Sabtu, 16 November 2019

Pemimpin = Penggerak Massa = Pemimpi = ... (?)


"Buset dah, banyak banget! Memangnya harus rangkap jabatan?"

"Menjadi pemimpin lebih dari sekadar menduduki jabatan. Pemimpin adalah mereka yang bisa menyamakan frekuensi dengan siapapun yang mereka pimpin, tidak berdasarkan idealisme mereka saja. Mereka memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang-orangnya. Karena itulah, mereka bukan sosok yang ditakuti, tetapi yang disegani."

"Jangankan memahami orang lain, memahami diri sendiri saja kadang sulit. Mana kita tahu apa yang akan terjadi dan apa yang harus kita lakukan untuk menghadapinya. Kita, kan, tidak boleh menunjukkan kelemahan diri."

"Itulah latihan kita untuk menjadi kuat. Siapa tahu itu merupakan proses pembelajaran. Yang terpenting, pemimpin tidak hanya merencanakan apa yang akan dilakukan, tetapi juga harus selalu mengevaluasi apa yang telah dilakukan. Memang, mereka bakal menjadi seseorang yang paling banyak berpikirnya. Mereka yang menderita, tetapi tidak boleh terlihat menderita."

"Leiden is lijden. Berat, dong."

"Iya. Berat. Namun, bisa dibilang, itu adalah berat yang membuatmu belajar. Jadi, kamu punya ladang amalmu di mana kamu bisa menebar kebaikan. Berat yang menyelamatkan, bukan?"

"Oh.... Mampukah saya?"

"Kalau kamu yakin."

(Terima kasih kepada Fadillah Muna'azat yang jadinya diajak ngobrol malam larut.)

#KronikKepemimpinan

Minggu, 29 September 2019

Pergi Bersama

Aku sering bertanya-tanya apa yang kamu lakukan di akhir minggu. Apakah kamu sedang mengkaji topik favoritmu, menyetrika pakaian, atau belajar untuk ujian hari esok? Aku yakin, kamu sebenarnya punya banyak hal untuk dikatakan. Yah, aku tidak akan menyalahkan pilihanmu untuk tetap membungkam mulutmu. Itu adalah absurdisitas yang masih dapat kuterima. Mungkin saat ini, kamu juga menganggapku sebagai anomali terbesar dalam hidupmu. Aku sadar bahwa kita sangat dekat, tetapi nyatanya, sangat jauh.

Aku senang menjelajah, bermobilisasi, pergi ke satu tempat ke tempat lainnya. Berpergian membuatku memahami bahwa besaran jarak seharusnya berbanding lurus dengan stabilitas emosi yang kumiliki. Namun, menjauh dari hal apa? Aku bak daun gugur dari pohon yang baru saja meranggas. Aku tidak berada di tempat asalku, hampir mati, dan, oh, bahkan sepertinya aku akan mati. Akan tetapi, kematianku menambah zat hara untuk kesuburan tanah. Pohonnya akan bertumbuh semakin menjulang tinggi. Aku ingin melihatmu menjadi dirimu sendiri dalam versi terbaik. Itu akan membuatku bahagia jika kamu bahagia.

Kamu belum pernah kemari, bukan? Di sini, kamu bisa menjadi sosok yang tidak hanya profesional, tetapi juga manusiawi. Mara bahaya yang akan kita lewati bakal menjadikan kita manusia. "Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk," begitu kata orang-orang. Kita bergerak bersama dan nikmati itu. Kita pergi bersama.

And if you have a minute, why don't we go 
Talk about it somewhere only we know 
This could be the end of everything 
So, why don't we go 
Somewhere only we know 
(Keane - "Somewhere Only We Know")

Kamis, 05 September 2019

Istikamah

Istiqamah (Istikamah)
Secara etimologi:
Berasal dari dua kata, yaitu

  • Qama = tegak, lurus dan tidak bengkok
  • Ista = meminta usaha dan keinginan untuk mewujudkan sesuatu
Secara terminologi:
Usaha untuk mewujudkan diri yang senantiasa melakukan suatu kebaikan.
Dalam KBBI, istikamah (n) berarti sikap teguh pendirian dan selalu konsisten.
Beberapa kata yang memiliki kaitan dengan 'istikamah':

  • Konsisten: 1) (a) tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek, 2) (a) selaras; sesuai
  • Persisten (n): 1) (v) terus-menerus; bersinambung, 2) (a) gigih; kukuh
Jadi, beristikamah adalah menjadi konsisten dan persisten.

Istikamah dalam Membina Diri

Gambar 1
HR. Muslim (no. 38), Ahmad (III/413), At-Tirmidzi (no. 2410), An-Nasā'i dalam As-Sunanul Kubra (no. 11425, 11426, 11776), Ibnu Mājah (no. 3972), Ad-Dārimi (II/298), Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jamul Kabīr (no. 6396, 6397, 6398) Ath-Thayālisi (no. 1327), Ibnu Abi `Ashim dalam As-Sunnah (no. 21--22), Ibnu Abid Dun'ya dalam Ash-Shamt (no. 7), Al-Hakīm (IV/313), Ibnu Hibbān (no. 938, 5668, 5669, 5670, 5673-At-Ta'līqatul Hisān), Al-Baihaqi dalam Syu'abul Imān (no. 4572, 4574, 4575), dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 16)
(Sumber: Materi Mentoring Agama dan Etika Islam ITB 2018 dan https://almanhaj.or.id/3351-iman-dan-istiqamah.html)

Membina diri adalah pembinaan yang dilakukan oleh seorang muslim terhadap dirinya sendiri untuk membentuk kepribadian Islami yang komprehensif yang meliputi aspek ilmu pengetahuan, aspek keimanan, aspek akhlak, aspek sosial, dan lainnya serta meningkatkan derajat kesempurnaan manusia. Membina diri menjadi sesuatu yang urgen karena kitalah yang memahami apa yang sebenarnya kita sendiri butuhkan untuk berkembang. Siapa lagi yang mengenal diri kita selain kita sendiri? "Mengapa kita harus membina diri?" Karena menjadi manusia yang bermanfaat membutuhkan proses yang sangat panjang. Manusia harus senantiasa memperbaiki diri agar menjadi lebih baik setiap hari, setiap waktunya.
Contohnya ada pada Rasulullah SAW.
  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum jadi nabi, dipersiapkan, dibina, dan dijaga oleh selama 40 tahun.
  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum menyiarkan Islam secara terang-terangan ke seluruh masyarakat Makkah dipersiapkan dulu 5 tahun setelah turunnya wahyu pertama.
Rasul saja mempersiapkan dan membina diri dulu, apalagi kita.

Bagaimana Caranya Beristikamah dalam Membina Diri?

Membina diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik ada banyak caranya, seperti senantiasa mengikuti kajian-kajian keislaman, menentukan target-target amalan, berkumpul dengan orang-orang saleh dan lain sebagainya. Namun, beristikamah untuk senantiasa ingin memperbaiki diri dan membina diri adalah perkara yang lebih berat untuk dilakukan.

Cara-cara untuk Istikamah dalam Membina Diri
  • Senantiasa Bermuhasabah
Bermuhasabah artinya mengevaluasi diri sendiri.
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Hasyr [59]: 18)
  • Menghadirkan Motivasi-motivasi dalam Diri
Ada beberapa cara untuk menghadirkan motivasi:
  1. Mengingat kembali balasan yang akan diberikan Allah kepada orang yang selalu membina diri.
  2. Mencari teman-teman yang selalu mengingatkan untuk menjadi lebih baik.
  • Berdoa kepada Allah agar Diberi Keistikamahan
Karena hanya Allah-lah pemberi taufik dan hidayah serta pembawa kemudahan setelah kesulitan.

Kebebasan

Berawal dari pertanyaan di ask.fm di bawah, saya jadi mulai menulis post ini.

Untuk pertanyaan tersebut, saya menjawab seperti ini:
Saya membayangkan diri saya punya sepasang sayap. Saya bisa terbang ke mana saja dengan sepasang sayap yang saya punya itu. Kalau tanpa sepasang sayap saja saya masih bisa berpergian ke mana saja secara efisien, apalagi dengan sepasang sayap. 
Akan tetapi, kalau saya punya sayap, saya harus rajin merawatnya. Saya juga harus menjaga kesehatan saya karena terbang pasti melelahkan. Selalu ada bayaran untuk kebebasan yang kita punya. Tapi, tenang, bayarannya bebas.

Saya juga teringat salah satu post saya di Instagram (https://www.instagram.com/p/BbOnkJKh0Pf/). Waktu itu, saya buat caption-nya sambil agak curcol, hhe.
Engkau boleh berbohong kepadaku, tetapi aku akan tetap jujur. Kebenarannya ada di pikiranmu. Kontemplasimu berpendar dalam temaram kepalamu. Berpikirlah jika engkau ini merdeka. Merdeka berarti bebas, berdiri sendiri, dan tidak bergantung pada hal yang tidak bisa menjadi ketergantungan. Merdeka sejak dalam pikiran agar perbuatanmu turut merdeka dari sana. Dan, jika kita merdeka, bukankah semakin banyak yang kita pertanggungjawabkan?

Jadi, saya akan mengompilasikan dua hal tersebut di sini.

Deklarasi, Sebuah Komitmen

Tahu tidak mengapa tanggal kemerdekaan Indonesia itu 17 Agustus 1945 padahal Indonesia baru benar-benar lepas dari penjajah beberapa tahun setelahnya? Teori saya, Indonesia mulai berani memperjuangkan kemerdekaannya sendiri pada 17 Agustus 1945. Biarpun baru "mulai", dengan mendeklarasikan kemerdekaannya, Indonesia memang sudah merdeka dari penjajahan. Masih ingat teks proklamasi?

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Tidak hanya proklamasi, ini juga menyangkut masalah kepercayaan yang kita anut. Sesungguhnya, kita bebas memilih kepercayaan dan pilihan kita pasti dihormati. Namun, setelah kita memilih kepercayaan kita, kita harus melakukan sesuatu yang membuktikan bahwa kita adalah penganut kepercayaan tersebut, sebut saja ibadah. Justru, kita harus beribadah sesuai kepercayaan yang kita anut karena kita memiliki kebebasan untuk memeluk kepercayaan apapun. Dan, justru, jika kita ini bebas, kita harus mau terikat pada komitmen. Komitmen untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan kita itulah yang harus kita pegang. Kita bertanggung jawab pada diri kita sendiri. Setelah itu, barulah kita bisa disebut istikamah (konsisten).

Ikatan yang Bukan Pengekangan

Ada legenda dari Asia Timur bahwa dua insan, laki-laki dan perempuan, yang berjodoh itu dihubungkan oleh benang merah takdir yang tidak terlihat. Benang itu bisa meregang dan mengendur, terlilit, serta menjadi kusut, tetapi tidak akan putus. Dengan analogi di atas, kebebasan tidak membuat kita berakhir tanpa ikatan. Bahkan, untuk memperoleh kebebasan, kita harus terikat pada Sang Pemberi Kebebasan setelah kita mengusahakan kebebasan yang kita punya itu. Setelah itu, ikatan yang kalian punya dengan orang tua kalian, teman-teman kalian, kekasih kalian, guru kalian, dan orang-orang yang berarti bagi kalian bukannya justru membuat kalian bisa berdiri dengan kaki kalian sendiri?

Kalian yang punya pacar memang tidak boleh terlalu mengekang pacar kalian. Bagaimana jika pacar kalian bukan orang yang berada di ujung lain benang merah yang mengikat kalian? Mempertahankan seseorang yang berada dekat kita itu dimaklumi, tetapi kalau kalian terlalu berharap pacar kita adalah satu-satunya, kalian bisa disebut posesif (yang akan dibahas lain waktu). Toh, selagi kita belum menemukan ujung lain dari benang merah yang mengikat kita, kita masih bisa memperbaiki diri sampai waktunya kita bertemu dengan yang di seberang. Belajar bertanggung jawab memang penting.

Menikmati Kebebasan

Kita kuat bila kita dapat menikmati kebebasan. Kita tidak diperintah dan tidak memerintah untuk segala hal yang berkaitan dengan diri dan hidup kita. Jika kita merasa kita ini jiwa-jiwa yang merdeka, masihkah kita bergantung pada hal yang tidak bisa menjadi ketergantungan? Terinspirasi boleh, punya dependensi (berlebihan) jangan. #maksa #NTMS

Terima kasih!

Jumat, 30 Agustus 2019

Karya Inovasi dan Regenerasinya


(Tulisan ini pernah memenangkan Sayembara Opini Pers Mahasiswa ITB dan dimuat di kolom "Opini" koran Ganeca Pos Edisi Agustus 2018 versi cetak oleh Pers Mahasiswa ITB. Untuk gambar lebih jelasnya dapat diunduh di sini. Ada sedikit perbedaan pada tulisan asli opini dari saya sendiri dan tulisan di koran. Yang ada di bawah adalah tulisan asli opini dari saya sendiri.)

Kita mengetahui adanya tiga arah gerak, yaitu sosial politik, sosial masyarakat, dan karya inovasi. Di antara ketiga arah gerak tersebut, karya inovasi adalah arah gerak yang paling bisa terlihat dampaknya. Mengapa demikian? Karena di bidang karya inovasi bisa dilahirkan sesuatu yang konkret. Karya inovasi dapat merupakan bentuk perwujudan nyata dari sosial politik dan sosial masyarakat. Sebagai contoh, sistem irigasi pertanian yang dibangun di sebuah desa adalah hasil karya dari bidang sosial masyarakat dan buku kajian sebuah aksi demonstrasi massa adalah hasil karya dari bidang sosial politik. Tidak hanya itu, seorang psikolog yang sedang meneliti dampak psikologis ada atau tidaknya satuan keamanan di suatu lingkungan perumahan bisa dikatakan sedang berkarya di bidang sosial masyarakat. Jurnalis yang menuliskan hasil reportasinya mengenai keberjalanan pemilihan umum kepala negara pun sebenarnya sedang berkarya di bidang sosial politik. Bukankah tulisan ini yang sedang para pembaca baca juga merupakan sebuah karya?
Karya inovasi memang kental dengan yang namanya ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, apakah berkarya adalah membuat alat-alat canggih melulu? Apakah inovasi selalu datang jika adanya alat canggih dibuat? Tentu tidak. Inovasi sendiri didefinisikan sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal baru yang berbeda dari gagasan, metode, atau alat yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya[1]. Jadi, tidak harus sebuah alat, bukan? Karya inovasi itu sendiri bisa berupa barang atau jasa. Esensi dari sebuah karya ialah karya harus berpengaruh dan bermanfaat untuk kemaslahatan manusia. Maka dari itu, karya inovasi yang dibuat dalam bentuk apapun haruslah berdampak positif bagi manusia dan lingkungan dalam skala besar atau kecil.
Sekarang ini, prestasi ITB yang sedang dibanding-bandingkan dengan prestasi perguruan tinggi lainnya masih hangat dibicarakan. Padahal, jika kita mau menelusuri lebih jauh, ITB pun punya karyanya sendiri. Memang, jumlahnya relatif tidak banyak dan keberadaannya tidak begitu terekspos. Namun, pernahkah para pembaca bertanya-tanya mengapa hal-hal mengenai kekaryaan tidak menjadi hal yang menarik di ITB? Jawabannya satu: karena tidak ada atau kurang regenerasinya.
Mungkin para pembaca ada yang pernah mengetahui kuesioner mengenai fokus kemahasiswaan ITB yang disebarkan pada tahun 2014 silam. Hasilnya adalah kaderisasi di peringkat ke-1, isu sosial politik negara di peringkat ke-2, pengabdian masyarakat di peringkat ke-3, dan iptek di peringkat ke-4[2]. Dari hasil kuesioner tersebut, mahasiswa ITB lebih menyukai mengurus kaderisasi kampus daripada mengurus iptek. Sungguh sebuah ironi bahwa ITB yang merupakan institut teknologi malah tidak mengedepankan iptek. Namun, ironi itulah yang menjadi kenyataan di ITB saat ini. Sementara itu, daripada menyalahi keadaan, lebih baik ironi tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan karya inovasi, terutama di ITB. Ya, kita mengembangkan kekaryaan di tengah atmosfer kaderisasi, perpolitikan, dan juga pengabdian masyarakat di ITB yang sangat pekat. Tidak bisakah kita menularkan semangat berkarya dengan kaderisasi? Tidak bisakah kita melakukan pergerakan sosial politik atau sosial masyarakat melalui kekaryaan? Ketahuilah, hanya dengan mengeluhkan ITB yang tidak bisa memenangkan kejuaraan kekaryaan manapun tidak akan banyak mengubah apapun. Cukup mustahil regenerasi karya diwujudkan jika para pembaca diam saja. Ini sudah saatnya kita bergerak untuk berkontribusi di kekaryaan, baik langsung maupun tidak langsung.
Regenerasi karya yang dilakukan perlu berpedoman pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma Perguruan Tinggi terdiri dari tiga pilar dasar pola pikir dan menjadi kewajiban bagi mahasiswa, yakni 1) Pendidikan dan Pengajaran, 2) Penelitian dan Pengembangan, dan 3) Pengabdian kepada Masyarakat. Dari pilar pertama, kita mendidik dan mengajarkan orang-orang yang kita bina mengapa kita harus berkarya dan bagaimana cara berkarya yang baik dan benar. Dari pilar kedua, kita kembangkan ide, gagasan, pemikiran, dan inspirasi supaya dibuat karya inovasi dan melakukan penelitian serta studi yang terkait setelahnya. Dari pilar ketiga, kita harus memastikan bahwa karya inovasi yang dibuat memang bertujuan untuk mengabdi kepada masyarakat. Di sini, subjek regenerasi karya bisa jadi terbagi dua, yaitu regenerasi karya inovasinya dan regenerasi orang yang berkaryanya. Sebuah karya inovasi akan semakin bagus setiap harinya jika terus-menerus dikembangkan sehingga terdapat hasil yang berkelanjutan, tidak terhenti hanya di suatu waktu. Mungkin saja dibutuhkan pemutakhiran untuk karya terebut setiap beberapa waktu sekali. Itulah yang dinamakan regenerasi karya inovasi.
Sumber daya manusia di ITB, terutama mahasiswanya, bisa berubah-ubah secara kuantitas. Memang, mahasiswa yang sudah lama berkuliah akan meninggalkan kampus lalu digantikan dengan mahasiswa-mahasiswa baru. Akan tetapi, kualitas kekaryaan masih dapat diteruskan dari masa ke masa, bahkan dibuat lebih baik lagi seiring berjalannya waktu. Untuk regenerasi orang yang berkarya biasanya dilaksanakan di bawah suatu kelompok atau lembaga kemahasiswaan tertentu di ITB. Suatu kelompok atau lembaga kemahasiswaan tertentu memberikan profil-profil keanggotan kelompok atau lembaga kemahasiswaan tersebut kepada anggota-anggotanya untuk dipenuhi, salah satunya mengenai keprofesian yang dapat dimunculkan dalam bentuk karya inovasi. Kelompok atau lembaga kemahasiswaan yang sedang mengader anggota-anggotanya ini harus mengikuti falsafah dasar keberadaan organisasi kemahasiswaan. Falsafah dasar keberadaan organisasi kemahasiswaan yang dicetuskan oleh Muhammad Hatta menyatakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk manusia yang susila dan demokrat yang memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya, cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan, dan cakap memangku jabatan atau pekerjaan dalam masyarakat[3]. Falsafah dasar keberadaan organisasi kemahasiswaan harus ditegakkan di dalam kaderisasi kelompok atau lembaga kemahasiswaan di ITB seperti himpunan mahasiswa jurusan dan unit kegiatan mahasiswa. Falsafah dasar keberadaan organisasi kemahasiswaan ini mejadi pegangan mahasiswa yang merupakan insan akademis[4] jika para mahasiswa mau berkarya dan itu diajarkan di kaderisasi kelompok atau lembaga kemahasiswaan di ITB. Tentu kita mengetahui bahwa kaderisasi ada yang pasif dan ada yang aktif. Kaderisasi pasif untuk para anggota muda yang sedang dikader dalam orientasi jurusan (osjur) atau penerimaan mahasiswa anggota baru (PMAB). Kaderisasi aktif untuk para anggota biasa dan orang-orang yang berada dalam jajaran badan pengurus atau dewan-dewan di kelompok atau lembaga kemahasiswaan tersebut. Baik mereka yang masih menjadi anggota muda maupun mereka yang sudah menjadi pengurus himpunan memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya inovasi. Bukankah kaderisasi di suatu kelompok atau lembaga kemahasiswaan tertentu bisa meningkatkan empati terhadap diri sendiri dan orang lain, lalu menemukan suatu masalah, dan akhirnya menentukan solusi untuk masalah tersebut dalam bentuk karya? Dari sinilah kaderisasi kelompok atau lembaga kemahasiswaan berperan dalam regenerasi karya inovasi untuk orang-orang yang berkaryanya.
Penulis pribadi menimbang bahwa regenerasi mengenai karya inovasi masih bisa digalakkan di himpunan-himpunan mahasiswa jurusan atau di unit-unit kegiatan mahasiswa di ITB. Melalui kaderisasi himpunan atau unit kegiatan, para kader yang awalnya tidak tertarik untuk berkarya menjadi tertarik, keinsafan untuk berkarya dapat ditumbuhkan, dan nilai-nilai kekaryaan (sebagai contoh: solutif, kritis, progresif, dan adaptif[5]) tidak hanya ditanamkan kepada para kader, tetapi juga dapat disemai. Sebut saja sebuah himpunan mahasiswa Rekayasa Pertanian yang mampu memacu anggota-anggotanya agar berkarya untuk memajukan pertanian di Indonesia atau unit kegiatan robotika yang melatih anggota-anggotanya membuat robot yang bisa membantu pekerjaan manusia. Hal lain yang mungkin saja terjadi adalah keinginan untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) di tingkat nasional bisa terpantik dari kaderisasi himpunan mahasiswa jurusan atau kaderisasi unit kegiatan mahasiswa karena saat orientasi jurusan atau penerimaan mahasiswa anggota baru di unit kegiatan diberikan materi tentang PKM. Seorang mahasiswa yang berada di lingkungan yang penuh dengan orang-orang yang berkarya juga berkemauan untuk berkarya karena pengaruh lingkungannya. Contoh-contoh itu bisa menjadi bukti bahwa kaderisasi kelompok atau lembaga kemahasiswaan tersebut berhasil. Ya, kaderisasi yang terkesan abstrak bisa menghasilkan keluaran yang nyata. Salah satu jalan agar identitas mahasiswa sebagai insan akademis akan terlihat jika pada akhirnya mahasiswa mampu membuat karya inovasi yang bermanfaat. Bermanfaat di sini tidak hanya akan menimbulkan rasa puas bagi para pembuat karya dan para penggunanya, tetapi juga ada nilai dalam manfaat penggunaannya.
Jadi, kekaryaan tetap membutuhkan regenerasi, tidak?
 
Referensi:
[1] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 939—940.
[2] https://www.zenius.net/blog/15841/perkembangan-iptek-indonesia (diakses pada 12 Agustus 2018 pukul 21.57)
[3] Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung. (2015). Konsepsi Organisasi Kemahasiswaan Keluarga Mahasiswa ITB Amandemen 2015. Hlm. 3.
[4] Ibid. 
[5] Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung 2018/2019. (2018). Nilai Dasar Pergerakan KM ITB. Hlm. 12—14.