Selasa, 09 Maret 2021

Menunjukkan Kerentanan Bukan Menunjukkan Kelemahan!

Menunjukkan Kerentanan Bukan Menunjukkan Kelemahan!


Sebaik-baiknya kita, sehebat-hebatnya kita, secantik atau setampan apapun kita, kita pastu pernah melakukan kesalahan, kekonyolan, hal-hal memalukan dan negatif, atau apapun yang tidak menyenangkan lainnya. Itu bukanlah sesuatu yang harus ditutup-tutupi. Tidak, kamu tidak lemah. Ya, kamu tahu bahwa manusia rentan berbuat salah. Manusia adalah tempatnya khilaf (keliru). Semua manusia pernah menjadi khilaf. Jika kamu terlalu memaksakan diri untuk menjadi sempurna, kamu justru akan memperlemah dirimu. Tidak apa-apa bila kamu merasa lemah. Artinya, kamu sudah cukup kuat untuk mengakui bahwa kamu ini lemah.

Ketahuilah, tujuan-tujuan yang ingin kaucapai sama sekali tidak mudah. Adakalanya, kamu menemui kegagalan, tetapi itu bukan berarti kamu sendirilah kegagalan itu. Bukankah kegagalan yang menjadi sumber keberhasilan? Kamu lebih mencintai tujuanmu, mimpi-mimpi dan kesuksesan daripada mencintai dirimu sendiri? Ah, ya, media seringkali menipu dengan menunjukkan lebih banyak kesuksesan yang dimiliki orang lain ketimbang kegagalannya yang sebenarnya lebih biasa, lumrah, wajar, dan diharapkan.

Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang pernah kamu kecewakan? Mereka yang pernah kamu kecewakan masih butuh cinta dan butuh untuk dicintai. Mungkin darimu, mungkin juga tidak. Memang tidak semua orang akan menyukai kita. Namun, pasti akan datang orang-orang yang tepat meskipun pernah dikecewakan. Orang-orang yang tepat akan senang hati bersamamu. Orang-orang yang tepat akan mencintaimu secara tulus dan tanpa syarat. Tentu saja itu akan terjadi jika kamu mencintai dirimu sendiri juga. Tentu saja itu akan terjadi jika kamu mau berbagi dan menunjukkan kerentananmu kepada orang-orang yang tepat itu, dengan cara yang tepat dan dalam jumlah yang tepat juga. Kamu tidak hanya terdiri dari segala pencapaianmu, tetapi juga dari orang-orang yang mencintaimu.

Istirahatlah hingga kamu pulih dan rasa sakitmu hilang, lewat, tidak peduli selama apapun. Apapun yang terasa sakit akan sembuh. Menjadi rentan membuka peluangmu untuk mengetahui kekuatanmu dan kelemahanmu sehingga kamu tidak mengabaikannya dan tidak menyembunyikannya. Kesalahan dan kekhilafan akan membuatmu lebih banyak belajar. Maka dari itu, jangan putus asa. Percayalah, suatu saat, keberuntungan akan berpihak kepadamu.

Dalam Kecemasan

Aku membuka mataku saat bangun tidur. Baru saja melek, aku merasa segalanya terasa berat. Kelopak mataku, badanku, kakiku. Semuanya. Dengan susah payah, aku pergi ke kamar mandi. Setidaknya, suara air akan lebih efektif untuk membangunkanku. Kemudian, aku berangkat untuk kuliah yang tidak begitu kusukai. Hei, aku sangat menyukai ilmu yang harus kutimba. "Sistem" menimbanya itu, lho. Tugas bertumpuk, praktikum berjejalan, dan presentasi kelompok yang penuh friksi.
 
Aku bertanya-tanya mengapa aku harus melakukan ini. Aku merasa sangat lelah. Aku tidak punya tenaga untuk melakukan apapun. Jadwal lari pagi yang aku susun malah berantakan karena aku bangun kesiangan dan sesudah bangun harus segera menyelesaikan PR-ku. Lucunya, aku rasa aku sudah banyak tidur, tetapi mengapa aku merasa tidurku kurang lama hingga aku terlambat bangun?

Ah! Aku merasa damai saat tidur. Aku mengetahui bahwa tidur adalah mati sementara. Jadi, kalau aku mau selalu merasa damai, haruskah aku selalu tidur? Haruskah aku ... mati? Well, mungkin aku akan merasakan kedamaian jika aku mati sebagai orang yang baik dan adil sementara belum tentu aku seperti itu. Inikah yang disebut dengan "hidup segan, mati tak mau"? Entahlah. Aku butuh senjata, seperti pistol atau pisau, di dekatku untuk melindungi diri, termasuk dari diriku sendiri.

Mungkinkah aku harus menceritakan masalahku ini? Namun, kepada siapa? Kawan-kawan yang kuketahui mau mendengarkanku berada jauh dariku. Tentu saja mereka punya kesibukan masing-masing. Orang tuaku bekerja dan ada saudara-saudaraku yang harus diurus juga. Lagipula, aku menunjukkan bahwa diriku baik-baik saja walaupun aku tidak merasa begitu. Siapa yang mau mendengarkanku? Aku yang bungkam punya banyak hal untuk dikatakan.

Hanya saja, makin lama, aku semakin merasa terseok-seok. Aku jadi membenci siapapun, teman-temanku, orang di luar sana, bahkan diriku sendiri. Aku hendak mengkritisi segala sesuatu yang ada di hadapanku. Jari ini ingin menunjuk, tapi ke mana? Kepada siapa? Pada apa? Eh, tiba-tiba saja aku malah merasa tidak berdaya. Aku tidak dibutuhkan, aku tidak dicintai. Lingkungan sekitarku seharusnya menjadi mendingan tanpa diriku. Tiada lagi diriku. Tiada.

Oh. Aku masih hidup. Aku masih hidup?

Tentunya, aku harus mencari bantuan sebelum terlambat. Sebelum keadaan memburuk. Sebelum semua terasa lebih berat. Langkah besar untuk perubahan menuju arah yang lebih baik harus diambil. Aku bukan orang lemah, tetapi aku sudah menjadi kuat terlalu lama. Kini, aku berusaha bertarung melawan diriku sendiri dengan diriku sendiri bersama diriku sendiri untuk diriku sendiri.

- Dalam Kecemasan -
Dibuat pada 9 September 2019
 



(Visit healthyplace.com for more!)

*The Ghosting Phase*

Ghosting berasal dari kata dasar ghost yang berarti hantu. Arti dari ghosting sendiri tidak jauh dari kata menghantui. Ghosting bisa berlaku ketika suatu pihak merasa ditinggalkan oleh pihak lain dan pihak lain tersebut tidak diketahui keberadaannya dengan jelas karena menghilang begitu saja. Pihak kedua tengah melakukan ghosting sehingga pihak pertama merasa "dihantui" oleh si pihak kedua.  "Ada tapi tiada", begitulah penggambaran ghosting pada umumnya.
Fenomena ghosting kerap kali terjadi di lingkungan yang melibatkan hubungan sosial dengan beberapa orang. Manusia memang makhluk unik dan sosialisasi dengan manusia lain bisa berlangsung secara dinamis. Keunikan manusia dan dinamisasi yang berlangsung membuat beberapa hal bisa terjadi di luar perkiraan. Lebih-lebih ada kemungkinan peer pressure dan lingkungan yang destruktif yang berujung pada penarikan diri seseorang (withdrawal). Withdrawal merupakan suatu respon pertahanan diri saat merasa tidak nyaman dan aman, sebuah bentuk dari flight (salah satu dari respon 4F: fight/flight/freeze/flock). Withdrawal inilah yang kerap menyebabkan seseorang melakukan ghosting.

Apa yang harus kita lakukan bila seseorang melakukan ghosting? Ada satu "mantra" yang ampuh untuk digunakan saat menghadapi orang yang tengah ghosting:
"I'm here for you (Aku ada untukmu)."
Tidak semua orang bisa membuka diri dengan mudah (karena banyak faktor yang akan panjang bila semua dibahas di sini) dan karena ia merasa tidak seprofesional yang orang lain ekspektasikan. Kapasitas orang-orang berbeda, termasuk kapasitas fisik, mental, dan spiritual. Lalu, bagaimana bila seseorang yang sedang ghosting ini tetap tidak mau menceritakan masalahnya? Tidak apa-apa, beri dia ruang dan waktu. Jangan seperti orang kesambet untuk mencari dia. Tetaplah membangun atmosfer yang nyaman bila sedang bersama dan jangan memaksanya untuk cerita. Yang terpenting, kita sudah berusaha. Doakanlah agar masalahnya selesai dan dia bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. At this point, we just need to be altruist and not judgemental on helping others.

Namun, seseorang bisa jadi ingin berhenti melakukan ghosting. Bisakah seseorang memperbaiki keadaan setelah melakukan ghosting? Jawabannya adalah 'ya'. Bagaimana caranya?
  • Meditasi
Mungkin meditasi bukan kata yang tepat, tetapi intinya adalah menjernihkan pikiran dari hal-hal buruk. Meditasi juga membuat pikiran kita hadir di saat ini, tidak di masa lalu dan di masa depan.
  • Berhubungan dengan orang-orang yang bisa dipercaya (teman dekat, keluarga, mentor, konsultan, dsb.)
Kadang kala, merasa sendirian membuat kita menjadi tidak berdaya.
  • Lari ke tempat terpencil dan berteriak-teriaklah di sana
Oke, ini dilakukan saat keadaan dirasa parah dan kalian merasa "dosa" yang sudah dilakukan sangat besar. You are who you are when nobody's around. Selagi tidak ada orang lain yang melihat, tidak masalah untuk menjadi seemosional mungkin. Wajarlah jika kita merasa sakit, terluka, sedih, marah, bersalah, dll.segala jenis emosi negatiftoh, itu cuma menandakan bahwa kita ini benar-benar manusia.
  • Bersabar

***

Saya menulis ini karena saya pernah melakukan ghosting dan saya tidak ingin orang lain melakukan kesalahan yang sama seperti yang saya lakukan. Apa pun penyebab saya melakukan ghosting, semoga saya tidak ghosting lagi. Bukan berarti ghosting itu selalu tidak baik, tetapi jika bisa dikomunikasikan terlebih dahulu, akankah lebih baik? Menghindar memang salah satu bentuk solusi; apakah itu solusi terbaik? Ya, tentu saja dibutuhkan perhatian dari orang-orang terdekatnya, mulai dari orang tua, sahabat, pasangan, dan lain-lain. Di mana kita saat kita dibutuhkan? Siapa lagi yang bisa membantu kalau bukan kita-kita yang sadar?

Everyone has their own battle.

Senin, 01 Maret 2021

Berbicara dengan Allah SWT

(Menemukan tulisan lama, tahun 2017, entah pernah dipublikasikan di suatu tempat atau tidak.)


"Hah? Memangnya bisa?"

Bisa, dong. Allah SWT bahkan memerintahkan kita untuk berharap hanya kepada-Nya. Allah SWT sudah menyebarkan seluruh pesan kasih-sayang-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya, baik tertulis maupun tidak tertulis. Khusus untuk yang tertulis, kita mengenal kitab yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW, yakni Al-Qur'an. Oleh karena itu, kita, umat muslim, wajib membaca dan mengkaji isi Al-Qur'an.

Membaca Al-Qur'an bernilai ibadah sehingga dengan membacanya, kita mendapat pahala. Nabi Muhammad SAW bersabda:

Pahala membaca satu huruf Al-Qur'an sama dengan satu amal kebajikan. Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur'an), maka ia akan memperoleh satu amal kebajikan dan satu amal kebajikan dilipatkan sepuluh kali. Saya tidak mengatakan alif-lam-mim itu satu huruf, tetapi saya mengatakan alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.

(HR. At-tirmidzi dan Ad-darimi)

Jadi, membaca satu huruf di Al-Qur'an bisa mendapat sepuluh kebaikan. Sementara itu, terdapat banyak sekali huruf dalam Al-Qur'an yang bisa kita baca.


Tidak perlu khawatir bila kita belum begitu lancar membaca Al-Qur'an. Nabi Muhammad SAW bersabda:

Orang yang membaca al-Quran dan ia sudah mahir dengan bacaannya itu, maka ia adalah beserta para malaikat utusan Allah yang mulia lagi sangat berbakti, sedang orang yang membacanya al-Quran dan ia berbolak-balik dalam bacaannya (yakni tidak lancar) juga merasa kesukaran di waktu membacanya itu, maka ia dapat memperoleh dua pahala.

(Muttafaq ‘alaih)

Yang terpenting untuk kita, kita harus senantiasa mau bersemangat dalam belajar dan mempelajari Al-Qur'an karena orang yang paling baik di antara kita semua adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. Dengan membaca Al-Qur'an, sesungguhnya kita sedang berbicara dengan Allah, mendengarkan Allah, dan berjalan di jalan-Nya.

Kita tidak perlu menunggu waktu luang untuk membaca Al-Qur'an. Yang perlu kita lakukan adalah kita harus meluangkan waktu yang ada. Jadi, di tengah-tengah kesibukan yang kita punya, kita memang harus menyempatkan diri membaca Al-Qur'an, berbicara dengan Allah SWT. 

Yuk, ngaji!