Minggu, 23 Mei 2021

Kilang Hayati Terintegrasi: Tiga Jenis Tanaman

Materi Mata Kuliah PP3103 Teknologi Kilang Hayati


Indonesia kaya akan sumber daya hayati seperti bermacam-macam flora. Flora di Indonesia memiliki berbagai fungsi untuk pangan, papan, dan sandang. Flora-flora mengandung lignoselulosa, yakni komponen organik yang menyusun struktur tanaman. Lignoselulosa merupakan sumber daya alam yang terbarukan. Dalam industri, lignoselulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biomassa yang memiliki potensi dan nilai manfaat yang sangat tinggi. Akan tetapi, dalam proses pemanfaatannya terdapat banyak limbah yang terbuang, padahal lmbah-limbah dari pemrosesan masih banyak mengandung lignoselulosa. Tidak adanya pengolahan yang baik terhadap limbah menyebabkan sumber daya yang berpotensi tersebut terbuang dan terdegradasi secara percuma dalam tempat pembuangan. Maka dari itu, dibutuhkan suatu sistem terintegrasi yang dapat dibuat untuk memperkecil adanya limbah yang dihasilkan oleh suatu pemrosesan tanaman menjadi produk utama. Sistem terintegrasi tersebut terdiri daei mata-mata proses yang disebut integrated industrial biorefinery chains. Integrated industrial biorefinery chains adalah rantai keseluruhan dari industri yang mengolah lignoselulosa secara penuh dengan pengolahan yang terpisah atau terpusat. Inti kegiatan tersebut adalah pengilangan biomassa dan kunci kegiatan adalah teknologi konversi bahan baku biomassa. Sistem yang terintegrasi juga dapat membantu untuk menurunkan kebutuhan energi dalam suatu proses. Tentunya, sistem kilang hayati industri (industry biorefinery) ini perlu memaksimalkan nilai produk yang dihasilkan dari limbah industri lignoselulosa dan menerapkan prinsip zero waste. Adanya suatu sistem industri yang terintegrasi dan kilang hayati industri diharapkan mampu untuk menjawab kebutuhan Indonesia akan pengoptimalan penggunaan sumber daya alam yang ada.

Sebagai negara tropis yang dihuni beragam jenis tanaman penghasil lignoselulosa, kita perlu mengenal juga macam tanaman yang akan dimanfaatkan agar mengetahui proses kilang hayati yang dibutuhkan. Kilang hayati lignoselulosa terintegrasi diperlukan karena biomassa lignoselulosa sulit untuk digunakan secara langsung dan rute produksi yang tepat dengan teknologi yang efisien harus dibentuk. Pengolahan hemiselulosa dan lignin sangat jarang dilakukan, padahal tiap komponen lignoselulosa dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga menghasilkan produk yang bernilai. Oleh karenanya, diperlukan pretreatment untuk penyediaan bahan baku, biasanya berfokus pada hidrolisis dan fermentasi selulosa. Di sini akan dibahas kilang hayati terintegrasi tiga jenis tanaman: tanaman herba, softwood, dan hardwood.

Tanaman Herba
Gambar 1. Atas ke Bawah: Tanaman Jagung, Bambu, dan Rami

Tanaman herba adalah tanaman yang tidak memiliki batang berkayu di atas tanahnya. Tanaman herba juga disebut tanaman monokotil. Istilah ini biasanya digunakan untuk tanaman semusim atau tahunan. Tanaman herba tidak memiliki kambium (zat kayu), hanya empulur dan korteks. Namun, tanaman herba tentu kaya akan lignoselulosa yang merupakan sumber yang dapat terbarukan serta biomassa yang ramah lingkungan dan energy-efficient. Contoh-contoh tanaman herba di sini adalah jagung, bambu, dan rami.

  • Jagung
Gambar 2. Pemanfaatan Biomassa Batang Jagung
(Sumber: Chen, 2015)

Jagung merupakan salah satu tanaman yang multifungsi. Batang tanaman jagung yang kering dijadikan jerami dengan kandungan nutrien yang berbeda-beda pada tiap bagian tanamannya. Komponen utama jerami adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kandungan pada batang yang berbeda-beda merupakan permasalahan dalam pemanfaatan batang jagung. Hal tersebut bisa diatasi dengan mendirikan sebuah industri yang berorientasi multiproduk dengan proses fraksinasi dan pemanfaatan multilevel menggunakan teknologi ledakan uap (steam explosion) dan fermentasi bahan padat. Industri ini menerapkan pemanfaatan yang tidak hanya memanfaatkan satu komponen namun memanfaatkan semua komponen yang ada pada jerami. Pemanfaatan yang dilakukan adalah pemanfaatan komponen selulosa untuk dikonversi, pemanfaatan hemiselulosa yang kemudian difermentasi untuk memproduksi butanol, dan pemanfaatan lignin agar lignin bernilai tinggi. Selulosa dan hemiselulosa dapat dikonversi secara langsung untuk menghasilkan furfural, asam organik, dan zat hasil konversi lainnya. Dengan penggunaan metode hidrolisis, selulosa dan hemiselulosa dapat dikonversi menjadi gula fermentasi seperti glukosa dan xilosa serta alkohol (butanol). Substrat yang digunakan pada fermentasi butanol adalah serat pendek yang juga dapat dicairkan untuk polieter poliol dan poliuretan sementara serat panjang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan mikrokristalin selulosa dan digunakan untuk melarutkan pulp. Lignin yang didapatkan dari ekstraksi alkali dapat digunakan sebagai bahan baku untuk serat karbon, resin fenolik, dan produk lainnya.
Gambar 3. Pengolahan Jerami Jagung
(Sumber: Chen, 2015)

Gambar 4. Hasil Produksi Kilang Hayati Jagung Beserta Bahan Bakunya
(Sumber: Chen, 2015)

Dalam pengolahan bahan baku lignoselulosa, kebanyakan industri hanya memanfaatkan satu komponen saja dan komponen yang lainnya diabaikan sehingga menghasilkan limbah material dan pencemaran lingkungan seperti pembentukan zat asam dari hasil pirolisis. Meskipun begitu, hasil pirolisis masih dapat dimanfaatkan. Permasalahan lain yang ditimbulkan adalah ketidaktepatan fraksinasi sehingga kurang efektif untuk tanaman jagung dan bahan baku lignoselulosa lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya konsep pemanfaatan secara bertingkat secara biologis, penggunaan metode yang tidak dapat memperoleh ketiga komponen, dan kurangnya pengetahuan pemanfaatan dari ketiga komponen.
Gambar 5. Diagram Produksi Hasil Kilang Hayati Biomassa Jerami Jagung
(Sumber: Chen, 2015)

  • Bambu
Bambu adalah tanaman yang terdiri dari 65% lignin, 32% pektin, dan 3% kandungan abu. Bambu banyak digunakan dalam pengolahannya untuk dimanfaatkan serat bambunya. Serat bambu dibagi menjadi serat bambu alami dan serat bambu daur ulang. Serat bambu alami langsung dipisahkan dari bambu menggunakan proses khusus. Proses ini biasanya bergantung pada sistem pemintalan, penggergajian bambu dengan panjang yang dibutuhkan dalam produksi, dan penghilangan lignin, pentosa, pektin, dan kotoran lainnya untuk mengekstrak serat bambu alami dari bambu. Serat bambu alami dapat dijadikan pakaian yang nyaman dipakai, dapat diwarnai dengan baik, dan memiliki kilap yang cantik.
Gambar 6. Alur Proses Pembuatan Serat Bambu
(Sumber: Chen, 2015)

Saat ini bambu banyak dimanfaatkan di bidang pertanian, kerajinan tangan, konstruksi bangunan, dan kayu pengolahan panel, kertas, dan arang bambu. Penerapannya di bidang pertanian, kerajinan tangan, papan buatan, dan sebagainya masih banyak bergantung pada metode pengolahan tradisional yang pengolahannya terbatas, menghasilkan produk bernilai tambah rendah, dan memboroskan sumber daya. Pembuatan kertas dari bambu hanya menggunakan selulosa sebagai komponen utama serta hemiselulosa dan ligninnya dihasilkan dalam bentuk lindi hitam. Untuk mencapai pemanfaatan bambu bernilai tinggi yang ramah lingkungan, dikembangkan proses baru untuk pemanfaatan menyeluruh semua komponen pada bambu, jika dilihat dari komponen strukturalnya. Dalam proses ini, serat bambu alami diproduksi sebagai produk target utama. Sementara itu, xilo-oligosakarida, pulp, etanol, alkohol lignin larut, dan residu untuk pembangkit listrik biomassa diproduksi secara bersamaan untuk mewujudkan pemanfaatan maksimum dari semua komponen yang tersisa dan mengatasi polusi lingkungan.
Gambar 7. Kilang Hayati Bambu
(Sumber: Chen, 2015)

  • Rami
Rami (Boehmeria nivea Gaud.) adalah tanaman yang memiliki potensi, terutama batangnya, untuk menghasilkan kain berkualitas tinggi. Tanaman rami telah lama dibudidayakan untuk bahan tambahan dalam industri tekstil selain kapas. Serat rami memiliki sifat fisik yang hampir sama dengan serat kapas dengan beberapa kelebihan seperti seratnya jauh lebih panjang, lebih kuat, dan memiliki daya serap air yang lebih besar. Selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan tekstil, serat rami juga dapat digunakan untuk membuat bahan komposit yang ramah lingkungan. Untuk memperoleh serat rami digunakan metode kimia yang menghasilkan limbah berbahaya dari zat kimia yang digunakan. Salah satu pengembangan teknologi alternatif untuk memperoleh serat rami tanpa menggunakan zat kimia adalah dengan menggunakan teknologi ledakan uap (steam explosion). Proses steam explosion menyebabkan adanya pemecahan hemiselulosa dan lignin serta penataan ulang ikatan hidrogen selulosa di bawah kondisi tekanan tertentu yang menghasilkan produksi bahan dengan sifat yang baru.
Gambar 8. Serat Rami

Rami mentah dipanen oleh petani dan pertama kali dilakukan steam explosion untuk memisahkan serat kupas dan serat tangkai. Setelah itu dilakukan proses pencucian untuk memisahkan zat-zat yang terkandung dalam hasil proses steam explosion. Steam explosion dapat menyebabkan adanya degradasi struktur holoselulosa menjadi selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat selulosa yang diperoleh dari proses steam explosion memiliki tingkat kristalinasi yang lebih tinggi. Saat proses pencucian, panas akan mengubah ikatan hidrogen dalam struktur selulosa sehingga selulosa yang awalnya keras menjadi lebih lunak. Serat selulosa ini dapat diolah lebih lanjut seperti proses pemutihan untuk menghasilkan serat sebagai bahan baku tekstil.

Zat lain seperti hemiselulosa pada saat dilakukan proses steam explosion mengalami degradasi menjadi molekul xilan yang berasal dari struktur penyusun hemiselulosa. Cairan hasil pencucian produk hasil steam explosion kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom untuk menghasilkan xilo-oligosakarida yang memiliki sifat toleransi terhadap oksigen dan asam, dapat digunakan bersamaan dengan antibiotik, dan memiliki biaya produksi yang rendah. Terakhir, lignin dan monosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis holoseslulosa dapat direaksikan dengan amonia sehingga menghasilkan zat organik yang kemudian dapat difermentasikan untuk menghasilkan pupuk organik. Limbah padat dari kilang hayati tumbuhan rami dapat dijadikan papan rami dengan metode hot pressing. Limbah serat rami berupa serat-serat pendek dapat diolah sebagai bahan baku kertas atau bahan baku uang kertas karena serat rami memiliki serat yang kuat.
Gambar 9. Pemanfaatan Rami dalam Kilang Hayati
(Sumber: Chen, 2015)
 
Softwood
Gambar 10. Pohon Pinus atau Tusam (Pinus sp.)
 
Softwood berasal dari divisi Spermatophyta, ordo Coniferales, dan subdivisio Gymnospermae. Pohon-pohon softwood memiliki daun berbentuk jarum. Pohon berkayu lunak, meski tidak selalu, dan berdaun jarum biasa tumbuh di tempat beriklim subtropis karena terdapat musim salju, tetapi sekarang juga bisa ditemui di tempat beriklim tropis. Struktur softwood terdiri dari kayu yang homogen, sel trakeid axial, dan parenkim jari-jari. Terdapat sel trakeid sebanyak 90% dengan panjang 1,5—5,6 mm dan lebar 30—75 μm. Komponen penyusun softwood adalah 55% selulosa, 11% hemiselulosa, 26% lignin, dan sisanya resin, tanin, minyak esensial, pigmen, alkaloid, pektin, protein, pati, dan zat anorganik.
 Gambar 11. Kilang Hayati Softwood
(Sumber: Chen, 2015)

Selulosa kayu softwood yang panjang dijadikan bahan baku pulp dan kertas. Selebihnya, zat-zat ekstraktif dari kayu softwood yang diambil. Kayu softwood lebih jarang untuk dijadikan kayu bahan bangunan.

Industri pulp dan kertas dari kayu softwood menghasilkan banyak sekali limbah dalam proses pembuatannya. Dalam setiap unit proses pada industri pulp dan kertas dapat menghasilkan limbah cair, seperti cairan sisa dari proses pemasakan, cairan pemutih (klorin), dan cairan sisa dari proses lainnya. Jenis limbah cair yang dihasilkan pada unit pemasakan pulp adalah lindi hitam dan lindi merah. Lindi hitam merupakan limbah cair yang terbuat dari proses pemasakan pulp yang menggunakan zat basa. Lindi hitam masih dapat dimanfaatkan dengan adanya pengolahan untuk dijadikan white liquor yang dapat digunakan kembali dalam proses pembuatan kertas. Lindi merah dihasilkan dari proses pemasakan pulp menggunakan zat asam. Lindi merah sendiri dapat dimanfaatkan juga menjadi zat yang memiliki nilai guna. Lindi merah mengandung lignosulfat dan gula, yang kemudian disebut sugar liquor, yang menjadi kandungan utama pada lindi merah. Untuk mendapatkan sugar liquor digunakan teknologi ultrafiltrasi dan nanofiltrasi yang digunakan untuk menghilangkan lignoselulossa dengan berat molekul yang tidak diinginkan. Hasil dari proses tersebut kemudian dimasukkan dalam unit dekolorasi dan deasetilasi untuk menghasilkan cairan gula yang mengandung gula sebanyak 90%. Sugar liquor ini nantinya dapat difermentasi untuk menghasilkan alkohol (butanol dan etanol), aseton, biogas, dan biopestisida. Selain itu, sugar liquor dapat dikatalis untuk menghasilkan etilen glikol dan propilen glikol serta dimurnikan dengan kromatografi menjadi manosa dan xilosa. Kandungan resin dan zat anorganik lainnya didapatkan dengan penyerapan zat menggunakan karbon aktif.
 
Limbah cair perlu diolah dengan unit effluent treatment, yaitu pengolahan limbah dengan perlakuan biologis pada umumnya. Limbah cair yang dihasilkan dari tiap unit proses pembuatan pulp dan kertas memiliki komponen utama berupa serat dan senyawa organik berupa lignin. Unit effluent treatment juga dapat menghasilkan limbah padat berupa lumpur. Lumpur-lumpur tersebut bisa mencapai 0,6—0,7% dari berat produk industri kertas berbahan baku dasar pulp. Limbah lumpur berpotensi untuk dijadikan bahan bakar atau sumber energi berupa biobriket yang mudah terbakar. Limbah lumpur dicampur dengan lindi hitam untuk membuat biobriket karena lindi hitam mengandung banyak lignin untuk menambah daya nyala biobriket.
 
Hardwood
Hardwood berasal dari divisi Spermatophyta dan subdivisio Angiospermae. Seperti namanya, pohon-pohon hardwood memiliki kayu yang cenderung keras dan berdaun lebar. Hal tersebut disebabkan sel-sel yang menyusun hardwood lebih kompleks. Komponen penyusun hardwood adalah 55% selulosa, 25% hemiselulosa, 20% lignin, dan sisanya zat-zat lainnya. Sel-sel kayu daun lebar terdiri dari 50% sel serat, 20% sel pembuluh, 17% sel jari-jari, dan 13% sel parenkim axial. Serat kayunya memiliki panjang 0,7—1,7 mm dan lebar 20—40 μm. Karena seratnya lebih pendek, kayu hardwood lebih sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan atau perabotan daripada dijadikan kertas (walaupun di sini juga akan dijelaskan pembuatan kertas dari kayu hardwood).
 Gambar 12. Kilang Hayati Hardwood
(Sumber: Chen, 2015)

Terlihat dari gambar, tanaman hardwood dapat menghasilkan produk kilang hayati yang bermanfaat. Ekstraksi langsung dari batang kayunya menghasilkan getah, istilahnya "menyadap getah". Getah tersebut dapat diolah lagi menjadi produk bernilai tinggi. Contohnya adalah getah pohon karet yang bisa dijadikan karet seperti namanya dan getah pohon kuda/kudo (Lannea coromandelica) yang bisa dijadikan bahan perekat (lem).
Gambar 13. Contoh Tanaman Penghasil Karet, dari Kiri Atas, Searah Jarum Jam: Ficus elastica, Hevea brasiliensis, Parthenium argentatum A. Gray, dan Castilla elastica

Gambar 14. Pohon Kuda/Kudo (Lannea coromandelica)
(Sumber: Eskani dkk., 2017)
 
Sisa kayu yang merupakan limbah dapat dihancurkan dan dijadikan papan kompres (papan kayu yang terbuat dari serbuk-serbuk kayu, bukan kayu gergajian). Kemudian, selulosa panjang yang diambil ditambahkan basa/alkali yang kemudian diolah secara mekanis untuk dijadikan pulp. Proses untuk membuat pulp disebut dengan proses kraft. Pulp merupakan bahan dasar kertas. Untuk dijadikan kertas, pulp diberi pemutih melalui proses bleaching, direbus, digiling agar berbentuk lembaran, dan dikeringkan. Pulp yang sudah dikeringkan kemudian dipotong-potong sesuai ukuran agar terbentuk kertas yang dikenal saat ini. Selain kertas, pulp dapat dijadikan soil conditioner dan/atau pupuk organik untuk menyuburkan tanah. Rasio C/N yang didapat dari pupuk organik dari pulp ini sebesar 9,00—14,00 dan pengoptimalan unsur hara makro pupuk (N, P, dan K) masih dapat dilakukan dengan pencampuran dengan pupuk organik lain.


Selulosa pendek dan hemiselulosa hidrolisat bisa difermentasi sehingga didapatkan aseton dan alkohol berupa etanol atau butanol. Alkohol yang didapatkan bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar alami. Lignin hardwood dari proses pemasakan pulp bisa dijadikan resin fenolik untuk perekat kayu.

Daftar Pustaka
Chen, H. (2015). Lignocellulose Biorefinery Engineering: Principles and Applications. Cambridge: Woodhead Publishing Limited.

Diharjo, K. (2006). Pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat tarik bahan komposit serat rami-polyester. Jurnal Teknik Mesin, 8(1), 8—13.

Eskani, I. N., Perdana, A., Eskak, E., & Sumarto, H. (2017). Getah Pohon Kudo (Lannea Coromandelica) Sebagai Alternatif Perekat Untuk Produk Kerajinan. Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah, 34(1), 19—24.
 
Komarayati, S. & Gusmailina. (2007). Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pulp untuk Pupuk Organik. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25(2), 137—146.

Syamsudin, S., Purwati, S., & Rostika, I. (2017). Pemanfaatan campuran limbah padat dengan lindi hitam dari industri pulp dan kertas sebagai bahan biobriket. JURNAL SELULOSA, 42(02), 68—75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar