Senin, 17 Mei 2021

Keawetan dan Pengawetan Kayu

Kita semua mengetahui bahwa kayu merupakan komoditas multiguna. Kayu didapatkan dari tumbuhan berkambium (karena penebalan sekunder), bervaskular, parenial, dan mempunyai satu batang utama. Karena kayu merupakan komoditas alami dengan sifat-sifatnya sebagai biomassa, tidak jarang ditemukan berbagai penyebab kerusakan pada kayu.
Dua sifat penentu kualitas kayu:
  • Higroskopis, dapat mengikat dan melepaskan air di lingkungan sekitarnya
  • Anisotropik, bergantung pada tiga arah dimensinya (longitudinal, tangensial, dan radial)
Selain sifat-sifat itu, terdapat juga faktor eksternal yang memengaruhi kualitas kayu. Maka dari itu, kayu butuh diawetkan agar tahan lama selama digunakan. Beberapa titik kelemahan kayu di antaranya adalah
  • tidak tahan terhadap organisme perusak kayu,
  • tidak tahan pada kelembapan,
  • dimensinya tidak stabil,
  • permukaannya lunak, dan
  • tidak tahan terhadap cahaya (UV).
Di sini akan dibahas perihal keawetan kayu, keterawetan kayu, dan cara pengawetan kayu agar tahan terhadap faktor-faktor eksternal biologis, kimiawi, fisik, dan mekanis.

Keawetan Kayu
Ada beberapa faktor yang memengaruhi keawetan kayu:
  • Struktur fisik kayu
Kayu memiliki rongga-rongga dalam strukturnya. Stuktur kayu yang berongga ini cocok untuk dijadikan ruang, substrat tempat hidup, atau sarang organisme perusak kayu. Selain itu, kayu yang berongga mudah berubah bentuknya karena faktor fisik dan mekanis.
  • Komposisi kimia kayu
Komponen kimia utama kayu terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, zat ekstraktif, dan abu. Bagi organisme perusak kayu, kayu yang mengandung selulosa tinggi cocok untuk dijadikan sumber makanan bernutrisi. Akan tetapi, kayu dengan zat ekstraktif (hasil metabolit sekunder tanaman) tinggi lebih resisten dari organisme perusak kayu karena zat ekstraktif kayu bersifat beracun bagi organisme perusak kayu. Zat ekstraktif kayu adalah sekelompok senyawa kimia unik yang dapat diekstrak dari bahan tanaman melalui ekstraksi dengan berbagai bahan pelarut. Zat ekstraktif kayu bertanggung jawab atas karakteristik warna dan bau kayu serta sebagai bentuk pelindungan diri tanaman berkayu. Contoh-contoh zat ekstraktif di antaranya adalah minyak esensial, tanin, dan zat fenolik. Kandungan zat ekstraktif dalam kayu dapat berkisar dari 5% hingga 25%.
  • Bagian kayu dalam batang
Batang kayu gelondongan terdiri dari beberapa bagian, dimulai dari paling dalam, yaitu kayu teras (heartwoood, bagian inti batang kayu gelondongan), kayu gubal (sapwood, bagian terluar batang kayu gelondongan), dan kulit kayu (bark). Kayu teras sudah lebih dahulu berkembang daripada kayu gubal. Maka dari itu, keawetan kayu teras lebih tinggi daripada kayu gubal. Kayu gubal dari semua jenis kayu sangat rentan terhadap kerusakan oleh agen biologis, bahkan bila kayu terasnya sangat awet.
  • Kecepatan tumbuh pohon
Kayu yang cepat tumbuh dan berkembang umumnya lebih rentan karena yang tidak begitu cepat tumbuh mengambil waktu lebih lama untuk pertumbuhan sekundernya. Kayu hutan alam lebih awet daripada kayu cepat tumbuh.
  • Cara pemanenan kayu
Kayu yang dipanen hati-hati lebih memungkinkan untuk awet. Oleh karenanya, teknik penebangan dan penanganan pascapenennya perlu diperhatikan supaya diperoleh kayu berkualitas tinggi.
  • Tempat di mana kayu itu dipakai
Kayu yang dipakai di tempat lembap akan lebih mudah rusak daripada kayu yang dipakai di tempat kering. Gelap dan terangnya tempat penyimpanan dan pemakaian kayu juga memengaruhi keawetan kayu.

Keterawetan dan Pemilihan Metode Pengawetan Kayu
Keterawetan (treatability) adalah sifat yang dimiliki kayu terhadap mudah atau tidaknya suatu kayu diawetkan dengan ditembus oleh bahan pengawet. Keterawetan dari berbagai jenis kayu memiliki peran penting untuk keawetan kayu. Biasanya, bahan pengawet kayu merupakan bahan kimia yang dimasukkan ke dalam kayu sehingga keawetan kayu meningkat. Perlakuan kimia, terkadang disertai dengan perlakuan fisik, yang diberikan terhadap kayu dilakukan untuk memperpanjang masa pakai kayu. Faktor-faktor yang memengaruhi keterawetan kayu adalah jenis kayu, kondisi kayu yang diawetkan, metode pengawetan, dan bahan pengawet yang digunakan dalam proses pengawetan. Dari situ, keterawetan kayu dilihat dari permeabilitasnya terhadap bahan kimia pengawet dan kemampuan penetrasi bahan kimia pengawet.
Tabel 1. Klasifikasi keterawetan kayu

% Luas Penetrasi

Kelas

> 90

Permeabel

50—90

Semipermeabel

10—50

Tidak permeabel


Penetrasi bahan pengawet merupakan kedalaman masuknya pengawet dari permukaan kayu. Selain kedalaman, distribusi bahan kimia pengawet dalam kayu dan retensi (banyak pengawet yang masuk lalu menetap dalam kayu) bahan kimia pengawet juga menentukan keterawetan kayu. Ada beberapa cara untuk menambah keterawetan kayu, yaitu insisi (membuka pori-pori dengan pelukaan pada kayu), pengukusan (mengukus atau merebus kayu untuk menghilangkan udara dan air dalam kayu pada suhu tertentu), dan pemacakan (memberi pelukaan pada kayu seperti insisi, tetapi lebih besar lukanya).
 
Contoh-contoh bahan kimia pengawet kayu:
  • Kresot
  • Pentaklorofenol
  • CCA (chromated copper arsenate)
  • ACQ (ammoniacal copper quarternary)
  • Borat
Beberapa bahan kimia pengawet kayu digunakan secara terbatas karena tingkat toksisitasnya yang tinggi.

Setelah mengetahui proses pemasukan bahan kimia pengawet ke dalam kayu, barulah memilih metode lanjutan untuk mengawetkan kayu. Faktor-faktor yang memengaruhi pengawetan kayu adalah keterawetan kayu, kadar air, tipe bahan pengawet, dan metode pengawetan. Metode pengawetan kayu terdiri dari metode kimiawi, metode nonkimiawi, metode dengan/tanpa tekanan, dan lain sebagainya. Di bawah ini adalah pembagian metode pengawetan kayu.
  • Metode kimiawi-fisik tanpa tekanan:
    • Pelaburan/pengolesan/pengusapan dengan cat, pelitur, pernis, minyak, dsb. menggunakan kuas
    • Penyemprotan dengan suatu zat kimiawi
    • Pencelupan (sebentar, selama beberapa detik hingga menit)
    • Perendaman (lebih lama, selama beberapa jam hingga hari), terdiri dari rendaman dingin dan rendaman panas-dingin
    • Pengasapan
    • Penyuntikan/injeksi
    • Sap displacement
    • Difusi (menggunakan kayu yang sudah dikuliti dan berkadar air tinggi)
    • Metode Boucherie
  • Metode fisik (nonkimiawi) tanpa tekanan:
    • Penggorengan
    • Perebusan
    • Pengukusan
    • Pengeringan
    • Pengerjaan (dikuliti, digergaji, dibentuk, dll.)
    • Pengulitan (kecuali bagi kayu untuk sap displacement)
    • Iradiasi
  • Metode kimiawi-fisik dengan tekanan:
    • Pengubahan gugus hidroksil menjadi gugus asetil (untuk menghilangkan sifat higroskopis) (asetilasi)
    • Impregnasi: Mengisi rongga-rongga kayu dengan agen pengisi, contohnya serbuk-serbuk kayu/bambu yang lebih kecil, resin (contoh: fenol formaldehida, urea-formaldehid, methylated melamine formaldehyde, dan melamin-formaldehida), dan monomer-monomer yang akan berubah menjadi polimer (contoh: stirena dan polietilena glikol 400)
    • Kompregnasi: Gabungan kompresi dan impregnasi
  • Metode fisik (nonkimiawi) dengan tekanan:
    • Pemadatan dengan pengempaan (kompresi), terdiri dari pengempaan dingin, pengempaan panas, dan pengempaan panas-dingin
Gambar 1. Kayu yang diberi perlakuan kompresi (kanan) menjadi lebih kecil daripada sebelumnya (kiri) karena pemadatan menyebabkan jarak antar-rongga kayu berkurang sehingga lebih rapat
 
Terdapat tiga klasifikasi metode tekanan, yaitu proses sel penuh, proses sel kosong, dan proses sel vakum-vakum (double vaccuum).

Pengawetan dari Faktor Biologis
Agen-agen biologis perusak kayu:
  • Serangga
    • Rayap: rayap bawah tanah dan rayap tanah, bisa menyerang kayu kering
    • Kumbang, terdiri dari kumbang ambrosia (famili Scolytidae dan Platypotidae) yang menyerang kayu basah dan kumbang penggerek kayu atau kumbang bubuk kayu kering (powder post beetle) (famili Bostrychidae) yang menyerang kayu kering
    • Ngengat (ordo Lepidoptera)
  • Jamur (fungi): jamur pelapuk, jamur pelunak, dan jamur pewarna
    • Jamur lapuk coklat (divisi Basidiomycetes) yang menyebabkan selulosa berwarna gelap (coklat kehitam-hitaman)
    • Jamur lapuk putih (divisi Basidiomycetes) yang menyebabkan holoselulosa dan lignin berwarna pucat
    • Jamur lapuk lunak (divisi Ascomycetes atau Deuteromycetes) yang menyebabkan komponen selulosa dan dinding sel melunak
    • Jamur pewarna biru (blue stain fungi) (divisi Ascomycetes atau Deuteromycetes) yang menyebabkan munculnya warna biru pada kayu
  • Marine borer, penggerek kayu di laut: moluska (contoh: siput, kerang, dan cacing) dan krustasea (contoh: macam-macam kutu kayu di laut, ordo Isopoda)
Gambar 2. Contoh isopoda kutu kayu
 
Sebenarnya, kayu masih memiliki kandungan zat ekstraktif alami dalam kayu yang beracun untuk organisme perusak kayu. Namun, kebanyakan zat ekstraktif tersebut lebih banyak terdapat pada bagian kayu teras. Oleh karena itu, dibutuhkan metode untuk menambah ketahanan kayu gubal dari serangan organisme perusak kayu. Menambah ketahanan kayu gubal berarti meningkatkan keawetan kayu secara keseluruhan.

Untuk mengawetkan kayu agar tahan dari faktor-faktor biologis, ada beberapa cara yang dapat dilakukan:
  • Melakukan fumigasi dengan fumigan yang mampu mematikan oraganisme perusak kayu
  • Melakukan penyemprotan dengan pestisida.
  • Memberikan bahan kimia pengawet untuk kayu.
  • Melakukan impregnasi dengan resin fenol formaldehida.
  • Memberikan pelapis luar pada kayu dengan pelapis dari material lain (plastik, cat, dsb.).
  • Mengeringkan kayu hingga di bawah titik jenuh serat agar tidak lembap.
  • Menjaga kelembapan lingkungan.
  • Menjauhkan kayu dari sarang tempat tinggal serangga.

Pengawetan dari Faktor Kimiawi
Kayu tidak sepenuhnya tahan dari bahan-bahan kimiawi dari luar, terutama larutan kimia dengan konsentrasi yang tinggi. Karena kayu juga memiliki beberapa komponen kimia di dalamnya, faktor eksternal kimiawi akan memengaruhi komposisi kimia yang membentuk kayu dan sangat memengaruhi umur pakai dan keawetan kayu. Larutan asam kuat dan basa kuat mampu merusak kayu.

Asam dapat menyebabkan penguraian kandungan karbohidrat dalam kayu. Pemberian asam kuat seperti dalam jangka waktu yang lama pada kayu adalah dapat menyebabkan komposisi selulosa dan hemiselulosa mengalami hidrolisis dan kompsisi lignin mengalami reaksi kondensasi. Basa (alkali) kuat menyebabkan degradasi pada lignin (delignifikasi) dan lignin dapat terlarut dalam larutan basa pekat. Garam dapat menyebabkan fuzzy wood, yaitu terserapnya larutan garam oleh pembuluh kayu sehingga saat air menguap, kristal-kristal garam tersebut tertinggal dalam struktur kayu dan membuat kayu rusak. Terakhir, pembakaran merupakan reaksi kimia antara bahan bakar dan oksidator (udara atau oksigen) yang menghasilkan produk karbon (C), karbonmonoksida (CO), atau karbondioksida (CO2) dan air (H2O) serta cahaya dalam bentuk pendar atau api. Pembakaran menyebabkan kayu terurai menjadi karbonmonoksida (pembakaran tidak sempurna) dan karbondioksida (pembakaran sempurna) yang mencemari udara dan tentunya terurai menjadi karbon sederhana yang tidak murni, berwarna hitam, dan rapuh.
Gambar 3. Kayu yang terkena fuzzy wood
 
Gambar 4. Kayu yang terbakar

Untuk mengawetkan kayu agar tahan dari faktor-faktor kimiawi, ada beberapa cara yang dapat dilakukan:
  • Menambahkan bahan pengawet kreosot yang berminyak.
  • Memberikan pelapis luar pada kayu dengan pelapis dari material lain (plastik, cat, dsb.).
  • Menjauhkan kayu dari bahan-bahan pembakar.
  • Melakukan asetilasi pada gugus hidroksil kayu.

Pengawetan dari Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik adalah keadaan atau sifat alam yang mampu merusak atau menurunkan kualitas kayu dan membuat umur pakainya menjadi lebih pendek. Sifat alam tersebut mencakup suhu, kelembapan, udara (gas), pH, dan intensitas cahaya matahari yang dapat memengaruhi keawetan kayu. Suhu tinggi dapat membuat warna kayu gelap dan terdegradasinya komponen kimia kayu. Suhu yang hangat dan kelembapan yang tinggi memacu pertumbuhan jamur. Kelembapan yang rendah menyebabkan kayu kehilangan kandungan air di dalamnya sehingga lebih rapuh. Bila langsung terpapar udara, kayu yang telah dikuliti dapat mengalami diskolorasi karena oksidasi. Sinar UV mendegradasi lignin sehingga kayu mengalami degradasi warna dari gelap menjadi kuning, coklat, kemudian abu-abu.

Untuk mengawetkan kayu agar tahan dari faktor-faktor fisik, ada beberapa cara yang dapat dilakukan:
  • Melakukan asetilasi pada gugus hidroksil kayu.
  • Melakukan impregnasi.
  • Melakukan kompregnasi.
  • Memberikan bahan kimia pengawet untuk kayu.
  • Melakukan pelapisan dengan iradiasi sinar UV dan iradiasi berkas elektron.
  • Mengeringkan kayu hingga di bawah titik jenuh serat agar tidak lembap.
  • Memberikan pelapis luar pada kayu dengan pelapis dari material lain (plastik, cat, dsb.).

Pengawetan dari Faktor Mekanis
Kayu tidak luput juga dari kerusakan mekanis. Kerusakan mekanis adalah kerusakan minor yang memengaruhi kualitas kayu yang meliputi kerusakan karena perlakuan atau gerakan fisis dari luar baik disengaja maupun tidak disengaja. Maka dari itu, faktor eksternal mekanis yang memengaruhi keawetan kayu meliputi pukulan, tarikan, dorongan, atau tekanan pada kayu.

Sebelumnya, kita perlu mengenal sifat-sifat mekanis kayu. Sifat mekanis kayu adalah sifat yang berhubungan dengan ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya. Berikut ini adalah sifat-sifat mekanisnya.
  • Kekuatan tarik (tensile strength): Kekuatan kayu untuk menahan beban tarik.
  • Kekuatan tekan (compressive strength): Kekuatan kayu untuk menahan beban tekan atau maximum crushing strength (MCS)
  • Kekuatan geser (shearing strength): Kemampuan kayu untuk menahan beban bergeser.
  • Kekuatan lentur (bending strength): Kekutan kayu untuk menahan beban lentur.
  • Kekakuan (stiffness): Kemampuan kayu untuk mempertahankan bentuk dan ukurannya apabila kayu tersebut mendapatkan beban. Kekakuan ini berhubungan dengan modulus of elasticity (MOE)
  • Keuletan (toughness): Kemampuan kayu untuk menyerap energi akibat beban pukul.
  • Kekerasan (hardness): Kemampuan kayu untuk menahan indentasi (tekanan setempat) pada permukaan kayu atau kemampuan kayu untuk menahan kikisan pada permukaan.
  • Ketahanan belah (cleavage resistance): Kemampuan kayu untuk menahan belahan.

Untuk mengawetkan kayu agar tahan dari faktor-faktor mekanis, ada beberapa cara yang dapat dilakukan:
  • Menyesuaikan pengerjaan yang dibutuhkan agar tidak merusak kayu.
  • Melakukan impregnasi.
  • Melakukan pemadatan dengan pengempaan.
  • Melakukan kompregnasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar