Selasa, 27 Desember 2022

Album-Album yang Membuat Perasaanku Campur Aduk

Rasanya tidak ingin membenci, tetapi tidak bisa menyukai.
Ini bernilai plus, tetapi ada yang minus.
Ini bukan paradoks, tetapi inilah kenyataannya.
Begitu seterusnya dengan segenap tapi-tapian lainnya. Kini, aku akan mengulas beberapa album yang tidak kubenci tetapi juga tidak kusukai. Perlu diingat bahwa dengan aku mengulas seperti ini bukan berarti album-album yang ada di daftar ini benar-benar jelekbeberapanya sangat bagus malahan. Aku menulis ini berdasarkan pendapat subjektifku saja. Toh, aku bukan kritikus musik atau pengulas ahli. Tidak menutup kemungkinan bahwa album-album di sini masih worth to binge-listening till the end. Semoga saja album-album ini membuat kalian tertarik untuk menambahkan mereka ke playlist kalian. Atau tidak? Jadi, mohon perhatikan ulasanku terhadap album-album ini.

The Colour and the Shape, Foo Fighters (1997)

Sebagai orang yang menyukai seni, judul dan desain kover albumnya membuatku tertarik. Aku pun sudah lama mengetahui bahwa Dave Grohl adalah drumer dan vokalis yang andal. Grup musiknya, baik Foo Fighters maupun Nirvana, adalah grup-grup yang menempati jajaran atas grup rok terbaik di dunia. Tidak heran kalau para pengulas bilang album ini bagus. Ini sebetulnya album yang bagus. Namun, ekspektasiku terhadap lagu-lagu di album ini terlalu tinggi ternyata. Sesungguhnya, aku menyukai narasi yang disuguhkan The Colour and the Shape, tetapi repetisi klimaks di album ini malah membuatku merasa ada yang kurang. Mungkin aku bosan? Kalau aku ibaratkan, rasanya bak meminum teh hitam yang kurang pekat dan kental. Masih bisa terasa enak, menyegarkan, dan meredakan dahaga, tetapi ada esensi yang hilang. Sayang sekali menurutku.
Lagu yang disukai: "Hey, Johnny Park!", "My Hero", dan "Everlong"
 
Because of the Times, Kings of Leon (2007)

Ini merupakan salah satu album terbaik Kings of Leon; para penggemar menggilainya dan para kritikus mengapresiasi album ini. Namun, aku, kok, tidak begitu suka, ya? Apa karena aku merasa tidak nyaman dengan lagu "Charmer" yang membuat Caleb Followill (vokalisnya) teriak-teriak tidak jelas? Oke, aku mengerti lagunya dimaksudkan untuk terdengar emosional. Apa karena lagu-lagu lainnya yang membuatku bosan selain lagu-lagu yang kusuka di album ini? Lagu yang cocok denganku di album ini hanya "On Call". Lagu-lagu lainnya enak didengar dengan komposisi dan aransemen yang menarik, tetapi tidak ada yang menyamai dan menyemai ketertarikan dan keterikatanku dengan lagu "On Call". Kesimpulannya, aku tahu mengapa Because of the Times membuat Kings of Leon menjadi salah satu grup musik terbaik Amerika dengan ciri khas southern USA ala koboi-koboian. Sayangnya, ini tidak terlalu masuk preferensiku.
Lagu yang disukai: "Knocked Out", "On Call", dan "Fans"
 
AFI (The Blood Album), AFI (A Fire Inside) (2017)

Aku juga tidak tahu mengapa album ini terdengar membosankan untukku, padahal konsepnya sangat bagus. Temanya sederhana, tetapi artistik, penuh dengan referensi warna. Oh, aku sebenarnya ingin menyukai album ini. Terutama karena album ini adalah salah satu album AFI yang dinilai tinggi oleh kritikus. Mungkin mendengarkan album ini laksana terlalu lama berada di galeri yang memamerkan karya-karya the blue period oleh Pablo Picasso. Bagus, tetapi kelu. Layaknya the blue period milik Pablo Picasso, AFI adalah the red period dari AFI yang dibawakan dengan segenap semangat sebagai milestone untuk album ke-10 mereka. Aku senang album ini bisa mencapai peringkat tinggi di banyak daftar album terbaik. Aku agak sedih saja karena butuh waktu lebih lama bagiku untuk menikmati AFI.
Lagu yang disukai: "Aurelia", "Snow Cats", dan "White Offerings"
 
Simulation Theory, Muse (2018)

Setelah mendengarkan album ini, aku paham mengapa pengulas dan kritikus tidak begitu menyukai album ini. Aku terkejut dengan pembukaannya, yaitu lagu "Algorithm" yang sangat di luar dugaanku karena beratnya penggunaan dubstep di lagu tersebut. Kekagetanku meningkat karena lagu "Propaganda" dan "Get Up and Fight" yang makin menjadi electronics dan dubstep-nya. Aku sama sekali tidak bilang kalau itu bukan lagu-lagu bagus, aku hanya dibuat bingung dengan mereka, begitu saja. Selain itu, aku tidak terbayang hal lain ketika mendengarkan album ini selain "serangan vampir dan zombi di dunia Matrix". Sepertinya, Muse berusaha mengulang tema sci-fi dan per-dubstep-an dari The 2nd Law, tetapi tidak sukses melampauinya. Oke, bahkan album "terburuk" Muse tidak bisa dibilang jelek karena ini dibuat dengan sangat rapi. Hanya saja, tidak banyak lagu yang aku sukai di sini. Satu poin plus dari album ini adalah palet warna-warna neon dari kover album ini yang memberikan kesan futuristik. (Kalau dibuat film, mungkin aku bakal lebih menikmatinya.)
Lagu yang disukai: "The Dark Side", "Break It to Me", dan "Dig Down"
 
amo, Bring Me the Horizon (2019)

Ini adalah album yang membuat BMTH disangka pindah haluan, padahal tidak (coba saja lihat Post Human). Masalahnya, meskipun berusaha untuk menjadi lebih mainstream, isi album ini tidak sepenuhnya generik. Mungkin aku bisa bilang kalaupun BMTH berusaha membuat lagu-lagu pop, lagu-lagunya masih terkesan eksperimental. Experimental pop jadinya. Ya, amo ini memang sangat berbeda dari album-album BMTH sebelumnya, terutama dari pemanfaatan musik elektronik dan per-dubstep-an. Aku menghargai eksperimen BMTH di album ini, aku pun masih bisa menikmati amo, tetapi ada beberapa hal di album ini yang miss dan kurang enak di telingaku. Seperti terlalu memaksakan aliran metalcore BMTH ke pop sehingga aku takut BMTH kehilangan ciri khas mereka. Yah, bukan album yang masuk daftar 10 besarku. Akan tetapi, banyak kritikus yang memuji album ini, jadi amo tidak sepenuhnya buruk untuk sebuah hasil eksperimen.
Lagu yang disukai: "nihilist blues", "wonderful life", dan "mother tongue"

***

Begitulah album-album yang membuat perasaanku campur aduk. Seperti yang kubilang, aku tidak membenci sekaligus tidak menyukai album-album ini. Kalau kalian penasaran, coba dengarkan album-album ini untuk mengetahui yang sebenarnya dan merasakan sendiri menurut kalian. Siapa tahu memang ada lagu dari album-album tersebut yang membuat kalian tertarik.

Bagaimana pendapat kalian? Apakah album-album ini adalah album-album yang bagus?

Senin, 17 Oktober 2022

Catatan di Hari Ini (17-10-2022)

Dosen salah satu mata kuliah meniadakan kelas hari ini. Seharusnya, hari ini jadi kesempatanku untuk menghemat ongkos pulang-pergi rumah-kampus, tetapi tidak, aku memutuskan untuk pergi berjalan-jalan. Baru saja aku mencoba melakukan sebuah "misi egois" yang tidak akan kuceritakan di sini, yang berakhir gagal sehingga aku melipir ke tempat-tempat lain. Jadi, aku hanya akan bercerita tentang ke mana aku pergi sehabis itu.

Pertama, aku pergi ke sebuah kafe kecil di Jl. Imam Bonjol. Aku tahu kafe ini dari seorang kenalanku yang suka ke sana. Aku masuk, bertanya kepada penjaganya, "Minuman yang bisa (disajikan) panas apa saja?" Penjaganya menjawab kopi, teh, dan coklat. Aku memesan matcha latte dan satu donat. Aku duduk di luar, pilihan yang salah karena bagian luar adalah smoking area (lagipula, di dalam juga sudah penuh). Akan tetapi, tempatku duduk jauh dari pelanggan-pelanggan lain. Matcha latte-ku datang dan aku cukup terhibur dengan latte art-nya yang bagus.


Sambil menghabiskan donat, aku mencoba membaca suatu bab buku untuk studi literatur "tugas akhir"-ku.


Setelah makanan dan minumanku habis, aku masih ingin berjalan-jalan. Aku pun pergi ke toko buku favoritku di Jl. Supratman. Yang pertama terlihat olehku adalah bagian komik. Aku langsung tertarik dengan sampul salah satu manga yang anime-nya pernah kutonton. Judulnya, dalam bahasa Jepang, adalah Watashi ga Motete Dousunda, yang diterjemahkan menjadi 'Kiss Him, Not Me' atau 'Boys, Please Kiss Him Instead of Me' atau harfiahnya 'What's the Point of Me Getting Popular?' Aku hanya bisa mendengus karena judul manga-nya setelah diterjemahkan ke bahasa Indonesia ini malah menjadi cheesy. Yah, bukan masalah, sih, karena masih masuk akal, sesuai dengan ceritanya (coba, deh, cari dan lihat premisnya. Menarik, kok), tetapi tetap saja agak ... gimanaaa gituch.


Kemudian, aku ke bagian buku puisi. Akhir-akhir ini, aku sedang ingin mempelajari puisi-puisinya Pak Joko Pinurbo, tetapi aku baru saja membeli buku puisinya Beni Satryo, jadi aku tidak akan membeli buku puisi lagi hari ini. Aku penasaran dengan kumpulan puisinya Pak Jokpin yang berjudul Telepon Genggam ini. Mengapa ada dua versi? Mengapa yang satu tebal, satu laginya tipis? Padahal harganya sama, penerbitnya sama, dan sampul bukunya juga masih sama (walau dengan gradasi warna yang sedikit berbeda). Apakah isinya berbeda? Seberapa berbeda? Aku tidak bisa melihat isinya karena semuanya dibungkus plastik dan aku tidak sebandel itu untuk membuka plastiknya. Jadi, siapa pun yang tahu dan pernah baca, tolong beri tahu, ya. T-T




(UPDATE 11-11-2022)

Setelah menemukan ada buku-bukunya yang terbuka plastiknya, ternyata bedanya hanya di jenis kertas yang dipakai. Salah satu, yang sampulnya lebih banyak gradasi merahnya, memakai kertas yang lebih tebal dan kaku. Meski jumlah halaman dan ukuran tulisannya sama, itu memengaruhi ketebalan bukunya secara keseluruhan.

Terakhir, aku menemukan satu buku lagi yang menarik perhatianku, yaitu Atuy Galon. Sebagai pengguna Twitter, aku tahu kisah tentang Atuy Galon yang membalas pesan datar-datar tetapi lawak. Yang aku suka dari sampulnya adalah si Atuy yang digambarkan lucu dan imut begini. Aku angkat topi untuk ilustrator sampulnya.


Akhirnya, aku ingin pulang. Aku memesan ojol. Bapak pengemudi ojol sempat salah jalan karena belum pernah ke daerah tempat tinggalku sebelumnya. Namun, aku sampai juga di rumahku. Kalau tidak, aku belum tentu memublikasikan catatanku ini lebih cepat, hehehe.

Sudah. Begitu saja. Peace.

Minggu, 02 Oktober 2022

Music Video Clips That Are Aesthetically Pleasing

So, I wrote something about Coldplay's Speed of Sound music video clip and Snow Patrol's Just Say Yes music video clip that are alike here (in Indonesian). I found that both are mesmerizing with their lamp light effects. I found more music video clips that are mesmerizing too with lamp light effects and I compiled them in this tweet below.

 

Other than those, I want to add more about music video clips that are pleasing to the eyes (still with a warning for those who have epilepsy). Here are the music video clips I came up with in chronological order.


Blur - The Universal (1995)


Blur took inspiration from Stanley Kubrick's A Clockwork Orange. I like that the colour palette of the MV consists of blue, red, orange (duh!), and mostly white, some contrasting colours in many shades that blend in harmony in the MV. Of course, younger Blur personnel also offer some delights.


Savage Garden - I Want You (1996)


I just love the futuristic theme and an old-school feeling blended in this MV. Also, the human interface thing reminds me of that experiment in A Clockwork Orange. Another Kubrick-y one.


Oasis - Don't Go Away (1997)


The song itself brings the best from Liam Gallagher and his voice. So does the MV. The MV's concept is creative, the colours are stunning, Liam Gallagher looks gorgeous, and all of them successfully create a complex emotion. Both the song and the MV are great.


The White Stripes - Seven Nation Army (2003)


Less is more. Simplicity is the best. Any praises that you have for this MV, just say it outright before you get attacked by the seven nation army, or more.


Franz Ferdinand - Take Me Out (2004)


Franz Ferdinand, dadaism, and 1st World War references. What's not a whole package? Besides, we know that war is something cold, but this MV uses some rather warm colours to create a vintage feeling.


Blink-182 - I Miss You (2004)


Ah yes, this is the eponymous long-distance relationship anthem. But, we can't ignore that the MV is charming as well. The MV gives us that longing and solemn atmosphere. I heard that this MV was nominated for "the best music video clip" in some awards, but I'm not sure because I can't find any trusted sources. So, please correct me.


Owl City - Fireflies (2009)


Aside from the meme, this song, this MV, and Adam Young are pretty good. Everything about the MV, like the concept, the theme, the littering and loitering toys, brings a comfortable, fun childhood memory. I would not believe that this song was performed by only one person.


Muse - Undisclosed Desires (2009)


The video is simple. It's only Muse personnel playing and a dancer dancing in the same room (different locations). But, the equipment around them makes it fancy. Not to mention the dancer's choreography.


Super Junior - No Other (2010)


It's rare to include a K-pop song here, but this will do. The vibe and colours from this MV are warm and fuzzy like they will always soothe you. Yes, the members also bring the appeal by doing what they do in the MV. They can dance gracefully and their wardrobe is impressive, especially in this MV.


fun. - Walking the Dogs (2010)


Maybe I should especially add the seizure warning for this MV because of the flashing lights and the contrasting colours. But, this MV is still a fun watch. Don't forget to walk your dog also.


Linkin Park - Waiting for the End to Come (2010)


One of the commenters on YouTube said that every second of this MV is wallpaper-able. I couldn't agree more. Of course, it will adorn our computer's desktop.


Thirty Seconds to Mars - Up in the Air (2013)


30STM got many challenging themes in their MVs including this one. This MV is like an art project got exhibited in a renowned art gallery, and it's very beautiful + artistic. I've just known that Jared Leto was in Visual Arts major, so there's that to the MV.


Chvrches - Lies (2013)


Watching this MV is like a terrestrial space odyssey. I do love Stanley Kubrick's movies, and this MV reminds me of them. The shoots, every scene, in the video are excellent.


OneRepublic - Love Runs Out (2014)


You'll just know that this is a hidden, visual and auditory, gem. We do love energetic songs and MVs! Just for this time, our love won't run out.

Besides this, I also reviewed another OneRepublic's MV, Wherever I Go, here (in Indonesian). It's one of my favourite MVs because it's a good one too.


Taylor Swift - Style (2015)


It's cinematic, aesthetic, sensual, yet calming. Yes, this MV and Taylor Swift really describe what 'style' is. I mean, she is grace, she is beauty, she is Taylor Swift, she'll never go out of style.


Coldplay - Up&Up (2016)


This MV is a play on perspective and it's very fun. Coldplay sure explored surrealist themes for their MV. They executed it quite beautifully too.

I think many Coldplay's MVs are pleasant to watch. My other recommendations: The Scientist, Viva La Vida, Strawberry Swing, Lovers in Japan, Every Teardrop is a Waterfall, and Paradise. (Please tell me if any others become your favourites.)


Sheryl Sheinafia, Rizky Febrian, & Chandra Liouw - Sweet Talk (2017)


This MV is unique because you can watch it vertically. It's also a play on perspective. We can see that this MV is creatively made and relatable because we can't be far from social media nowadays, right?


5 Seconds of Summer - Want You Back (2018)


Yeah, these are our favourite Australian boys playing their instruments in some confusing, rotating, colourful square rooms for each of them. The song and the MV are dance-y and will make you dance, do the dance-y dance. I think that's the purpose of the MV. It will be fun, though, trust me.

Other 5 Seconds of Summer's MVs that I found aesthetic: Valentine, Teeth, and Wildflower.


Meg Myers - Numb (2018)


You'll love the cinematography and the narrative from this MV. It's also Kubrick-y (pt. 4).


Kings of Convenience - Rocky Trail (2021)


For the closure, I want to show the comeback of the Kings. I adore the warm and colourful tone from this MV, it's giving the Scandinavian vibe away. The house where this MV was shot seems cosy it makes me want to join the cosiness.


***


That's all, folks. I hope you enjoy this review. If you have your favourite aesthetically pleasing music video clips, you can share them with us. Thank you for reading!

Sabtu, 17 September 2022

Lelaki Tipeku

Bolehkah aku mengenalmu? Menyapamu saat di jalan? Memanggilmu ketika aku membutuhkanmu?

Alunan lagu "Taste in Men" dari Placebo berputar-putar di telingaku. Ini adalah salah satu lagu Placebo favoritku karena cukup enak didengar, tetapi materi lagunya sendiri terlalu berat untuk aku rekomendasikan ke orang lain, terutama ke lelaki yang kusuka. Yah, aku agaknya bakal menyembunyikan fakta bahwa aku penggemar musik rok meskipun mereka, sih, bisa terima-terima saja.

Itu juga yang menjadi masalahku. Ada lelaki yang aku suka yang juga menikmati lagu rok. Aku berusaha untuk menjembatani percakapan tentang lagu-lagu rok dan grup yang bisa jadi kami berdua sukai dengannya. Tapi, kapan? Dan pertanyaannya selalu: "Kapan?"

Aku ini orang yang pemalu, tetapi aku suka mengobrol dengan orang lain. Kenyataannya, aku tidak butuh tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk memulai obrolan dengan orang lain. Justru, ketika aku sedang merasa rendah-rendahnya, saat itu juga aku perlu mengobrol dengan orang lain agar aku bangkit lagi serta tahu "mengapa" dan "bagaimana" dalam menjalani hidup. Ada saat di mana aku merasa percaya diri, ada juga yang tidak. Nah, apa sebenarnya yang menghalangiku mengobrol dengan lelaki yang kusuka baik di saat aku percaya diri maupun di saat aku sedang tidak percaya diri? Aku harusnya bisa mengobrol di antara kedua waktu itu, bukan?

Begini, berdasarkan pengalamanku, waktu adalah elemen yang amat penting dalam sistem cinta. Waktu punya kekuatan untuk mengatur arah gerak ke mana keseluruhan sistem akan menuju. Kalau waktunya tidak tepat, ya, bisa hancur sistem cintanya. Mungkin aku trauma? Karena pernah satu-dua kali sistem cinta yang kubangun hancur? Yah, bukan hanya sebab masalah waktu, sih. Aku memang pernah gagal, maka aku mau belajar lebih banyak lagi.

Bagaimana caranya agar aku tahu kapan aku bisa mengobrol dengannya?

Toh, aku tahu apa yang harus kukatakan.

Aku ingin bilang kepada lelaki yang kusukai, "Bahwasannya kamu keren, kamu lucu, kamu pintar, itulah dirimu. Kamu adalah pemimpin. Aku menyukai kepemimpinanmu, tapi ada aspek-aspek lain yang ingin aku suka. Makanya, aku akan sangat menikmati berbincang denganmu agar aku paham dan mengerti. Karena kamulah lelaki tipeku. Aku menghormatimu, pasti. Jadi, bagaimana kalau kita mengobrol berdua saja? Kapan?"

Di saat tulisan ini selesai, aku masih mencari tahu caranya.

#KronikKepemimpinan

Sabtu, 10 September 2022

Sekuel Catatan Iseng Album-album Lagu Barat ...

Sebelumnya, aku telah menulis 15 album worth to binge-listening di sini dan sebaiknya kalian membaca yang pertama terlebih dahulu. Sekarang, aku ingin menambah daftar album-album yang enak untuk didengarkan dari awal sampai akhir sebanyak 15 album. Jadi, langsung saja untuk melanjutkan membaca.
(Mohon lanjutkan, biarkan Bill Clinton menikmati sendiri album-albumnya.)

  • The 2nd Law, Muse (2012)

Beberapa penggemar Muse mungkin tidak begitu menyukai album ini karena terdengar terlalu elektronik, padahal itulah esensi dari masa-masa eksperimental Muse. Ada dua alasan untuk mendengarkan album ini: 1) Kalian sedang bingung saat belajar termodinamika, dan 2) Kalian sedang patah hati. (Oke, untuk alasan kedua, aku mengarang karena kebetulan aku pribadi sedang patah hati saat mencoba mengulas album ini.) Namun, sekalipun album ini tampak serius, sebenarnya ini merupakan album yang menyenangkan, full of fun. Memang, ada bagian yang membuat patah hati, yaitu pada lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Chris Wolstenholme, basis Muse, setelah mengalami penanganan mengatasi alkoholisme. Sekali lagi, mendengarkan The 2nd Law bisa menjadi sarana belajar yang menyenangkan.

  • Symphony Soldier, The Cab (2011)

Symphony Soldier penuh dengan lirik yang kreatif tentang perang, cinta, perjuangan, dan kepercayaan. Mendengarkan Symphony Soldier seperti merasakan sendiri menjadi malaikat di film City of Angels yang dibintangi Nicholas Cage dan Meg Ryan, hanya saja lebih berkonteks pada keadaan perang. Mungkin yang paling dikenal dari album ini adalah lagu "Angel with a Shotgun" yang dijadikan versi nightcore. Makanya, akan lebih lengkap rasanya kalau bisa mendengarkan semua lagu di album ini.
 
  • Go, Jónsi (2010)

Jika kalian menyukai suasana ambient, album Go dari Jónsi ini bisa menemani dari awal sampai akhir. Cocok untuk didengarkan saat bekerja karena dapat membuat bersemangat sekaligus tenang dan fokus. Lirik dari lagu-lagunya sendiri memang memotivasi (dan lumayan untuk belajar bahasa Islandia). Beberapa lagu dari album ini menjadi soundtrack film We Bought a Zoo.

  • Danger Days: The True Lives of the Fabulous Killjoys, My Chemical Romance (2010)

My Chemical Romance memang jagonya menyusun cerita dalam concept albums mereka, tidak terkecuali Danger Days ... ini. Berkisah tentang para Killjoys yang melawan sebuah perusahaan jahat di dystopian future California. Tiap lagu menggambarkan petualangan dan perjuangan para Killjoys untuk mencegah teror dan "kontaminasi" yang disebabkan perusahaan jahat tersebut. Gerard Way membuat komik khusus yang memaparkan kisah para Killjoys sebagai pelengkap album ini.

  • Riot on an Empty Street, Kings of Convenience (2004)

Bagi yang suka akustikan, aku merekomendasikan Kings of Convenience, terutama album ini. Riot on an Empty Street menyajikan cerita slice-of-life yang relatable dari lagu-lagunya. Ya, satu lagi album yang bisa didengarkan saat bekerja. Namun, aku tidak sepenuhnya menjamin kalian menjadi makin bersemangat, yang ada mungkin kalian malah menangis.

***

Selain Top 5 (tanpa urutan ordinal, hanya daftar) tadi pada post ini, aku bakal menambahkan 10 album lagi dengan deskripsi singkat.
  • We Don't Need to Whisper, Angels & Airwaves (2006)
Sebagai album pertama, We Don't Need to Whisper ini bisa dibilang prekuel dari I-Empire. We Don't Need to Whisper adalah petualangan yang memulai segalanya bagi Angels & Airwaves.
  • Death of a Bachelor, Panic! At the Disco (2016)
Death of a Bachelor merupakan usaha Brendon Urie mempertahankan grup musiknya dengan menjadi one man band. Meskipun sendirian, Brendon Urie berhasil membuat album ini layak dinikmati tanpa terputus-putus.
  • The Resistance, Muse (2009)
Penggemar cerita 1984 karangan George Orwell pasti akan menyukai album ini karena album ini disusun berdasarkan kisah tersebut. Tidak ada salahnya kalaupun ingin mendengar album ini secara santai. Dapat dipastikan bahwa Muse membuat album ini dengan sepenuh hati dan niat beserta inspirasi dari musik-musik klasik yang kental dalam The Resistance.
  • 35xxxv, ONE OK ROCK (2015)
ONE OK ROCK merupakan grup musik dari Jepang, tetapi mereka mulai dikenal lebih luas lagi dengan album ini. Terdapat dua edisi dari album ini, edisi standar dengan lagu-lagu berbahasa campur Inggris dan Jepang serta edisi mewah (deluxe) dengan lagu yang seluruhnya berbahasa Inggris yang ditargetkan untuk pendengar internasional. Keduanya menarik untuk didengarkan. (Kiri: Standar, Kanan: Deluxe)
  • Thick as Thieves, The Temper Trap (2016)
I dare say, this is Australian's finest indie band. The Temper Trap selalu punya cara unik dalam songwriting dan mengaransemen lagu mereka, terlebih pada album Thick as Thieves ini, dengan memanfaatkan materi yang tersedia. Tidak akan ada yang bisa disesali dari mendengarkan album ini selama sekitar 45 menit.
  • So Wrong, It's Right, All Time Low (2007)
Mendengarkan album ini seperti menjadikan pop punk American dreams nyata. Pergi merantau atau menetap di kota, tetap akan ada masalah atau petualangan yang harus dihadapi.
  • On Your Side, A Rocket to the Moon (2009)
Kalau butuh lagu-lagu yang melatari ketika gagal dalam romansa, silakan putar dengan volume penuh keseluruhan album ini. (Hanya sekitar 38 menit, kok.)
  • Sempiternal, Bring Me the Horizon (2013)
This is Sempiternal! Album ini memiliki narasi yang solid di tiap lagunya ataupun sebagai kesatuan album yang utuh. Cocok untuk didengarkan ketika nge-gym dari pemanasan peregangan hingga pendinginan.
  • AM, Arctic Monkeys (2013)
Nama albumnya sendiri bisa berarti banyak hal. 1) AM adalah singkatan dari Arctic Monkeys, 2) AM diambil dari amplitudo modulation (modulasi amplitudo) pada gelombang (radio), yaitu teknik mengubah amplitudo gelombang tanpa mengubah frekuensinya, makanya kover albumnya adalah gambar gelombang AM (dengan tepat di bagian tengah gelombang ada bentukan seperti huruf A dan M), dan 3) AM dapat berarti ante meridiem atau after midnight karena lagu-lagu pada albumnya memang menggambarkan kehidupan dari tengah malam hingga dini hari menjelang pagi. Begitulah dengan cerita yang ada pada AM dari awal hingga akhir yang Arctic Monkeys sajikan secara kreatif tetapi simpel. Meskipun bukan space rock, mendengarkan AM membawa kita mengangkasa. Ingin bersemangat? Dengarkan AM. Sedang lelah dan mau istirahat? Dengarkan AM juga.
  • Some Nights, fun. (2012)
Album yang sangat dikenal pada tahun 2010-an. Bahkan album ini mengubah persepsi para personel fun. yang tadinya tidak ingin menjadikan album ini sebuah concept album hanya dalam 'beberapa malam' saja.
 
***
 
Seperti pada post yang sebelumnya, aku tekankan bahwa rekomendasiku ini unreliable karena aku bukan ahli dalam mengulas sesuatu, aku sangat subjektif. Jika kalian punya album kesayangan kalian yang kalian suka dengarkan dari awal hingga akhir, boleh saja berbagi. Tentu aku juga mengharapkan segala masukan dari kalian. Buh-bye!
(Sudah, biarkan saja dia!)
(Kalau mau coba, bisa di billclintonswag.com.)

***

Oke, aku tambahkan 5 album lagi karena aku tidak tahan kalau meninggalkan kelima ini. Silakan dengarkan jika tertarik. Berikut kelima album tambahannya:
  • Blink-182 (untitled), Blink-182 (2003)
  • Under the Iron Sea, Keane (2006)
  • Only by the Night, Kings of Leon (2008)
  • American Beauty/American Psycho, Fall Out Boy (2015)
  • That's the Spirit, Bring Me the Horizon (2015)
 

Minggu, 07 Agustus 2022

Pesan Untukmu

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tahukah kamu mengapa suatu pesan selalu diawali dengan salam?

Kata 'selamat' di bahasa Indonesia diturunkan dari kata 'salam' dalam bahasa Arab. Mengucapkan salam berarti mengharapkan keselamatan untuk orang yang mana pesan tersebut ditujukan. Keselamatan itu penting, lho, di dunia yang mengandung banyak mara bahaya ini. Tanpa keselamatan, bagaimana pesan itu bisa sampai? Tanpa keselamatan, bagaimana kamu akan membaca tulisanku ini?

Ya, aku mengharapkan keselamatan bagimu. Dan, ya, aku punya pesan untukmu. Dalam bahasa Indonesia (meski bahasa Inggris adalah bahasa dunia secara global). "Mengapa?" Karena aku orang Indonesia dan bahasa Indonesia adalah bahasa ibuku. Omong-omong soal ibu, aku jadi ingin tahu kabar ibumu, lalu ayahmu, lalu keseluruhan keluarga dan teman-temanmu, tetapi mari kita simpan itu untuk lain waktu. (Toh, aku mengharapkan keselamatan untuk mereka juga.)

Oke, sudah basa-basinya. Ada hal yang mau aku tanyakan. Menurutmu, apa yang membuat manusia melanjutkan hidup? Apakah cita-cita? Apakah mimpi? Banyak motivator yang bilang kalau mimpi adalah bahan bakar seseorang melakukan sebuah pekerjaan, menebarkan manfaat, dan mendapatkan kekayaan. Kalau begitu, apakah mimpi sudah terlalu diglorifikasi? Dan setelah suatu mimpi terwujud, apakah kita berhenti bermimpi? Atau ada mimpi baru? Mimpi yang lain?

Apakah itu adalah orang yang tersayang? Kalau orang yang tersayang itu tiada, apakah kamu akan tiada juga? Apakah kamu akan berhenti melanjutkan hidup? Apakah kamu akan merasa sendirian? Merasa kesepian? Merasa tidak punya siapa-siapa lagi? Manusia-manusia sebenarnya saling membutuhkan, bukan?

Aku baru saja mendengarkan dua lagu Indonesia, Apatis dan Separuh Aku. Dunia penuh ke-random-an berupa, katakanlah, jurang-jurang bahaya berkeliaran dan padang rumput hijau yang bahkan tidak terhampar seperti di lagu Apatis. Akan tetapi, di sinilah kita, masih hidup hingga saat ini. Mau bagaimana pun, kita harus melewatinya. Agar kita bisa melewatinya, ada satu orang yang wajib kita rangkul: diri kita sendiri. Diri kita memiliki kecenderungan untuk mencari apa pun yang mampu membuat kita merasa lengkap seolah-olah melengkapi separuh dirinya. Bisa jadi cinta, bisa jadi cita-cita. Jika diri ingin merasa lengkap, kita wajib mengenal diri sendiri sehingga kita tidak seperti orang yang sudah dibelah separuh, kehilangan setengah bahkan hingga keseluruhan esensi. Meskipun tampak demikian, dengan mengenal diri, kita tidak akan pernah sendirian. Cukup dengan membuka mata, menghadapi dan menantang dunia, merefleksikan kesalahan kita, dan belajar berwibawa. Selanjutnya, terserah bagaimana kita berjuang mewujudkan mimpi selama itu membuat kita, para manusia, berkembang dan menjadi makin baik.

Tidak apa-apa jika kamu tidak punya mimpi.

Dan jika kamu punya mimpi dan tidak mau memberitahuku atau siapa pun, itu pun tidak apa-apa—asalkan kamu menuliskannya di suatu tempat untukmu sendiri. Menulis ekuivalensinya mengukir doa.

Mungkinkah melengkapi diri sudah merupakan sebuah mimpi itu sendiri, yang menjadi bahan bakar, yang membuat kita bersemangat hidup? Aku menawarkan pertanyaan atau pernyataan ini untuk kita pikirkan.

Kehidupan ini sesungguhnya indah. Aku senang kamu hidup saat ini, di kehidupan ini. Tidak perlu bermimpi terlalu tinggi, tidak perlu keras-keras berusaha. Hanya hidup. Aku merasa senang bahwa kamu membaca tulisanku sampai sini saat ini juga.

Aku tidak mengharuskanmu melakukan atau memfavoritkan sesuatu di atas hal lainnya. Kehidupan adalah belajar tentang keseimbangan. Hal-hal yang berlawanan dan sangat berbeda ternyata saling melengkapi dan saling membutuhkan. Bisa jadi, satu tiada, semua pun tiada. Ada yin, ada yang. Ada cahaya, ada bayangan. Ada terang dan gelap. Besar dan kecil. Cepat dan lambat. Teratur dan kacau. Panjang dan pendek. Dan masih banyak lagi. Menyeimbangkan aspek-aspek berlawanan, terutama dalam diri, bisa membantu untuk mengenal diri sendiri. Kamu akan menyayangi kelebihan dan kekuranganmu, kekuatan dan kelemahanmu, menerima dirimu sendiri karena dirimu adalah hal esensial yang kamu punya untuk melanjutkan hidup.

Sekarang, mungkin kamu bertanya-tanya "Siapa kamu?" Siapa sebenarnya diriku ini? Siapa aku yang secara semena-mena kini sedang mendoakan dan menyemangatimu? Itu, aku sendiri masih ingin mencari jawabannya. Namun, aku yakin aku akan menemukannya. Kalau kamu juga sedang mencari tahu, aku yakin kita sudah setengah jalan. Kita pasti bisa. Trust me! Percayalah!

Kita temukan diri kita masing-masing sebelum kita saling menemukan satu sama lain. Oke?

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga kamu selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa.