Minggu, 07 Agustus 2022

Pesan Untukmu

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tahukah kamu mengapa suatu pesan selalu diawali dengan salam?

Kata 'selamat' di bahasa Indonesia diturunkan dari kata 'salam' dalam bahasa Arab. Mengucapkan salam berarti mengharapkan keselamatan untuk orang yang mana pesan tersebut ditujukan. Keselamatan itu penting, lho, di dunia yang mengandung banyak mara bahaya ini. Tanpa keselamatan, bagaimana pesan itu bisa sampai? Tanpa keselamatan, bagaimana kamu akan membaca tulisanku ini?

Ya, aku mengharapkan keselamatan bagimu. Dan, ya, aku punya pesan untukmu. Dalam bahasa Indonesia (meski bahasa Inggris adalah bahasa dunia secara global). "Mengapa?" Karena aku orang Indonesia dan bahasa Indonesia adalah bahasa ibuku. Omong-omong soal ibu, aku jadi ingin tahu kabar ibumu, lalu ayahmu, lalu keseluruhan keluarga dan teman-temanmu, tetapi mari kita simpan itu untuk lain waktu. (Toh, aku mengharapkan keselamatan untuk mereka juga.)

Oke, sudah basa-basinya. Ada hal yang mau aku tanyakan. Menurutmu, apa yang membuat manusia melanjutkan hidup? Apakah cita-cita? Apakah mimpi? Banyak motivator yang bilang kalau mimpi adalah bahan bakar seseorang melakukan sebuah pekerjaan, menebarkan manfaat, dan mendapatkan kekayaan. Kalau begitu, apakah mimpi sudah terlalu diglorifikasi? Dan setelah suatu mimpi terwujud, apakah kita berhenti bermimpi? Atau ada mimpi baru? Mimpi yang lain?

Apakah itu adalah orang yang tersayang? Kalau orang yang tersayang itu tiada, apakah kamu akan tiada juga? Apakah kamu akan berhenti melanjutkan hidup? Apakah kamu akan merasa sendirian? Merasa kesepian? Merasa tidak punya siapa-siapa lagi? Manusia-manusia sebenarnya saling membutuhkan, bukan?

Aku baru saja mendengarkan dua lagu Indonesia, Apatis dan Separuh Aku. Dunia penuh ke-random-an berupa, katakanlah, jurang-jurang bahaya berkeliaran dan padang rumput hijau yang bahkan tidak terhampar seperti di lagu Apatis. Akan tetapi, di sinilah kita, masih hidup hingga saat ini. Mau bagaimana pun, kita harus melewatinya. Agar kita bisa melewatinya, ada satu orang yang wajib kita rangkul: diri kita sendiri. Diri kita memiliki kecenderungan untuk mencari apa pun yang mampu membuat kita merasa lengkap seolah-olah melengkapi separuh dirinya. Bisa jadi cinta, bisa jadi cita-cita. Jika diri ingin merasa lengkap, kita wajib mengenal diri sendiri sehingga kita tidak seperti orang yang sudah dibelah separuh, kehilangan setengah bahkan hingga keseluruhan esensi. Meskipun tampak demikian, dengan mengenal diri, kita tidak akan pernah sendirian. Cukup dengan membuka mata, menghadapi dan menantang dunia, merefleksikan kesalahan kita, dan belajar berwibawa. Selanjutnya, terserah bagaimana kita berjuang mewujudkan mimpi selama itu membuat kita, para manusia, berkembang dan menjadi makin baik.

Tidak apa-apa jika kamu tidak punya mimpi.

Dan jika kamu punya mimpi dan tidak mau memberitahuku atau siapa pun, itu pun tidak apa-apa—asalkan kamu menuliskannya di suatu tempat untukmu sendiri. Menulis ekuivalensinya mengukir doa.

Mungkinkah melengkapi diri sudah merupakan sebuah mimpi itu sendiri, yang menjadi bahan bakar, yang membuat kita bersemangat hidup? Aku menawarkan pertanyaan atau pernyataan ini untuk kita pikirkan.

Kehidupan ini sesungguhnya indah. Aku senang kamu hidup saat ini, di kehidupan ini. Tidak perlu bermimpi terlalu tinggi, tidak perlu keras-keras berusaha. Hanya hidup. Aku merasa senang bahwa kamu membaca tulisanku sampai sini saat ini juga.

Aku tidak mengharuskanmu melakukan atau memfavoritkan sesuatu di atas hal lainnya. Kehidupan adalah belajar tentang keseimbangan. Hal-hal yang berlawanan dan sangat berbeda ternyata saling melengkapi dan saling membutuhkan. Bisa jadi, satu tiada, semua pun tiada. Ada yin, ada yang. Ada cahaya, ada bayangan. Ada terang dan gelap. Besar dan kecil. Cepat dan lambat. Teratur dan kacau. Panjang dan pendek. Dan masih banyak lagi. Menyeimbangkan aspek-aspek berlawanan, terutama dalam diri, bisa membantu untuk mengenal diri sendiri. Kamu akan menyayangi kelebihan dan kekuranganmu, kekuatan dan kelemahanmu, menerima dirimu sendiri karena dirimu adalah hal esensial yang kamu punya untuk melanjutkan hidup.

Sekarang, mungkin kamu bertanya-tanya "Siapa kamu?" Siapa sebenarnya diriku ini? Siapa aku yang secara semena-mena kini sedang mendoakan dan menyemangatimu? Itu, aku sendiri masih ingin mencari jawabannya. Namun, aku yakin aku akan menemukannya. Kalau kamu juga sedang mencari tahu, aku yakin kita sudah setengah jalan. Kita pasti bisa. Trust me! Percayalah!

Kita temukan diri kita masing-masing sebelum kita saling menemukan satu sama lain. Oke?

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga kamu selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar