Senin, 31 Desember 2018

Kronik Kepemimpinan

[KRONIK KEPEMIMPINAN: 0]
- Prolog -


Satu teladan lebih baik daripada seribu nasihat.

Tapi ini bakal lebih, sih.

2018 sudah menjadi tahun yang membuat saya berumur seperlima abad jika dihitung dari peredaran bumi terhadap matahari (ya, kan?). Dan selama itu pula, saya menemukan banyak orang-orang berharga yang "mewarnai" hidup saya sekitar pada tahun ini. Bukannya yang lain tidak, tetapi yang ini-ini menurut saya yang terasa berpengaruh dan ini adalah apresiasi saya untuk mereka. Saya juga menganggap mereka panutan kepemimpinan karena dampak yang mereka berikan.

Yak, tetap semangat, semuanya! Stay tune!

[KRONIK KEPEMIMPINAN: 1]
Abi & Mama


Abi dan Mama adalah dua sosok yang sangat berarti buat saya. Sedari dulu, sedari saya kecil, mereka menjadi contoh untuk saya. Mereka yang selalu ada saat saya sedang down. Mereka yang memberi saya dukungan dan hiburan walau mungkin saya sedang tidak membutuhkannya. Tapi, begitulah mereka, selalu ingin memberi. Yah, saya memang harus banyak mengapresiasi mereka meski itu tidak bisa membalas semua jasa mereka. Saya benar-benar berharap mereka selalu bahagia.

[KRONIK KEPEMIMPINAN: 2]
Umar bin Khaththab dan Hafshah binti Umar


Terkadang, saya dan teman-teman diberi masukan untuk mencontoh seorang sahabat Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wassalam. Saya menemukan sahabat nabi yang "mirip" saya adalah Umar bin Khaththab radhiyallahu `anhu. Umar bin Khaththab radhiyallahu `anhu terkenal dengan keberaniannya. Seorang pemimpin yang koleris, tetapi baik hati terhadap keluarganya. Saat menjadi khalifah, beliau senantiasa membantu rakyatnya dan mendahulukan merekaorang yang lebih dulu lapar dan terakhir kenyang demi rakyatnya. Ketegasan yang dimilikinya ini diturunkan kepada putrinya, Hafshah binti Umar, yang menjadi salah seorang istri Rasulullah shalallahu `alaihi wassalam. Like father, like daughter. Jadi, sahabat nabi yang ingin saya contoh adalah Umar bin Khaththab. Shahabiyah-nya? Hafshah binti Umar.

[KRONIK KEPEMIMPINAN: 3]
Ilham Octiano


Orang yang saya maksud pada foto adalah yang di posisi tengah. Pertama kali banget lihat orang ini adalah pada saat DDAT 2017, dia jadi koorlapnya. Terus ketemu lagi di Kolaborasa, dia jadi ketuanya. Setelah itu, jadi suka ngobrol dan berbagi pengalaman. Hamoc adalah orang paling suportif yang saya kenal terhadap rekan-rekannya.

Terus berkembang, Bos! Tetap berbagi kebaikan kepada banyak orang.

[KRONIK KEPEMIMPINAN: 4]
Muhammad Aditya Said


Danpasquwh (sengaja alay). Mungkin OSKM 2017 memang cuma sebentar, tapi impact dari orang ini masih terasa untuk pasukan-pasukannya. Memperhatikan pasukan-pasukannya juga. Terlihat bahwa ia berusaha mengukir prestasi di perlapanganan dan jadilah ia koorlap Parade Wisuda Oktober 2018. Hard work does pay! Semoga sukses selalu untuk orang ini.

+ sepertinya banyak dari pasukannya yang nge-calonin diri jadi kahim atau ketua-ketua lain.

[KRONIK KEPEMIMPINAN: 5 (last but not least)]
Firman Ramadhani


Pengurus OSIS SMAN 5 Bandung, ketua umum DKM Nurul Khomsah SMAN 5 Bandung, ketua acara Eureka SMAN 5 Bandung, ketua angkatan DDAT, kadiv personalia Kolaborasa 2017, dsb. dst.

Foto yang dipakai di atas adalah hasil screenshot bahan video teaser acara Eureka SMAN 5 Bandung. Waktu itu pengambilannya Januari 2017 (lupa tanggalnya). Sejak saat itu, saya tahu bahwa hidup saya tidak akan pernah sama lagi....

*
Kita mungkin hanya dua individu dengan mimpi kita masing-masing. Mimpi-mimpi itu mungkin sekontras siang-malam atau kanan-kiri. Well, bukan itu masalahnya. Urang mau menghormati maneh tidak hanya sebagai seorang ketua, tetapi juga sebagai seorang pemimpin, seorang teman, seorang manusia, dan seorang pria. Maaf sering ngeselin bin nyebelin. Maaf belum bisa mengerti maneh. Maaf kalau sulit romantis. Maaf urang bertindak egois.

Tapi, boleh urang tidak menyesal kalau suatu hari bisa menyusul atau bahkan melampaui maneh?



#KronikKepemimpinan
#2019AdaMyHeroAcademiaSeason4
#SatuUntukSemua
#RebornAsManyTimesAsNecessary

Pemrosesan Pascapanen Cabai


Pemrosesan Pascapanen Cabai
Oleh: Aisy Diina Ardhantoro (NIM 11916009)


Cabai merupakan komoditas dengan tingkat pemasaran yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya konsumen yang membutuhkan cabai. Namun, potensi produksi cabai di Indonesia belum optimal. Cabai merah, misalnya, mampu diproduksi rata-rata sebanyak 4,3 ton/ha, padahal, berdasarkan penelitian, potensi produksi cabai merah masih bisa ditingkatkan hingga 6—10 ton/ha. Cabai memang mudah rusak. Namun, pada dasarnya, kerusakan pada cabai yang akan dipasarkan dapat ditanggulangi semenjak pemanenan cabai dilakukan. Berikut ini adalah prosesnya.

Selama Pemanenan
Pastikan cabai yang akan dipanen tepat sesuai dengan waktu panennya. Cabai yang terlalu muda akan mudah layu, mudah mengalami susut massa, tidak tahan lama saat disimpan, dan tidak tahan goncangan. Cabai dipanen dengan cara dipetik beserta batang buahnya dan diusahakan agar ranting percabangannya tidak rusak. Setelah dipetik, cabai yang busuk dan cabai yang sehat harus segera dipisahkan agar cabai yang sehat tidak ikut terkontaminasi oleh mikroorganisme penyebab busuknya cabai.

Dalam Keadaan Pascapanen
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan setelah cabai baru dipanen, yaitu penyortiran, pengawetan, pendinginan, pengemasan, pengamatan, dan pemasaran. Penyortiran seharusnya dilakukan oleh petani untuk memisahkan buah cabai yang bagus dan yang rusak serta yang bentuknya baik dan buruk. Pengawetan (atau istilahnya adalah curing) dilakukan untuk mempertahankan warna cabai dengan cara menghamparkan cabai-cabai di tempat teduh atau di dalam rumah. Curing bertujuan untuk mengangkat panas yang dapat menjadi beban lemari pendingin dari cabai. Pendinginan dilakukan agar mikroorganisme tidak dapat hidup dan perubahan biokimia pada cabai dapat dicegah. Cabai-cabai disimpan di dalam lemari pendingin sebelum dikemas. Kemudian, cabai-cabai dikemas dalam wadah berventilasi. Setelah dikemas, cabai-cabai bisa dipasarkan oleh petani kepada pedagang sehinnga bisa sampai ke konsumen.

Di Tangan Konsumen
Penanganan pascapanen cabai masih bisa dilakukan oleh konsumen agar cabai tetap tahan lama. Caranya, cuci bersih cabai. Selama dicuci, lakukan penyortiran cabai hijau dan cabai merah (jika dicampur) lalu tiriskan air cuciannya sampai kering karena cabai tidak boleh basah saat akan disimpan. Bungkus plastik kecil-kecil masing-masing cabai merah dan cabai hijau. Kemudian, masukkan cabai ke freezer. Jika tidak ada freezer, simpanlah cabai pada wadah yang memiliki lubang sehingga tidak akan lembap dan letakkan pada tempat yang terkena angin serta tidak lembap. Jangan paparkan cabai ke sinar matahari langusng.
Cara tersebut dapat dilakukan jika konsumen membeli cabai dalam jumlah yang banyak. Cabai bisa tetap segar dan kondisinya dapat dipertahankan hingga beberapa bulan. Yang perlu diingat adalah cabai harus segera dimasak karena cabai bisa cepat rusak kalau layu. Ambillah cabai sesuai kebutuhan setiap kali akan digunakan.

Sumber:

(Tulisan ini pernah dijadikan tugas pascaorientasi jurusan HMPP 'VADRA' ITB 2017.)

Sabtu, 08 Desember 2018

Diversifikasi Makanan Pokok Indonesia

Diversifikasi pangan merupakan upaya untuk mendorong masyarakat agar memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga tidak terfokus pada satu jenis saja. Konsep diversifikasi pangan di sini dibatasi hanya pada bahan makanan pokok. Tujuan dari diverifikasi pangan adalah untuk meminimalkan konsumsi suatu bahan makanan pokok agar tidak melebihi produksinya. Selain itu, diversifikasi pangan juga bermanfaat untuk memperoleh nutrisi dari sumber gizi yang lebih beragam dan seimbang[1].
 
Di Indonesia, kita mengenal bahan makanan pokok sehari-hari kita adalah nasi yang berasal dari beras yang dihasilkan dari tanaman padi. Tanaman padi dapat tumbuh di tempat lahan berair atau lahan kering dengan curah hujan lebih dari 1.600 mm/tahun pada temperatur tumbuh 2429°C dan pH 5,57,5[2]. Indonesia dengan iklim tropisnya dan suhunya yang hangat menyajikan tempat yang tepat untuk pertumbuhan padi. Ironisnya, Indonesia sebagai negara agraris ini ternyata masih mengimpor beras dari luar negeri. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan beras sesuai dengan permintaan masyarakat karena kendala waktu, jumlah penduduk Indonesia yang tidak sedikit, masalah ketergantungan terhadap beras, luas lahan yang menyempit, biaya transportasi rantai distribusi yang mahal, kebijakan pemerintah yang tidak tepat untuk rakyat, hingga perubahan iklim yang didasari pemanasan global[3]. Masalah diversifikasi ini sudah berjalan cukup lama, tetapi belum terlihat ujung dari "kecanduan" akan beras ini. Maka dari itu, diversifikasi pangan ini dicanangkan agar masyarakat Indonesia tidak hanya mengenal nasi sebagai satu-satunya makanan pokok. 

Apa Itu Makanan Pokok?


Pangan pokok adalah makanan yang diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal[4]. Makanan pokok sendiri adalah makanan yang menjadi gizi dasar yang dikonsumsi dengan kuantitas tertentu secara dominan. Sebelumnya, mari kita kenali beberapa macam makanan pokok yang sudah dikenal di dunia[5]. Di antaranya ada di bawah ini.

Serealia
Serealia didefinisikan sebagai sekelompok tanaman dari famili Poaceae (padi-padian) yang ditanam untuk dipanen biji atau bulirnya sebagai sumber karbohidrat/pati.
Contoh-contoh serealia sumber makanan pokok:
  • Einkorn (Triticum monococcum)
  • Fonio (Digitaria exilis)
  • Gandum (wheat) (Triticum sp.)
  • Gandum hitam (rye) (Secale cereale)
  • Haver (oat) (Avena sativa)
  • Jagung (corn/maize) (Zea mays)
  • Jali/hanjeli (Coix lacryma-jobi)
  • Jawawut/milet/sekoi (millet) (Setaria italica)
  • Jelai (barley) (Hordeum vulgare)
  • Padi (rice paddy) (Oryza sativa)
  • Sorgum/cantel/gandrung (Sorghum bicolor)
  • Tef (Eragrotis tef)
  • Triticale (persilangan gandum dan gandum hitam)
Gambar 1
Dari kiri atas, searah jarum jam: einkorn, tef, fonio, triticale

Gambar 2
Dari kiri atas, searah jarum jam: jali, sorgum, jagung, jawawut

Serealia Semu
Serealia semu adalah tanaman penghasil bijian yang dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, tetapi tidak termasuk tanaman padi-padian.
Contoh-contoh serealia semu sumber makanan pokok:
  • Bayam biji (seed amaranth) (Amaranthus sp.)
  • Gandum kuda/soba (buckwheat) (Fagopyrum esculentum)
  • Kinoa (quinoa) (Chenopodium quinoa)
Gambar 3
Atas: kinoa; bawah: gandum kuda

Umbi-umbian
Bukan serealia saja yang dapat menjadi sumber makanan pokok. Tanaman umbi-umbian bisa dijadikan sumber karbohidrat. Tanaman umbi-umbian adalah tanaman yang memiliki bagian tanaman yang mengalami pembengkakan berdasarkan modifikasi fungsinya (contohnya: sebagai alat perkembangbiakan secara vegetatif). Pada bagian umbinya biasanya terdapat cadangan makanan seperti pati, gula, dan hasil metabolisme sekunder tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok.
Contoh-contoh umbi-umbian sumber makanan pokok:
  • Gadung (Dioscorea hispida)
  • Garut/ararut/irut (arrowroot) (Maranta arundinacea)
  • Gembili (lesser yam) (Dioscorea esculenta)
  • Gembolo (Dioscorea bulbifera)
  • Kentang (potato) (Solanum tuberosum L.)
  • Konnyaku (Amorphophallus konjac)
  • Porang/suweg (Amorphophallus paeoniifolius)
  • Iles-iles/badur/porang (Amorphophallus muelleri)
  • Singkong/ketela pohon/ubi kayu (cassava) (Manihot esculenta)
  • Talas bogor/talas/keladi (taro) (Colocasia esculenta L.)
  • Ubi jalar/ketela rambat (sweet potato) (Ipomoea batatas L.)
  • Uwi/ubi/ubi kelapa (yam) (Dioscorea alata)
  • Nagaimo (Chinese yam) (Dioscorea batatas)
  • Yamaimo (Japanese yam) (Dioscorea japonica)
Gambar 5
Atas, dari kiri ke kanan: gadung, garut, gembolo, singkong, porang; bawah, dari kiri ke kanan: kentang, talas, uwi, ubi jalar, gembili

Buah-buahan
Buah adalah bagian dari tanaman yang merupakan hasil perkembangan dari bakal buah dalam bunga. Di dalam buah terdapat biji sebagai hasil perkembangbiakan secara generatif. Organ buah inilah yang melindungi biji, terutama untuk buah yang berdaging. Namun, beberapa buah dikultivasi sehingga tidak memiliki biji di dalamnya. Kebetulan, buah-buah kultivasi ini memiliki daging buah dengan kandungan kaya karbohidrat. Kedua macam buah ini adalah pisang (Musa sp.) dan sukun (breadfruit) (Artocarpus altilis). Pisang adalah buah yang dijadikan bahan pangan pokok di daerah benua Afrika[6] dan sukun adalah buah yang dijadikan bahan pangan pokok di wilayah Pasifik[7].
Gambar 5
Atas: sukun; bawah: pisang

Polong-polongan
Khusus di Indonesia, polong-polongan jarang dijadikan makanan pokok. Dalam bahasa Inggris, polong-polongan lebih mengacu pada kata 'beans' atau 'peas' ketimbang 'nuts' (kacang pohon) yang seringnya menggambarkan bijinya yang untuk dikonsumsi. Tanaman polong-polongan yang dimaksud ini berasal dari famili Fabaceae. Polong-polongan yang umum digunakan sebagai bahan makanan pokok adalah kacang polong ercis (green peas) (Pisum sativum), kacang kedelai (soybean) (Glycine max), kacang hijau (mung bean) (Vigna radiata), lentil/miju (Lens culinaris), biji buncis-buncisan (Phaseolus vulgaris) dan kacang polong-polongan lain dari genus Vigna.

Pangan Pokok Olahan
Pangan pokok olahan adalah makanan pokok hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan. Pangan pokok olahan bisa menggunakan satu atau lebih bahan utama dari sumber makanan pokok yang sudah disebutkan di atas. Setelah diproses, pangan pokok olahan ini masih mengandung pati atau karbohidrat yang cukup banyak sehingga dijadikan makanan pokok di beberapa tempat. 
Contoh-contoh pangan pokok olahan:
  • Bekatul (rice polishings) (hasil samping proses penggilingan gabah menjadi beras kedua yang merupakan lapisan terluar beras pecah kulit yang terdiri dari perikarp, testa dan aleuron yang masih menempel pada endosperma)[8]
  • Bihun
  • Dedak (rice brans) (hasil samping proses penggilingan gabah menjadi beras pertama yang berasal dari lapisan terluar beras pecah kulit yang terdiri dari perikarp, testa dan aleuron)[9]
  • Mi, dari gandum (beragam jenisnya)
  • Misoa
  • Pasta, dari gandum (beragam jenisnya) 
  • Roti
  • Sagu, dari pohon sagu/rumbia (Metroxylon sagu Rottb.)
  • Shirataki
  • Soun/sohun
  • Tiwul

Mengapa Harus Diversifikasi Makanan Pokok?


Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat[10]. Namun, ketahanan pangan Indonesia bisa tercapai bila Indonesia mengedepankan kedaulatan pangan Indonesia terlebih dahulu. Jika ketahanan pangan Indonesia hanya mengandalkan swasembada beras yang kemudian demi pemenuhan kebutuhan beras harus mengimpor dari luar negeri, apakah itu disebut dengan kedaulatan pangan? Bagaimana ketahanan pangan yang berkualitas, mandiri, juga sejahtera bisa terwujud jika Indonesia masih bergantung pada pihak luar untuk memenuhi kebutuhan akan bahan pangan? Serikat Petani Indonesia (2011) pun menyatakan kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Faktor pendukung kedaulatan pangan tersebut adalah terdapatnya tujuh prasyarat utama penegakan kedaulatan pangan. Tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan antara lain adalah[11]:
  1. Pembaruan agraria;
  2. Adanya hak akses rakyat terhadap pangan;
  3. Penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan;
  4. Pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan;
  5. Pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi;
  6. Melarang penggunaan pangan sebagai senjata;
  7. Pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.
Prasyarat-prasyarat itulah yang akan dipergunakan sebagai bentuk antisipasi pemenuhan pangan melalui produksi dalam negeri. Maka dari itu, diversifikasi pangan yang dilakukan perlu untuk meninjau budaya lokal yang ada.
Gambar 6
Hubungan Komponen-komponen Penunjang Kedaulatan Pangan

Kedaulatan pangan dapat ditentukan dari diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan menyokong kedaulatan pangan Indonesia. Aturan hukum di Indonesia tidak mengekang masyarakat untuk mengonsumsi hanya satu jenis makanan pokok. Bukankah lebih baik jika ada bahan pangan nonberas yang dapat dikembangkan di dalam negara Republik Indonesia lalu menjadi sumber kesejahteraan rakyat? Bukankah bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah negara Republik Indonesia adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dimanfaatkan dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia[12]? Untuk menggantikan nasi, kita harus menilik komoditas pangan pokok nonberas tertentu dalam suatu daerah yang bisa ditingkatkan ke prestise yang lebih tinggi sehingga daerah tersebut dapat melakukan perdagangan komoditas di dalam daerah dan ke luar daerahnya demi kedaulatan pangan Indonesia. Pangan pokok nonberas ini tentu melibatkan makanan pokok olahan juga[13], seperti tiwul dari Jawa serta papeda sagu dari Maluku dan Papua.

How To: Diversifikasi Makanan Pokok


Diversifikasi pangan dilakukan dengan dua cara, diversifikasi horizontal dan diversifikasi vertikal. Diversifikasi horizontal adalah bagaimana kita menganekaragamkan pilihan macam komoditas yang dapat dijadikan bahan makanan pokok sehingga peningkatan produksi komoditas tersebut dapat diupayakan. Dengan adanya berbagai macam karakteristik komoditas yang ditawarkan untuk dijadikan sumber pangan pokok, cadangan pangan nasional pun dapat tercukupi karena tidak mengandalkan satu jenis komoditas saja. Beberapa karakter yang seharusnya dimiliki oleh pangan pengganti beras adalah sebagai berikut[14]:
  1. memiliki kandungan energi dan protein yang cukup tinggi sehingga apabila harga bahan pangan tersebut dihitung dalam kalori atau harga protein nabati, maka perbedaannya tidak terlalu jauh dengan harga energi atau harga protein nabati yang berasal dari beras;
  2. memiliki peluang yang besar untuk dikonsumsi dalam kuantitas yang relatif tinggi sehingga apabila terjadi penggantian konsumsi beras dengan bahan tersebut maka pengurangan kuantitas kalori dan protein nabati yang berasal dari beras dapat dipenuhi dari bahan pangan alternatif yang dikonsumsi;
  3. bahan baku untuk pembuatan bahan pangan alternatif cukup tersedia di daerah sekitarnya;
  4. dari segi selera, bahan pangan alternatif memiliki peluang cukup besar untuk dikonsumsi secara luas oleh rumah tangga konsumen.
Selain padi, tanaman-tanaman palawija telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai penghasil bahan pangan pokok. Berdasarkan kecocokan dengan daerah-daerah di Indonesia sendiri, bahan pangan pokok yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia di antaranya adalah
  • gadung,
  • garut,
  • gembili,
  • jagung,
  • jali,
  • jawawut,
  • kentang,
  • pisang,
  • produk-produk pangan olahan:
  • singkong,
  • sorgum,
  • sukun,
  • talas,
  • ubi jalar, dan
  • uwi[15].
Bahan-bahan pangan pokok di atas berasal dari tanaman yang sama-sama dapat ditanam di daerah tropis dan rasanya tidak kalah enak apabila diolah lanjut ataupun sekedar dimasak[16]. Kelebihan lain yang ditawarkan adalah kebutuhan akan karbohidrat atau pati akan tetap terpenuhi di saat produktivitas beras sedang turun dengan pengoptimalan hasil rendemen bahan pangan pokok.

Diversifikasi vertikal adalah bagaimana kita melakukan pengolahan komoditas-komoditas yang dijadikan bahan makanan pokok, terutama nonberas, sehingga memiliki nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi, dan sosial. Kita dapat mengenalkan berbagai macam sumber makanan pokok kepada para pelaku penyelenggara perdagangan pangan pokok, mulai dari para petani yang menanam dan memanen, distributor, pengolah, orang-orang yang memasarkan, sampai para konsumennya. Tugas kita sebagai orang-orang dari kaum intelek inilah yang menemukan dan mencerdaskan bagaimana pengolahan bahan-bahan pangan menjadi makanan pokok yang dapat dikonsumsi masyarakat. Pengolahan yang diusahakan pun haruslah yang memasyarakat (tentunya karena kita sendiri adalah masyarakat). Akan lebih baik jika diversifikasi pangan pokok dilakukan juga secara regional, yaitu dengan memaksimalkan pemanfaatan komoditas yang potensial dan menjadi unggulan di suatu wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, seorang pemimpin atau politikus daerahnya harus mengenal potensi komoditas di wilayahnya. Dimulai dari tingkat regional agar bisa mencapai tingkat nasional[17].

Bagaimana mengusahakan ketersediaan bahan-bahan pangan pokok dari dalam tanah air? Kuncinya adalah mengurangi pengalihan fungsi lahan. Lahan untuk pertanian sebaiknya tidak dijadikan lahan untuk non-pertanian seperti kawasan industri, pusat perdagangan, pemukiman dan perumahan penduduk secara berlebihan. Hal tersebut membutuhkan campur tangan pemerintah dalam memprioritaskan lahan mana yang bisa dipilih sebagai tempat pengembangan bahan-bahan makanan pokok dalam menunjang diversifikasi pangan dan lahan itulah yang seharusnya dilindungi agar tidak beralih fungsinya[18]. Jika masih banyak lahan untuk pertanian produktif yang dapat dimanfaatkan, berbagai macam tanaman penghasil bahan pangan pokok yang sudah kita kenal pun dapat ditanam. Lahan pertanian yang masih terbuka berhektar-hektar juga akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi yang membutuhkan. Jika ingin meninjau infrastruktur, bangunlah gudang penyimpanan bahan makanan pokok yang memadai. Petani-petani akan mendapatkan keuntungan dari bahan makanan pokok nonberas karena apapun yang ditanamnya memberi nilai lebih dalam kuantitas dan kualitas hasil panennya.  Impor beras pun bisa dikurangi dan masyarakat Indonesia menjadi sejahtera. Tentu saja, aspek budaya lokal pun tidak terlupakan mengingat Indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam budaya[19].

Referensi:
[1] Dharmawan. (2016). Pentingnya Diversifikasi Pangan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan Indonesia. [Esai]. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada.
[2] Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh & Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NAD. (2009). Budidaya Padi. Banda Aceh: Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh.
[3] Karmila. (2018). Upaya-upaya dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan (Beras) di Indonesia. [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
[4] Presiden Republik Indonesia. (2012). Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
[5] Food and Agriculture Organization (FAO). (2010). Staple Foods: What Do People Eat? http://www.fao.org/docrep/u8480e/u8480e07.htm (diakses pada 4 Desember 2018 pukul 16.36)
[6] Megia, R. (2005). Musa Sebagai Model Genom. Hayati, 12, 167170.
[7] Widowati, S. (2009). Prospek Sukun (Artocarpus communis) Sebagai Pangan Sumber Karbohidrat dalam Mendukung Diversifikasi Konsumsi Pangan. PANGAN, 18, 6775.
[8] Badan Standardisasi Nasional. (2015). Standar Nasional Indonesia: Beras (SNI 6128-2015). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. https://www.academia.edu/36055239/SNI_6128-2015_beras_ (diakses pada 15 Oktober 2019 pukul 22.10)
[9] Ibid.
[10] Pemerintah Republik Indonesia. (2002). Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan.
[11] Serikat Petani Indonesia. (2011). http://www.spi.or.id/isu-utama/kedaulatan-pangan/ (diakses pada 8 Desember 2018 pukul 15.35)
[12] Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 Ayat 3
[13] Nurika, F. & Purwidiani, N. (2016). Kajian Ragam Olahan Makanan Berbasis Bahan Pangan Pokok Nonberas di Kabupaten Bojonegoro. e-journal Boga, 5, 4653.
[14] Dharmawan, Loc.Cit.
[15] Haryadi. (2004). Ragam Pangan Pokok dan Pengolahannya di Indonesia. [Pidato Ilmiah]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
[16] Rahardjo, Y. P., Sumarni, & Muharni, M. (2014). Modifikasi Produk Pangan Lokal Pengganti Beras. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Hlm. 967975.
[17] Syahyuti, Sunarsih, Wahyuni, S., Sejati, W. K., & Azis, M. (2015). Kedaulatan Pangan Sebagai Basis untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 33, 95109.
[18] Petir, H. (2012). Tak Aman Tanpa Adanya Kedaulatan Atas Pangan. http://herlindahpetir.lecture.ub.ac.id/files/2012/02/Tak-Aman-tanpa-adanya-Kedaulatan-Atas-Pangan.pdf (diakses pada 8 Desember 2018 pukul 15.57)
[19] Jafar, N. (2012). Diversifikasi Konsumsi dan Ketahanan Pangan Masyarakat. [Makalah]. Makassar: Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

Jumat, 16 Februari 2018

Break Your Limit



"You're tired? Upset? Feel it! That's the sign of growing up!" said a division lecturer from IMTG 'GEA' ITB.

Up until now, I didn't know what that means. Honestly, I almost thought that that's nonsense. How can feeling of jadedness make us grow up, thus make us stronger? How can something like that work when my energy becomes "leafless" and I break into pieces in and out? Well, I've traced myself, what I've encountered, and what I know.

Once, I asked Ridwansyah Yusuf (PL'05), president of Kabinet KM ITB 2009/2010, and Arfi Rafnialdi (SI'96), "What does it take to be a leader?" They answered that a leader must be clever, responsible, having integrity, and being able to communicate well. The way to whet those skills is to face many challenges. A leader is made from crisis and he/she must face the crisis. That's how we prove ourselves that we can be a leader.

Crisis. Yes, crisis. Do we need crisis? Why do we need crisis? Assume that crisis is a challenge which we encounter. A crisis makes us want to find a solution for a problem. When we want to find the solution, we create a vision if the problem's been solved. The clearer the vision is, the lighter the missions, the steps to pass through crisis, are. No challenge is given to those who can't bear it.

People have their past, present and future, and also what matters is if they intend to learn from it. People are given choices to be or not to be out from their selfish comfort-zone. People have got their own weaknesses, but that doesn't mean that they can't try new things. New things can be the challenges, right? There are these words: "Challenge the limit, not limit the challenge." Well, human's ability is finite, yet we never know how good we are whether we didn't think that we are better than we think.

So, here's my advice: Get lost, everyone!

"Oh, no. I'm doomed." Maybe that's the first thing we think. But, have you ever wondered that if we dare ourselves to get lost, we'll find something precious, something beautiful? We may find many other ways and many other methods. If we get lost, we will get a lot of lessons. Imagine yourself doesn't do anything this time. Will you earn some knowledge? Will you be stronger?

To become "someone", we need to be a stronger individual everyday, every time.

May the feeling of jadedness makes us not give up to go beyond our own limit that we build. If we fall, we'll have to get up again. That's all.

Sabtu, 03 Februari 2018

Alasan

Aku benci kamu

Perasaan ini cukup mengganggu
Aku tidak peduli
Aku akan menyatakannya

Ini akan memalukan
Tapi, kamu sendiri menungguku
menyatakannya

Toh, aku tidak akan
berteriak-teriak di podium
agar kamu mendengar

Lalu, mengapa?
Adakah upah yang kudapat?
Segalanya penuh bintang kelabu
di konstelasi senjata pikiran

Berapa alasan yang dibutuhkan?
Sekuat apa alasan itu?
Nah, ini milikku

Jika tidak ada
yang bisa kulakukan,
aku akan berakhir dengan mengumbar janji
tanpa menepatinya

Itulah alasanku
melakukan sesuatu

《Bandung, 3 Februari 2018 pukul 8.00》

Rabu, 31 Januari 2018

Pascapanen

Mampukah kau bertahan
Berjalan dari hulu ke hilir
yang jaraknya tidak dekat?
Mengapa kita harus bertahan
dalam bukan kesengsaraan
yang membuat kita berkembang?
Walaupun nafas kita
terus mengalir
seolah akan habis
Namun, tengoklah pemandangan itu!
Kita akan membuktikan
bahwa hari, minggu, bulan, dan tahun
yang kita lewati
adalah untaian kemakmuran berkualitas

Mampukah?

《Jatinangor, 31 Januari 2018 pukul 20.45》