Kamis, 05 September 2019

Kebebasan

Berawal dari pertanyaan di ask.fm di bawah, saya jadi mulai menulis post ini.

Untuk pertanyaan tersebut, saya menjawab seperti ini:
Saya membayangkan diri saya punya sepasang sayap. Saya bisa terbang ke mana saja dengan sepasang sayap yang saya punya itu. Kalau tanpa sepasang sayap saja saya masih bisa berpergian ke mana saja secara efisien, apalagi dengan sepasang sayap. 
Akan tetapi, kalau saya punya sayap, saya harus rajin merawatnya. Saya juga harus menjaga kesehatan saya karena terbang pasti melelahkan. Selalu ada bayaran untuk kebebasan yang kita punya. Tapi, tenang, bayarannya bebas.

Saya juga teringat salah satu post saya di Instagram (https://www.instagram.com/p/BbOnkJKh0Pf/). Waktu itu, saya buat caption-nya sambil agak curcol, hhe.
Engkau boleh berbohong kepadaku, tetapi aku akan tetap jujur. Kebenarannya ada di pikiranmu. Kontemplasimu berpendar dalam temaram kepalamu. Berpikirlah jika engkau ini merdeka. Merdeka berarti bebas, berdiri sendiri, dan tidak bergantung pada hal yang tidak bisa menjadi ketergantungan. Merdeka sejak dalam pikiran agar perbuatanmu turut merdeka dari sana. Dan, jika kita merdeka, bukankah semakin banyak yang kita pertanggungjawabkan?

Jadi, saya akan mengompilasikan dua hal tersebut di sini.

Deklarasi, Sebuah Komitmen

Tahu tidak mengapa tanggal kemerdekaan Indonesia itu 17 Agustus 1945 padahal Indonesia baru benar-benar lepas dari penjajah beberapa tahun setelahnya? Teori saya, Indonesia mulai berani memperjuangkan kemerdekaannya sendiri pada 17 Agustus 1945. Biarpun baru "mulai", dengan mendeklarasikan kemerdekaannya, Indonesia memang sudah merdeka dari penjajahan. Masih ingat teks proklamasi?

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Tidak hanya proklamasi, ini juga menyangkut masalah kepercayaan yang kita anut. Sesungguhnya, kita bebas memilih kepercayaan dan pilihan kita pasti dihormati. Namun, setelah kita memilih kepercayaan kita, kita harus melakukan sesuatu yang membuktikan bahwa kita adalah penganut kepercayaan tersebut, sebut saja ibadah. Justru, kita harus beribadah sesuai kepercayaan yang kita anut karena kita memiliki kebebasan untuk memeluk kepercayaan apapun. Dan, justru, jika kita ini bebas, kita harus mau terikat pada komitmen. Komitmen untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan kita itulah yang harus kita pegang. Kita bertanggung jawab pada diri kita sendiri. Setelah itu, barulah kita bisa disebut istikamah (konsisten).

Ikatan yang Bukan Pengekangan

Ada legenda dari Asia Timur bahwa dua insan, laki-laki dan perempuan, yang berjodoh itu dihubungkan oleh benang merah takdir yang tidak terlihat. Benang itu bisa meregang dan mengendur, terlilit, serta menjadi kusut, tetapi tidak akan putus. Dengan analogi di atas, kebebasan tidak membuat kita berakhir tanpa ikatan. Bahkan, untuk memperoleh kebebasan, kita harus terikat pada Sang Pemberi Kebebasan setelah kita mengusahakan kebebasan yang kita punya itu. Setelah itu, ikatan yang kalian punya dengan orang tua kalian, teman-teman kalian, kekasih kalian, guru kalian, dan orang-orang yang berarti bagi kalian bukannya justru membuat kalian bisa berdiri dengan kaki kalian sendiri?

Kalian yang punya pacar memang tidak boleh terlalu mengekang pacar kalian. Bagaimana jika pacar kalian bukan orang yang berada di ujung lain benang merah yang mengikat kalian? Mempertahankan seseorang yang berada dekat kita itu dimaklumi, tetapi kalau kalian terlalu berharap pacar kita adalah satu-satunya, kalian bisa disebut posesif (yang akan dibahas lain waktu). Toh, selagi kita belum menemukan ujung lain dari benang merah yang mengikat kita, kita masih bisa memperbaiki diri sampai waktunya kita bertemu dengan yang di seberang. Belajar bertanggung jawab memang penting.

Menikmati Kebebasan

Kita kuat bila kita dapat menikmati kebebasan. Kita tidak diperintah dan tidak memerintah untuk segala hal yang berkaitan dengan diri dan hidup kita. Jika kita merasa kita ini jiwa-jiwa yang merdeka, masihkah kita bergantung pada hal yang tidak bisa menjadi ketergantungan? Terinspirasi boleh, punya dependensi (berlebihan) jangan. #maksa #NTMS

Terima kasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar