfaatkan dalam kilang hayati perairan.

Limbah-limbah ikan dapat diambil komponen makro (protein dan lipid) dan mikronya. Caranya adalah dengan melakukan hidrolisis enzimatik dan sentrifugasi agar didapatkan komponen yang diinginkan. Dari situ bisa didapatkan daging lumatan untuk surimi, protein hidrolisat, kolagen, gelatin, peptida, asam amino, enzim-enzim, dan minyak ikan. Minyak ikan ini dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alami, suplemen nutrisi, atau pakan hewan (darat atau laut).

Protein yang menjadi salah satu komponen yang terkandung banyak dalam ikan dapat dibuat menjadi fish protein hydrolysate (FPH). FPH adalah protein aktif dari penguraian protein ikan dengan konversi enzimatik.  Proses pembuatan FPH dilakukan dengan hidrolisis enzimatis menggunakan enzim papain menjadi peptida yang lebih sederhana. FPH mengandung asam amino, vitamin, dan mineral yang baik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan untuk pakan ternak, pupuk tanaman, dan suplemen makanan. Salah satu ikan yang menjadi sumber pembuatan FPH adalah ikan manyung/catfish (Arius thalassinus).

Ekstraksi FPH dari ikan manyung dilakukan dengan pengecilan ukuran dan pengeringan daging ikan. Ikan manyung berkualitas rendah disiapkan dan dibuat menjadi filet. Kemudian, filet ikan manyung direbus pada suhu 100°C. Daging ikan dicuci menggunakan air panas dan air dingin untuk menghilangkan bagian lemak. Selanjutnya, daging ikan diperas menggunakan alat white cloth mesh agar air dari daging keluar lalu digiling. Daging ikan yang telah digiling dicampurkan dengan enzim papain agar terjadi proses hidrolisis pada temperatur dan waktu tertentu. Setelah dihidrolisis, sampel daging dipanaskan pada suhu 75—800°C untuk menghentikan aktivitas enzim papain. Sampel daging dikeringkan dengan oven vakum. Setelah kering, sampel dihancurkan agar menjadi serbuk lalu diayak agar ukuran serbuk sama semua. Serbuk FPH disimpan dan dikemas dalam kemasan plastik polietilen yang bersegel.
Gambar 8. Diagram Alir Metode Ekstraksi FPH dari Ikan Manyung
(Sumber: Abraha dkk., 2017)
 
***
 
Begitulah gambaran kilang hayati pada perairan. Harapannya, pengetahuan mengenai kilang hayati pada perairan ini dapat membantu untuk mengurangi limbah produk dari perairan. Semoga implementasi kilang hayati pada perairan ini dapat menjadi nyata dan dikomersialkan di masa depan demi terlaksananya keberlanjutan lingkungan hidup.

Daftar Pustaka

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. (2015). Standar Nasional Indonesia: Rumput Laut Kering (SNI 2690-2015). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. (2015). Petunjuk Praktis Mengelola Pasca Panen Rumput Laut. Diakses dari http://www.djpb.kkp.go.id/arsip/c/265/PETUNJUK-PRAKTIS-MENGELOLA-PASCA-PANEN- pada 16 Mei 2021 pukul 21.00 WIB.

[DJPB] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. (2015). Cara Praktis Memanenan Rumput Laut yang memenuhi Standar Kualitas. Diakses dari http://www.djpb.kkp.go.id/index.php/arsip/c/261/CARA-PRAKTIS-MEMANENAN-RUMPUT-LAUT-YANG-MEMENUHI-STANDAR-KUALITAS/ pada 16 Mei 2021 pukul 21.00 WIB.

Abraha, B., Mahmud, A., Samuel, M., Yhdego, W., & Kibrom, S. (2017). Production of Fish Protein Hydrolysate from Silver Catfish (Arius thalassinus). MOJ Food Processing and Technology, 5(4), 329—335.

Kadam, U. K., Alvarez, C., Tiwari, B. K., O'Donnell, C. P. (2015). Processing of Seaweeds. In Seaweed Sustainability: Food and Non-Food Applications, (pp. 61—78). San Diego, USA: Academic Press.

Kim, J. K., Yarish, C., Hwang, E. K., Park, M., & Kim, Y. (2017). Seaweed aquaculture: cultivation technologies, challenges and its ecosystem services. Algae, 32(1), 1—13.

Medipally, S. R., Yusoff, F. M., Banerjee, S., & Shariff, M. (2015). Microalgae as sustainable renewable energy feedstock for biofuel production. BioMed research international, 2015, 1—13.