Minggu, 29 September 2019

Pergi Bersama

Aku sering bertanya-tanya apa yang kamu lakukan di akhir minggu. Apakah kamu sedang mengkaji topik favoritmu, menyetrika pakaian, atau belajar untuk ujian hari esok? Aku yakin, kamu sebenarnya punya banyak hal untuk dikatakan. Yah, aku tidak akan menyalahkan pilihanmu untuk tetap membungkam mulutmu. Itu adalah absurdisitas yang masih dapat kuterima. Mungkin saat ini, kamu juga menganggapku sebagai anomali terbesar dalam hidupmu. Aku sadar bahwa kita sangat dekat, tetapi nyatanya, sangat jauh.

Aku senang menjelajah, bermobilisasi, pergi ke satu tempat ke tempat lainnya. Berpergian membuatku memahami bahwa besaran jarak seharusnya berbanding lurus dengan stabilitas emosi yang kumiliki. Namun, menjauh dari hal apa? Aku bak daun gugur dari pohon yang baru saja meranggas. Aku tidak berada di tempat asalku, hampir mati, dan, oh, bahkan sepertinya aku akan mati. Akan tetapi, kematianku menambah zat hara untuk kesuburan tanah. Pohonnya akan bertumbuh semakin menjulang tinggi. Aku ingin melihatmu menjadi dirimu sendiri dalam versi terbaik. Itu akan membuatku bahagia jika kamu bahagia.

Kamu belum pernah kemari, bukan? Di sini, kamu bisa menjadi sosok yang tidak hanya profesional, tetapi juga manusiawi. Mara bahaya yang akan kita lewati bakal menjadikan kita manusia. "Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk," begitu kata orang-orang. Kita bergerak bersama dan nikmati itu. Kita pergi bersama.

And if you have a minute, why don't we go 
Talk about it somewhere only we know 
This could be the end of everything 
So, why don't we go 
Somewhere only we know 
(Keane - "Somewhere Only We Know")

Kamis, 05 September 2019

Istikamah

Istiqamah (Istikamah)
Secara etimologi:
Berasal dari dua kata, yaitu

  • Qama = tegak, lurus dan tidak bengkok
  • Ista = meminta usaha dan keinginan untuk mewujudkan sesuatu
Secara terminologi:
Usaha untuk mewujudkan diri yang senantiasa melakukan suatu kebaikan.
Dalam KBBI, istikamah (n) berarti sikap teguh pendirian dan selalu konsisten.
Beberapa kata yang memiliki kaitan dengan 'istikamah':

  • Konsisten: 1) (a) tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek, 2) (a) selaras; sesuai
  • Persisten (n): 1) (v) terus-menerus; bersinambung, 2) (a) gigih; kukuh
Jadi, beristikamah adalah menjadi konsisten dan persisten.

Istikamah dalam Membina Diri

Gambar 1
HR. Muslim (no. 38), Ahmad (III/413), At-Tirmidzi (no. 2410), An-Nasā'i dalam As-Sunanul Kubra (no. 11425, 11426, 11776), Ibnu Mājah (no. 3972), Ad-Dārimi (II/298), Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jamul Kabīr (no. 6396, 6397, 6398) Ath-Thayālisi (no. 1327), Ibnu Abi `Ashim dalam As-Sunnah (no. 21--22), Ibnu Abid Dun'ya dalam Ash-Shamt (no. 7), Al-Hakīm (IV/313), Ibnu Hibbān (no. 938, 5668, 5669, 5670, 5673-At-Ta'līqatul Hisān), Al-Baihaqi dalam Syu'abul Imān (no. 4572, 4574, 4575), dan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 16)
(Sumber: Materi Mentoring Agama dan Etika Islam ITB 2018 dan https://almanhaj.or.id/3351-iman-dan-istiqamah.html)

Membina diri adalah pembinaan yang dilakukan oleh seorang muslim terhadap dirinya sendiri untuk membentuk kepribadian Islami yang komprehensif yang meliputi aspek ilmu pengetahuan, aspek keimanan, aspek akhlak, aspek sosial, dan lainnya serta meningkatkan derajat kesempurnaan manusia. Membina diri menjadi sesuatu yang urgen karena kitalah yang memahami apa yang sebenarnya kita sendiri butuhkan untuk berkembang. Siapa lagi yang mengenal diri kita selain kita sendiri? "Mengapa kita harus membina diri?" Karena menjadi manusia yang bermanfaat membutuhkan proses yang sangat panjang. Manusia harus senantiasa memperbaiki diri agar menjadi lebih baik setiap hari, setiap waktunya.
Contohnya ada pada Rasulullah SAW.
  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum jadi nabi, dipersiapkan, dibina, dan dijaga oleh selama 40 tahun.
  • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum menyiarkan Islam secara terang-terangan ke seluruh masyarakat Makkah dipersiapkan dulu 5 tahun setelah turunnya wahyu pertama.
Rasul saja mempersiapkan dan membina diri dulu, apalagi kita.

Bagaimana Caranya Beristikamah dalam Membina Diri?

Membina diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik ada banyak caranya, seperti senantiasa mengikuti kajian-kajian keislaman, menentukan target-target amalan, berkumpul dengan orang-orang saleh dan lain sebagainya. Namun, beristikamah untuk senantiasa ingin memperbaiki diri dan membina diri adalah perkara yang lebih berat untuk dilakukan.

Cara-cara untuk Istikamah dalam Membina Diri
  • Senantiasa Bermuhasabah
Bermuhasabah artinya mengevaluasi diri sendiri.
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Hasyr [59]: 18)
  • Menghadirkan Motivasi-motivasi dalam Diri
Ada beberapa cara untuk menghadirkan motivasi:
  1. Mengingat kembali balasan yang akan diberikan Allah kepada orang yang selalu membina diri.
  2. Mencari teman-teman yang selalu mengingatkan untuk menjadi lebih baik.
  • Berdoa kepada Allah agar Diberi Keistikamahan
Karena hanya Allah-lah pemberi taufik dan hidayah serta pembawa kemudahan setelah kesulitan.

Kebebasan

Berawal dari pertanyaan di ask.fm di bawah, saya jadi mulai menulis post ini.

Untuk pertanyaan tersebut, saya menjawab seperti ini:
Saya membayangkan diri saya punya sepasang sayap. Saya bisa terbang ke mana saja dengan sepasang sayap yang saya punya itu. Kalau tanpa sepasang sayap saja saya masih bisa berpergian ke mana saja secara efisien, apalagi dengan sepasang sayap. 
Akan tetapi, kalau saya punya sayap, saya harus rajin merawatnya. Saya juga harus menjaga kesehatan saya karena terbang pasti melelahkan. Selalu ada bayaran untuk kebebasan yang kita punya. Tapi, tenang, bayarannya bebas.

Saya juga teringat salah satu post saya di Instagram (https://www.instagram.com/p/BbOnkJKh0Pf/). Waktu itu, saya buat caption-nya sambil agak curcol, hhe.
Engkau boleh berbohong kepadaku, tetapi aku akan tetap jujur. Kebenarannya ada di pikiranmu. Kontemplasimu berpendar dalam temaram kepalamu. Berpikirlah jika engkau ini merdeka. Merdeka berarti bebas, berdiri sendiri, dan tidak bergantung pada hal yang tidak bisa menjadi ketergantungan. Merdeka sejak dalam pikiran agar perbuatanmu turut merdeka dari sana. Dan, jika kita merdeka, bukankah semakin banyak yang kita pertanggungjawabkan?

Jadi, saya akan mengompilasikan dua hal tersebut di sini.

Deklarasi, Sebuah Komitmen

Tahu tidak mengapa tanggal kemerdekaan Indonesia itu 17 Agustus 1945 padahal Indonesia baru benar-benar lepas dari penjajah beberapa tahun setelahnya? Teori saya, Indonesia mulai berani memperjuangkan kemerdekaannya sendiri pada 17 Agustus 1945. Biarpun baru "mulai", dengan mendeklarasikan kemerdekaannya, Indonesia memang sudah merdeka dari penjajahan. Masih ingat teks proklamasi?

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Tidak hanya proklamasi, ini juga menyangkut masalah kepercayaan yang kita anut. Sesungguhnya, kita bebas memilih kepercayaan dan pilihan kita pasti dihormati. Namun, setelah kita memilih kepercayaan kita, kita harus melakukan sesuatu yang membuktikan bahwa kita adalah penganut kepercayaan tersebut, sebut saja ibadah. Justru, kita harus beribadah sesuai kepercayaan yang kita anut karena kita memiliki kebebasan untuk memeluk kepercayaan apapun. Dan, justru, jika kita ini bebas, kita harus mau terikat pada komitmen. Komitmen untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan kita itulah yang harus kita pegang. Kita bertanggung jawab pada diri kita sendiri. Setelah itu, barulah kita bisa disebut istikamah (konsisten).

Ikatan yang Bukan Pengekangan

Ada legenda dari Asia Timur bahwa dua insan, laki-laki dan perempuan, yang berjodoh itu dihubungkan oleh benang merah takdir yang tidak terlihat. Benang itu bisa meregang dan mengendur, terlilit, serta menjadi kusut, tetapi tidak akan putus. Dengan analogi di atas, kebebasan tidak membuat kita berakhir tanpa ikatan. Bahkan, untuk memperoleh kebebasan, kita harus terikat pada Sang Pemberi Kebebasan setelah kita mengusahakan kebebasan yang kita punya itu. Setelah itu, ikatan yang kalian punya dengan orang tua kalian, teman-teman kalian, kekasih kalian, guru kalian, dan orang-orang yang berarti bagi kalian bukannya justru membuat kalian bisa berdiri dengan kaki kalian sendiri?

Kalian yang punya pacar memang tidak boleh terlalu mengekang pacar kalian. Bagaimana jika pacar kalian bukan orang yang berada di ujung lain benang merah yang mengikat kalian? Mempertahankan seseorang yang berada dekat kita itu dimaklumi, tetapi kalau kalian terlalu berharap pacar kita adalah satu-satunya, kalian bisa disebut posesif (yang akan dibahas lain waktu). Toh, selagi kita belum menemukan ujung lain dari benang merah yang mengikat kita, kita masih bisa memperbaiki diri sampai waktunya kita bertemu dengan yang di seberang. Belajar bertanggung jawab memang penting.

Menikmati Kebebasan

Kita kuat bila kita dapat menikmati kebebasan. Kita tidak diperintah dan tidak memerintah untuk segala hal yang berkaitan dengan diri dan hidup kita. Jika kita merasa kita ini jiwa-jiwa yang merdeka, masihkah kita bergantung pada hal yang tidak bisa menjadi ketergantungan? Terinspirasi boleh, punya dependensi (berlebihan) jangan. #maksa #NTMS

Terima kasih!