Selasa, 09 Maret 2021

*The Ghosting Phase*

Ghosting berasal dari kata dasar ghost yang berarti hantu. Arti dari ghosting sendiri tidak jauh dari kata menghantui. Ghosting bisa berlaku ketika suatu pihak merasa ditinggalkan oleh pihak lain dan pihak lain tersebut tidak diketahui keberadaannya dengan jelas karena menghilang begitu saja. Pihak kedua tengah melakukan ghosting sehingga pihak pertama merasa "dihantui" oleh si pihak kedua.  "Ada tapi tiada", begitulah penggambaran ghosting pada umumnya.
Fenomena ghosting kerap kali terjadi di lingkungan yang melibatkan hubungan sosial dengan beberapa orang. Manusia memang makhluk unik dan sosialisasi dengan manusia lain bisa berlangsung secara dinamis. Keunikan manusia dan dinamisasi yang berlangsung membuat beberapa hal bisa terjadi di luar perkiraan. Lebih-lebih ada kemungkinan peer pressure dan lingkungan yang destruktif yang berujung pada penarikan diri seseorang (withdrawal). Withdrawal merupakan suatu respon pertahanan diri saat merasa tidak nyaman dan aman, sebuah bentuk dari flight (salah satu dari respon 4F: fight/flight/freeze/flock). Withdrawal inilah yang kerap menyebabkan seseorang melakukan ghosting.

Apa yang harus kita lakukan bila seseorang melakukan ghosting? Ada satu "mantra" yang ampuh untuk digunakan saat menghadapi orang yang tengah ghosting:
"I'm here for you (Aku ada untukmu)."
Tidak semua orang bisa membuka diri dengan mudah (karena banyak faktor yang akan panjang bila semua dibahas di sini) dan karena ia merasa tidak seprofesional yang orang lain ekspektasikan. Kapasitas orang-orang berbeda, termasuk kapasitas fisik, mental, dan spiritual. Lalu, bagaimana bila seseorang yang sedang ghosting ini tetap tidak mau menceritakan masalahnya? Tidak apa-apa, beri dia ruang dan waktu. Jangan seperti orang kesambet untuk mencari dia. Tetaplah membangun atmosfer yang nyaman bila sedang bersama dan jangan memaksanya untuk cerita. Yang terpenting, kita sudah berusaha. Doakanlah agar masalahnya selesai dan dia bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. At this point, we just need to be altruist and not judgemental on helping others.

Namun, seseorang bisa jadi ingin berhenti melakukan ghosting. Bisakah seseorang memperbaiki keadaan setelah melakukan ghosting? Jawabannya adalah 'ya'. Bagaimana caranya?
  • Meditasi
Mungkin meditasi bukan kata yang tepat, tetapi intinya adalah menjernihkan pikiran dari hal-hal buruk. Meditasi juga membuat pikiran kita hadir di saat ini, tidak di masa lalu dan di masa depan.
  • Berhubungan dengan orang-orang yang bisa dipercaya (teman dekat, keluarga, mentor, konsultan, dsb.)
Kadang kala, merasa sendirian membuat kita menjadi tidak berdaya.
  • Lari ke tempat terpencil dan berteriak-teriaklah di sana
Oke, ini dilakukan saat keadaan dirasa parah dan kalian merasa "dosa" yang sudah dilakukan sangat besar. You are who you are when nobody's around. Selagi tidak ada orang lain yang melihat, tidak masalah untuk menjadi seemosional mungkin. Wajarlah jika kita merasa sakit, terluka, sedih, marah, bersalah, dll.segala jenis emosi negatiftoh, itu cuma menandakan bahwa kita ini benar-benar manusia.
  • Bersabar

***

Saya menulis ini karena saya pernah melakukan ghosting dan saya tidak ingin orang lain melakukan kesalahan yang sama seperti yang saya lakukan. Apa pun penyebab saya melakukan ghosting, semoga saya tidak ghosting lagi. Bukan berarti ghosting itu selalu tidak baik, tetapi jika bisa dikomunikasikan terlebih dahulu, akankah lebih baik? Menghindar memang salah satu bentuk solusi; apakah itu solusi terbaik? Ya, tentu saja dibutuhkan perhatian dari orang-orang terdekatnya, mulai dari orang tua, sahabat, pasangan, dan lain-lain. Di mana kita saat kita dibutuhkan? Siapa lagi yang bisa membantu kalau bukan kita-kita yang sadar?

Everyone has their own battle.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar