Selasa, 27 April 2021

Pengendalian Hama dan Patogen Pascapanen

Rangkuman Belajar Mata Kuliah PP3102 Pengendalian Hama dan Patogen Pasca Panen


Komoditas yang telah dipanen tidak lepas dari serangan hama-hama dan patogen penyebab penyakit yang dapat menurunkan kualitas produk. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian hama dan patogen yang terpadu dalam penanganan pascapanen komoditas. Adapun cara yang umum digunakan adalah seperti yang akan dijelaskan di bawah.

  • Menggunakan bahan yang bersifat racun (pestisida)

Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1992, pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk
  • memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
  • memberantas rerumputan;
  • mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
  • mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk;
  • memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak;
  • memberantas atau mencegah hama-hama air;
  • memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
  • memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Sebelumnya, ada berbagai jenis pestisida. Jenis-jenis pestisida ditentukan sesuai dengan sasaran jenis hama dan patogen yang akan dibasmi. Ada bakterisida (pembasmi bakteri patogen), fungisida (pembasmi fungi), herbisida (pembasmi gulma), akarisida (pembasmi akar-akaran), nematisida (pembasmi nematoda), moluskisida (pembasmi moluska), rodentisida (pembasmi hewan pengerat), insektisida (pembasmi serangga), piscida (pembasmi ikan), dan termisida (pembasmi rayap)[1]. Setelah itu, masing-masing jenis pestisida dikenali cara kerjanya. Bila ada tanaman atau komoditas yang terserang hama, kenali dulu apa masalahnya lalu tentukan pestisida mana yang akan dipakai. Maka dari itu, falsafah penggunaan pestisida harus diketahui, yaitu
  1. Yang paling ideal apabila hama, penyakit dan organisme pengganggu tanaman lainnya dapat dikendalikan tanpa menggunakan pestisida;
  2. Apabila terpaksa digunakan pestisida, maka pilihlah pestisida yang aman;
  3. Apabila terpaksa digunakan pestisida yang tidak aman, gunakan pestisida itu berganti-ganti dengan cara pengendalian alternatif[2].
Setelah berdasarkan sasaran hama, jenis pestisida juga ditentukan berdasarkan cara kerjanya dan bahan pestisida. Pestisida terbagi ke dalam beberapa macam cara kerja, yaitu sebagai racun kontak, racun sistemik, racun pernafasan, atau racun perut. Pestisida racun kontak bekerja saat hama melakukan kontak langsung. Pestisida racun sistemik diserap terlebih dahulu oleh tanaman sehingga masuk ke dalam pembuluhnya dan bekerja efektif untuk mematikan hama yang sudah masuk ke dalam jaringan tanaman tersebut. Pestisida racun pernafasan bekerja saat hama menghirup pestisida tersebut saat bernafas. Pestisida racun perut bekerja saat tanaman termakan hama dan bereaksi dalam pencernaan hama. Satu jenis pestisida bisa jadi bekerja dengan lebih dari satu cara[3]. Berdasarkan bahan pestisida, pestisida terbagi menjadi pestisida kimiawi dan pestisida alami (biopestisida). Pestisida kimiawi yang dijadikan contoh di sini adalah Turex WP, Sidametrin, Decis, Sancord, Arrivo, Antracol, Furadan, dan Toxiput. Turex WP menjadi racun perut. Sidametrin menjadi racun kontak dan perut. Decis menjadi racun kontak dan perut. Sancord menjadi racun kontak dan perut. Arrivo menjadi racun kontak dan perut. Antracol menjadi racun kontak. Furadan menjadi racun kontak dan perut. Toxiput menjadi racun kontak.
 Gambar 1. Identifikasi Sifat Fisik Pestisida

Untuk penanggulangan ulat Crocidolomia pavonana bisa dilakukan pemberian insektisida Klorantra-niliprol 100 gr/l + Thiamethoksam 200 gr/l (Virtako©) dan Klorpirifos 200 g/l (Dursban©) serta tanaman dipupuk dengan Phonska dan Gandasil D[4].

Pestisida berperan dalam pengendalian populasi hama. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan pestisida:
  1. Harus kompatibel dengan komponen pengendalian hama yang lain, yaitu komponen pengendalian hayati,
  2. Efektif, spesifik dan selektif untuk mengendalikan hama tertentu,
  3. Meninggalkan residu dalam waktu yang diperlukan saja,
  4. Tidak boleh persisten di lingkungan, dengan kata lain harus mudah terurai,
  5. Takaran aplikasi rendah, sehingga tidak terlalu membebani lingkungan,
  6. Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD50 dermal dan LD50 oral relatif tinggi), sehingga aman bagi manusia dan lingkungan hayati,
  7. Dalam perdagangan (labelling, pengepakan, penyimpanan, dan transpor) harus memenuhi persyaratan keamanan,
  8. Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut, dan
  9. Harga terjangkau bagi petani[5].
Peningkatan dosis berbanding lurus dengan peningkatan bahan racun tersebut sehingga daya bunuh semakin tinggi. Pestisida yang terakumulasi dalam suatu lingkungan dapat membahayakan makhluk hidup lainnya, seperti tanaman lain, manusia, dan mamalia lainnya. Jika sudah tercemari pestisida, antidot pestisida tersebut harus diberikan dan bioremediasi harus dilakukan pada lingkungan. Maka dari itu, penggunaan pestisida yang berlebihan harus dikurangi agar tidak terjadi pencemaran yang dapat membahayakan makhluk hidup lainnya.

Begitu banyak ketentuan untuk menggunakan pestisida kimiawi karena dianggap berpotensi mencemari lingkungan. Alternatif dari penggunaan pestisida kimiawi adalah penggunaan biopestisida. Pestisida alami yang berasal dari tanaman disebut pestisida nabati. Tanaman yang bisa dijadikan pestisida adalah bandotan/babadotan (Ageratum conyzoides), sirsak (Annona muricata), mimba/nimba (Azadirachta indica), surian/suren (Toona sp.), cengkih/cengkeh (Syzygium aromaticum), serai/sereh (Cymbopogon citratus), sirih hutan (Piper aduncum L.)[6], dan kunyit (Curcuma domestica Val.). Bagian tanaman yang biasa digunakan adalah daun sementara untuk kunyit adalah rimpangnya. Bahan aktif dari bahan biopestisida tersebut dapat diekstraksi lalu dilarutkan dan digunakan untuk menyemprot, mengoles, atau membalur hasil panen atau tanamannya. Cara penggunaan lainnya adalah bahan-bahan pestisida alami tersebut bisa hanya disimpan dengan ditaburkan atau ditebarkan di sekitar hasil panen atau tanaman. (Apa lagi tanaman yang bisa menjadi biopestisida?)
Gambar 2. Dari Pojok Kiri Atas ke Pojok Kanan Bawah, Kiri ke Kanan: Daun Surian, Daun Cengkih, Daun Sirsak, Daun Serai, Daun Mimba/Nimba, dan Daun Bandotan
 
Gambar 3. Keterangan Contoh Tanaman dan Senyawa Aktifnya Sebagai Biopestisida

  • Memanfaatkan musuh alami

Ulat adalah hama yang biasa menyerang komoditas pertanian bahkan setelah panen. Namun, seperti yang diketahui banyak orang, ulat pun memiliki pemangsanya atau patogen yang mampu mematikan hama tersebut. Contoh hama ulat yang akan dibahas adalah ulat Helicoverpa armigera, hama ulat yang menyerang tongkol jagung dan buah tomat, dan ulat Crocidolomia pavonana, hama ulat yang menyerang krop kubis. Predator ulat Helicoverpa armigera yang paling mungkin untuk dimanfaatkan adalah burung (untuk ulatnya langsung) dan laba-laba (untuk imago dan ulat). Jika predator ulat Helicoverpa armigera dapat berperan secara optimal di lapangan, maka populasi ulat Helicoverpa armigera akan senantiasa lebih rendah dari predatornya sehingga tidak terjadi ledakan hama[7]. Musuh alami ulat Crocidolomia pavonana adalah parasitoid telur Trichogrammatoidae bactrae, parasitoid larva, parasitoid pupa, serta patogen serangga seperti Beauveria bassiana, Paesilomyces fumosoroseus, Zoophthora radicans, Steinernema carpocapsae dan Hirsulella spp.[8]. Pastikan musuh alami dari hama tidak mampu merusak tanaman atau hasil panen yang bersangkutan.

Untuk mengetahui bermacam-macam serangga yang dapat menjadi hama berdasarkan bentuk kakinya, silakan klik di sini.

  • Menjaga Kebersihan Gudang Penyimpanan
Hasil panen yang tidak langsung dipasarkan biasanya disimpan terlebih dahulu di gudang penyimpanan sampai waktunya dipasarkan. Di dalam gudang, tidak jarang ditemukan hama yang dapat merusak hasil panen yang disebut hama gudang. Oleh karena itu, keberadaan hama gudang harus ditekan supaya kualitas hasil panen tidak menurun. Gudang diusahakan tidak terlalu lembap sehingga tidak menyebabkan hasil panen mudah rusak bila terserang hama, terlebih karena mikroorganisme seperti fungi dapat tumbuh optimal pada hasil panen di tempat yang lembap. Selain itu, hama yang sering ditemukan dalam gudang adalah tikus dan serangga (kutu atau kumbang). Binatang-binatang besar lainnya pun dapat dikategorikan sebagai hama jika merusak hasil panen dalam gudang.
Gambar 4. Contoh Hama Gudang
 
Sirkulsi udara dalam gudang diperlukan agar gudang tidak terlalu lembap. Jika perlu, pasanglah termometer dan higrometer dalam gudang untuk mengetahui suhu dan kelembapan dalam gudang tersebut. Bila kondisi gudang tidak memadai untuk menyimpan hasil panen, seperti terlalu kotor dan lembap, gudang harus dibersihkan. Keluarkan terlebih dahulu seluruh hasil panen dari gudang sebelum membersihkan. Sapu dan pel (kalau perlu) lantai gudang dari kotoran dan hasil panen yang terjatuh agar tidak ada hama yang bersarang di situ sehingga hama tidak berinfestasi ke dalam hasil panen. Gudang juga perlu difumigasi agar hama dan patogen yang berada dalam gudang dapat mati. Zat yang digunakan untuk fumigasi disebut fumigan. Beberapa fumigan yang dikenal di antaranya adalah 1-metilsiklopropana (1-MCP), metil bromida (MB atau CH3Br)[9], fosfin (PH3), dan sulfuril florida (SF atau SO2F2). Pilihlah fumigan yang membunuh hama secara efektif, tidak beracun untuk manusia, tidak merusak bahan pangan (akan lebih baik jika mampu mempertahankan kualitas hasil panen), mudah disemprotkan, dan proses aerasinya cepat. Keterangan penggunaan fumigasi selengkapnya terdapat pada Peraturan Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pedoman Fumigasi Arsip. Terakhir, sediakan palet-palet untuk menyimpan hasil panen di atasnya karena hasil panen yang langsung bersentuhan dengan lantai akan lebih mudah terserang hama. Palet-palet ini ada yang terbuat dari kayu, plastik, dan logam (sesuaikan dengan kebutuhan, pertimbangan kelebihan-kekurangan material, dan biaya yang ada). Setelah kadar fumigan dalam gudang pada ambang batas aman, barulah simpan palet-palet penyimpanan dan hasil panen.

***

Begitulah pengendalian hama dan patogen yang dapat dilakukan manusia. Semoga tulisan ini mampu menambah wawasan dalam mengatasi serangan hama pada hasil panen. Jika terdapat kekurangan, silakan beri masukan dan koreksi. Sekian dan terima kasih.

Referensi:
[1] Wismaningsih, E. R. & Oktaviasari, D. I. (2016). Identifikasi Jenis Pestisida dan Penggunaan APD pada Petani Penyemprot di Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung. Jurnal Wiyata, 3(1), 100—105.
[2] Yuantari, M. G. C. (2009). Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.
[3] Supriadi. (2013). Optimasi Pemanfaatan Beragam Jenis Pestisida untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, 32(1), 1—9.
[4] Badjo, R., Rante, C. S., Meray, E. R. M., Assa, B. H, & Dien, M. F. (2015). Serangan Hama Ulat Krop (Crocidolomia pavonana F.) pada Tanaman Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) di Kelurahan Kakaskasen II, Kecamatan Tomohon Utara, Kota Tomohon. COCOS, 6(14), 1—9.
[5] Adriyani, R. (2006). Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan Pestisida Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(1), 95—106.
[6] Harahap & Rakhmadiah, K. (2016). Uji Beberapa Konsentrasi Tepung Daun Sirih Hutan (Piper aduncum L.) untuk Mengendalikan Hama Sitophilus zeamais M. pada Biji Jagung di Penyimpanan. Jurnal Agroekotek, 8(2), 82—94.
[7] Suherlinda, Jasmi, & Safitri, E. (2014). Kepadatan Populasi Helicoperva armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman Tomat di Kampung Batu Kecamatan Danau Kembar Kabupaten Solok. Pendidikan Biologi, 1(1), 1—4.
[8] Julianto. (2016). Mengatasi Serangan Ulat pada Tanaman Kubis. http://m.tabloidsinartani.com/index.php?id=148&tx_ttnews%5Btt_news%5D=3244&cHash=a1e01d73bf96738059d8cda736520168 (diakses pada 1 Oktober 2018 pukul 20.00).
[9] Yudistira, N. O., Bakti, D., & Zahara, F. (2015). Metil Bromida (CH3Br) Sebagai Fumigan Hama Gudang Areca Nut Weevil (Araecerus fascicullatus De Geer) (Coleoptera: Anthribidae) Pada Biji Pinang. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 2(4), 1634—1639.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar