Senin, 17 Oktober 2022

Catatan di Hari Ini (17-10-2022)

Dosen salah satu mata kuliah meniadakan kelas hari ini. Seharusnya, hari ini jadi kesempatanku untuk menghemat ongkos pulang-pergi rumah-kampus, tetapi tidak, aku memutuskan untuk pergi berjalan-jalan. Baru saja aku mencoba melakukan sebuah "misi egois" yang tidak akan kuceritakan di sini, yang berakhir gagal sehingga aku melipir ke tempat-tempat lain. Jadi, aku hanya akan bercerita tentang ke mana aku pergi sehabis itu.

Pertama, aku pergi ke sebuah kafe kecil di Jl. Imam Bonjol. Aku tahu kafe ini dari seorang kenalanku yang suka ke sana. Aku masuk, bertanya kepada penjaganya, "Minuman yang bisa (disajikan) panas apa saja?" Penjaganya menjawab kopi, teh, dan coklat. Aku memesan matcha latte dan satu donat. Aku duduk di luar, pilihan yang salah karena bagian luar adalah smoking area (lagipula, di dalam juga sudah penuh). Akan tetapi, tempatku duduk jauh dari pelanggan-pelanggan lain. Matcha latte-ku datang dan aku cukup terhibur dengan latte art-nya yang bagus.


Sambil menghabiskan donat, aku mencoba membaca suatu bab buku untuk studi literatur "tugas akhir"-ku.


Setelah makanan dan minumanku habis, aku masih ingin berjalan-jalan. Aku pun pergi ke toko buku favoritku di Jl. Supratman. Yang pertama terlihat olehku adalah bagian komik. Aku langsung tertarik dengan sampul salah satu manga yang anime-nya pernah kutonton. Judulnya, dalam bahasa Jepang, adalah Watashi ga Motete Dousunda, yang diterjemahkan menjadi 'Kiss Him, Not Me' atau 'Boys, Please Kiss Him Instead of Me' atau harfiahnya 'What's the Point of Me Getting Popular?' Aku hanya bisa mendengus karena judul manga-nya setelah diterjemahkan ke bahasa Indonesia ini malah menjadi cheesy. Yah, bukan masalah, sih, karena masih masuk akal, sesuai dengan ceritanya (coba, deh, cari dan lihat premisnya. Menarik, kok), tetapi tetap saja agak ... gimanaaa gituch.


Kemudian, aku ke bagian buku puisi. Akhir-akhir ini, aku sedang ingin mempelajari puisi-puisinya Pak Joko Pinurbo, tetapi aku baru saja membeli buku puisinya Beni Satryo, jadi aku tidak akan membeli buku puisi lagi hari ini. Aku penasaran dengan kumpulan puisinya Pak Jokpin yang berjudul Telepon Genggam ini. Mengapa ada dua versi? Mengapa yang satu tebal, satu laginya tipis? Padahal harganya sama, penerbitnya sama, dan sampul bukunya juga masih sama (walau dengan gradasi warna yang sedikit berbeda). Apakah isinya berbeda? Seberapa berbeda? Aku tidak bisa melihat isinya karena semuanya dibungkus plastik dan aku tidak sebandel itu untuk membuka plastiknya. Jadi, siapa pun yang tahu dan pernah baca, tolong beri tahu, ya. T-T




(UPDATE 11-11-2022)

Setelah menemukan ada buku-bukunya yang terbuka plastiknya, ternyata bedanya hanya di jenis kertas yang dipakai. Salah satu, yang sampulnya lebih banyak gradasi merahnya, memakai kertas yang lebih tebal dan kaku. Meski jumlah halaman dan ukuran tulisannya sama, itu memengaruhi ketebalan bukunya secara keseluruhan.

Terakhir, aku menemukan satu buku lagi yang menarik perhatianku, yaitu Atuy Galon. Sebagai pengguna Twitter, aku tahu kisah tentang Atuy Galon yang membalas pesan datar-datar tetapi lawak. Yang aku suka dari sampulnya adalah si Atuy yang digambarkan lucu dan imut begini. Aku angkat topi untuk ilustrator sampulnya.


Akhirnya, aku ingin pulang. Aku memesan ojol. Bapak pengemudi ojol sempat salah jalan karena belum pernah ke daerah tempat tinggalku sebelumnya. Namun, aku sampai juga di rumahku. Kalau tidak, aku belum tentu memublikasikan catatanku ini lebih cepat, hehehe.

Sudah. Begitu saja. Peace.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar