TPB merupakan singkatan dari tahap persiapan bersama.
Mungkin kalian tahu kalau kepanjangan dari TPB sering dipelesetkan menjadi Tahap Paling Bahagia atau Tahap Paling Baper. Mengapa? Mengapa? Saya pun tidak tahu.
Sesuai dengan judul, tulisan ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan saya dan (mungkin juga) kita semua sebagai mahasiswa TPB ITB.
Apa kita ingat saat kita pertama kali menginjakkan kaki di kampus kita ini? Bagaimana rasanya? Senang? Bangga? Wajar kalau kita merasakan seperti itu.
Saya (dan kita semua) yakin bahwasannya apa yang kita usahakan akan sebanding dengan apa yang kita dapatkan.
Namun, hal-hal seperti itu bisa menyebabkan kita terjebak dalam euforia. Tidak, tidak, saya tidak melarang kita semua untuk ber-euforia. Justru, saya menganjurkan kita semua untuk ber-euforia. Euforia memberikan kita kenyamanan secara internal dari dalam diri terhadap kampus kita. Masak, sih, kita tidak boleh merasa nyaman di kampus yang akan menjadi rumah dan tempat peraduan kita ini? Yang menjadi pertanyaannya adalah "Sampai kapan?".
Sudah lebih dari sebulan saya berkuliah dan sangat disayangkan bahwa masih ada beberapa belum "bangun tidur". Ini membuat saya berpikir apakah kita semua lupa alasan kita masuk ke kampus kita ini. Apa azam kita masuk ke ITB?
"Setiap amal bergantung niatnya."
Ada yang ingin IPK-nya bagus, yang mengejar popularitas, yang mencari jabatan, dan lain-lain.
Saya pernah dengar seorang teman berkata, "Sudahlah, gak usah terlalu serius sama pelajaran dan tugas-tugas. Yang diperlukan masyarakat itu yang jago ngomong. Ngapain IPK bagus-bagus kalau gak bisa bersosialisasi?"
Teman saya yang lain pernah berkata, "Ah, aku gak mau ikut organisasi (unit dsb.). Aku takut nggak punya waktu buat belajar, datang ke kajian, dan aku jadi futur."
Memang, setiap pribadi punya prioritasnya masing-masing. Akan tetapi, kita seolah-olah tidak ingat bahwa kita harus menjadikan kebaikan sebagai kepentingan kita.
Oke, maafkan saya atas penghakiman saya. Akan tetapi, saya bisa bilang bahwa apa yang dinyatakan dari kedua teman saya kurang benar. Well, tendensi orang berbeda-beda, tetapi menyeimbangkannya adalah suatu keharusan.
Kemudian, apa maksudnya dengan euforia-euforia yang saya maksud di awal? Kawan, sekali lagi saya nyatakan, saya menganjurkan kalian, eh, kita semua ber-euforia. Nah, ingat-ingat lagi kalau sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.
Masih ingin terjebak euforia?
Kalau masih ingin, silakan, belajarlah sekeras-kerasnya, ikutlah kepanitiaan sebanyak-banyaknya, atau duduk berzikirlah di masjid yang lama, tetapi semua risikonya ditanggung oleh kita. Lari dari tanggung jawab? Lari saja sekalian dari kampus kita ini.
Ini bukan hal yang seharusnya saya khawatirkan, tetapi..., ya, saya peduli.
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran." (Q.S. Al-Ashr [103]: 1—3)
Kita semua harus seimbang dalam 3B: Belajar, Bersosialisasi, dan Beribadah. Semua itu menunjang kehidupan kita semua di kampus kita.
Saya juga harus belajar menghargai waktu dan tidak mudah terkena pantangan dari luar.
Akhir kata, saya mohon maaf apabila ada salah kata. Saya tidak berniat untuk menyindir siapapun sama sekali.
Yha, kalau kita bisa seimbang antara akademik dan kemahasiswaan, mengapa tidak? ;)
Aisy Diina Ardhantoro
SITH-R 2016
(Tulisan sudah lama, sih, ini. Ingin dikemarikan aja. Hhe.)
(Sudah. Itu saja.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar