Selasa, 20 Juni 2023

Meningkatkan Umur Simpan Produk Pangan untuk Meningkatkan Usaha Pangan

Dalam industri pangan, umur simpan produk adalah selang waktu antara saat setelah produksi hingga produk ini dikonsumsi dengan keadaan yang masih layak/memuaskan sesuai dengan produk yang dijanjikan. Bahan makanan yang melewati umur simpan tidak memenuhi ekspektasi pelanggan sehingga disebut kedaluwarsa. Oleh karenanya, penentuan kedaluwarsa harus ditulis pada produk dalam bentuk tanggal sebagai informasi kepada konsumen/pelanggan kapan produk pangan berada dalam kondisi yang tepat untuk dikonsumsi. Penentuan kedaluwarsa ditulis berupa expiry date (EXP), best before date, dan use by date.
  • Expiry date, tanggal kedaluwarsa
  • Best before date, batas tanggal konsumsi produk di saat kualitas fisik terbaik (biasanya beberapa minggu atau bulan sebelum produk menjadi kedaluwarsa)
  • Use by date, batas tanggal konsumsi produk dalam kondisi pangan yang aman
(Use by date dan expiry date hampir sama.)
Tentu kualitas dan keamanan produk pangan akan terjaga selama waktu tersebut jika produk disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (misal: disimpan dalam kulkas atau freezer, dalam tempat makanan tertutup, dsb.). Jika bahan makanan tidak disimpan dengan baik, bahan makanan dapat rusak lebih cepat daripada waktu yang telah ditentukan. Pada dasarnya, produk pangan terutama produk-produk segar adalah produk yang "hidup" sehingga perlu diperlakukan/ditangani sesuai sifat biologis, sifat kimiawi, dasar fisiologi, dan teknologi yang tepat. Lebih-lebih jika perlakuan/penanganan terhadap produk pangan yang dilakukan mampu memperpanjang umur simpan produk pangan.
Gambar 1. Teknologi Penyimpanan untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk: a) Penyimpanan Dingin dan b) Penyimpanan Atmosfer Terkontrol

Kerusakan yang dapat terjadi pada produk pangan bermacam-macam. Berikut ini adalah macam-macam kerusakan:
  • Kerusakan mikrobiologis
Kerusakan ini diakibatkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan/atau jamur. Kerusakan mikrobiologis ini cepat menjalar dari produk yang rusak ke produk lainnya yang belum rusak. Beberapa tanda-tandanya adalah munculnya bintik-bintik berwarna putih, adanya lendir, atau adanya pemisahan zat produk (seperti di produk cair, contohnya susu).
  • Kerusakan mekanis
Kerusakan ini disebabkan benturan mekanis yang menghasilkan memar, penyok, irisan, potongan, dan lainnya sehingga terdapat kecacatan (perubahan) pada bentuk produk. Kerusakan mekanis dapat terjadi selama pemanenan, penanganan, persiapan sebelum pengolahan, transportasi, atau penyimpanan.
  • Kerusakan fisik
Kerusakan ini disebabkan perlakuan fisik dari lingkungan eksternal seperti perubahan suhu (pemanasan atau pendinginan), perubahan tekanan udara, dan perubahan kadar air lingkungan. Kondisi lingkungan eksternal yang tidak cocok/tepat pada produk mampu menyebabkan perubahan pada produk sehingga kerusakan dapat terjadi dan mutunya dapat berkurang.
  • Kerusakan biologis
Kerusakan ini disebabkan proses fisiologis dan metabolisme yang masih berlangsung pada produk pangan segar. Pada produk segar, enzim-enzim dan komponen kimiawi lain yang terkandung masih mampu menjalankan reaksi-reaksi kimia secara alami.
  • Kerusakan karena keberadaan hama seperti serangga, tikus, burung, atau binatang lainnya.
Ada beberapa tanda-tanda dari kerusakan produk pangan, contoh di antaranya adalah
  • konsistensi berubah dari yang semula,
  • tekstur berubah dari yang semula,
  • adanya memar,
  • adanya lendir,
  • berbau tengik,
  • berbau busuk,
  • gosong,
  • pH menyimpang,
  • terjadi reaksi browning (pencoklatan),
  • penggembungan pada kemasan,
  • warna yang menyimpang atau berubah dari yang semula,
  • rasa yang menyimpang,
  • adanya lubang atau bekas gigitan,
  • terjadi penggumpalan atau pengerasan, dan
  • adanya keretakan (pada telur).
Gambar 2. Proses Produksi Produk Pangan

Teknologi pun dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan dengan mempertahankan sifat-sifat kimia dan fisik bahan pangan. Berikut ini adalah macam-macam teknologi yang dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan:
  • Penggunaan intervensi secara fisik pada pangan
    • Pengemasan terpadu
      • Pengalengan
      • Penambahan gas nitrogen dalam kemasan plastik agar produk tetap renyah dan tidak remuk
      • Pengeluaran oksigen (pengemasan vakum) untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi
      • Pemakaian silica gel untuk menyerap uap air dan/atau oksigen
      • Pengemasan dengan pemanasan suhu tinggi (retort) dengan menggunakan bahan kemasan tahan air dan dapat menghantarkan panas hingga ke produk yang sudah dikemas
      • Pengemasan untuk penyimpanan beku yang tahan hingga di bawah 0°C
      • Modified atmosphere packaging (MAP) atau controlled atmosphere packaging (CAP) dengan isi atmosfer terkendali untuk menjaga kualitas produk pangan di dalam kemasan (bisa dilengkapi dengan bahan antiembun atau penangkap gas etilen buah-buahan)
      • Kemasan pintar (smart packaging), terdiri dari kemasan aktif (active packaging) yang memiliki antimikroba dan penyerap oksigen dan intelligent packaging yang memiliki indikator (warna, suhu, waktu, dan oksigen) untuk memastikan bahan makanan masih dapat dimanfaatkan
    • Curing, penggaraman atau penambahan zat untuk mengurangi kandungan air
    • Pengasapan, penambahan zat preservatif dengan asap
    • Blansir/penceluran (blanching), perlakuan panas pendahuluan dengan perebusan atau pengukusan lalu langsung pendinginan dengan es
    • Pasteurisasi, pemanasan di bawah 100°C
      • Flash pasteurization: 85—95°C selama 2—3 detik
      • HTST (high temperature short time): 72°C selama 15 detik
      • LTLT (low temperature long time): 63—66°C selama 30 detik
    • Sterilisasi, pemanasan pada suhu tinggi dalam periode yang cukup lama (≥ 100°C selama 15—30 menit)
    • Evaporasi (pengurangan kadar air), pengurangan kadar air dengan pemekatan bahan
    • Pengisian dalam kondisi panas (hot filling), pengemasan bahan cair dalam kondisi panas lalu dimasukkan ke dalam kemasan hermetis (pengalengan termasuk)
    • Iradiasi, penggunaan gelombang mikro untuk meradiasi bahan
    • Pengeringan/penjemuran
    • Pemanggangan
    • Penggorengan
    • Penyangraian
    • Dehidrasi, pengaliran udara panas untuk mengeringkan produk dengan konveksi kalor
    • Pengeringan beku (freeze-drying), pengeringan dengan pembekuan bahan terlebih dahulu lalu tekanan dikurangi untuk menyublimkan air yang membeku
  • Penambahan mikroorganisme untuk pengawetan: fermentasi
Macam-macam fermentasi:
  • Berdasarkan sumber mikroorganisme: fermentasi alami (mikroorganisme sudah terdapat pada bahan), backslopping (mikroorganisme dari produk fermentasi yang berhasil), dan fermentasi terkontrol (mikroorganisme dari kultur murni)
  • Berdasarkan kondisi media: fermentasi steril/aseptis (misal: untuk pembuatan minuman alkohol dan yoghurt) dan fermentasi semiaseptis (tidak atau kurang steril) (misal: untuk pembuatan tempe, kecap, dan kopi)
  • Berdasarkan kebutuhan oksigen: fermentasi aerob dan fermentasi anaerob
  • Berdasarkan produk hasil akhirnya: fermentasi alkohol, fermentasi asam laktat, fermentasi asam asetat, dan fermentasi asam propionat
  • Berdasarkan pola fermentasi gula: fermentasi homofermentatif dan fermentasi heterofermentatif
  • Berdasarkan proses kerja: batch culture fermentation, fed culture fermentation, semi-batch culture fermentation, dan continuous culture fermentation
  • Berdasarkan bentuk medium dan hasil yang dihasilkannya:
    • Kultur permukaan, pada medium padat, semipadat, dan cair
      • Fermentasi padat (solid substrate fermenstation): medium tidak larut, tetapi cukup lembap untuk mikroba
      • Fermentasi semipadat (submerged substrate fermentation): medium terendam tidak larut, kelembapan cukup
      • Fermentasi cair (liquid substrate fermenstation): substrat larut dan atau tidak larut
    • Kultur terendam, biasanya dalam alat bioreaktor
  • Penambahan zat kimiawi sebagai bahan pengawet ke dalam produk pangan
    • Asam sorbat dan garamnya
    • Asam benzoat dan garamnya
    • Sulfit atau sulfur dioksida
    • Nitrit dan nitrat serta propionat
Tentu bahan-bahan kimia untuk pengawet perlu digunakan sesuai dengan aturan batas penggunaannya. Aturan penggunaan bahan kimia pengawet terdapat pada Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet.

Identifikasi kerusakan produk penting untuk mempertahankan jaminan dan janji dari usaha produk pangan yang berdiri, yang disebut dengan branding—tanda penetapan usaha produk pangan. Brand di sini harusnya telah mencakup pemenuhan standar mutu produk pangan yang berlaku. Oleh karena itu, pengemasan dan pengawetan untuk memperpanjang umur simpan berpengaruh terhadap branding dan marketing, terlebih karena permintaan akan produk pangan cukup tinggi. Umur simpan yang diperpanjang memudahkan untuk memenuhi permintaan konsumen. Dari situ, dibutuhkan teknologi tepat guna bagi pengusaha produk pangan. Selain itu, branding pada produk akan diperlihatkan lewat kemasan produk pangan pula.
Gambar 3. Informasi yang Harus Ada pada Kemasan Produk Pangan
 
Produk pangan yang ditawarkan kepada konsumen harus memenuhi kebutuhan konsumen secara nutrisional, emosional, ataupun fungsional. Oleh karenanya, branding dan produk pangan yang ditawarkan harus sesuai dengan informasi yang ada. Jika ketidakpercayaan konsumen timbul, terutama karena terdapat kerusakan pada produk pangan, konsumen tidak akan membeli produknya lagi lalu penjualan (selling) produk pangan dan branding pun gagal. Permintaan (demand) konsumen tidak terpenuhi, konsumen pun tidak akan melakukan pembelian ulang.
Gambar 4. Komponen Brand Produk Pangan

Terakhir, yang tidak kalah penting, observasi perilaku pembeli terhadap produk pangan dan pengamatan ke perusahaan yang lebih besar (benchmarking) dalam berhubungan ke para pelanggan melalui produk pangan juga diperlukan.
Gambar 5. Segmentasi Pasar untuk STP (Segmentation, Targeting, and Positioning)

***

Materi didapatkan dari webinar "Akselerasi dan Branding Produk Pangan" yang diadakan AGAVI dengan pemateri Afina Rahmani, S.T., M.Sc. (food RnD consultant @ AGAVI) dan Wusda Hesta Ribawa (professional business coach @ Umar Usman) pada 31 Maret 2023: 8.30—12.00.

Senin, 05 Juni 2023

Logistik dalam Perdagangan

Apa yang terpikirkan ketika mendengar kata 'logistik'? Mungkin saja pengadaan dan pengantaran barang dengan berbagai moda transportasi untuk distribusi. Logistik sebenarnya lebih dari itu. Logistik terdiri dari keberjalanan perdagangan (trade) secara keseluruhan, baru kemudian menyangkut persoalan pengangkutan barang (freight). Ternyata, logistik dibutuhkan pula untuk low cost manufacturing (manufaktur biaya rendah) hingga manajemen rantai nilai selain hanya dalam manajemen rantai pasok. Semua itu karena logistik terkait dengan aliran barang dan informasi dari ujung awal sampai ujung akhir dalam industri. Supaya lancar, sistem logistik yang efisien dan efektif perlu diwujudkan untuk menyokong perdagangan nasional.
Gambar 1. Sislognas di Level Makro dan Mikro

Gambar 2. Peran Sislognas untuk Misi Ekonomi Nasional

Gambar 3. Kerangka Pengembangan Cetak Biru Sislognas untuk Visi Ekonomi Nasional

Indonesia sendiri sesungguhnya memiliki Sistem Logistik Nasional yang menjadi rancangan sistem logistik se-Indonesia. Logistik yang efektif dan efisien merupakan hasil dari kolaborasi antarsektor yang mumpuni. Dengan berbagai milestones yang harus diraih dalam beberapa waktu tertentu, untuk Indonesia dengan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), ada target-target ekonomi dan perdagangan nasional yang perlu dicapai. Pemantauan perkembangan Sislognas perlu menjadi konsisten agar terkejar hingga tahun 2045.
Gambar 4. Jaringan Sislognas

Isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan Sislognas di antaranya adalah pengaplikasian ICT (Information and Communication Technology) untuk logistik pintar, logistik hijau, logistik halal, dan pergeseran pertumbuhan ekonomi dari Barat (Eropa dan Amerika) ke Timur (Asia). Beberapa ICT dalam Sislognas yang dikembangkan adalah INALOG (e-Logistik Nasional), INSW (Indonesia National Single Window), dan NLE (National Logistics Ecosystem). INALOG merupakan layanan satu atap sistem logistik dalam perangkat untuk melayani transaksi G2G, G2B dan B2B, baik untuk perdagangan domestik maupun internasional yang terkoneksi dalam jaringan logistik ASEAN dan jaringan logistik global secara daring yang didukung oleh infrastuktur dan jaringan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). INSW adalah sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron, dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang. NLE merupakan ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan informasi dari kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang. NLE berorientasi pada kerja sama antar instansi pemerintah dan swasta. Instansi-instansi dapat saling mengirimkan data, mengefisienkan proses, dan melakukan kegiatan logistik yang terhubung dengan adanya basis sistem teknologi informasi.
Gambar 5. Skema INALOG

Gambar 6. Sistem Ekonomi Digital

Dalam perdagangan nasional, baik pemerintah maupun masyarakat harus memastikan visi dan misi perdagangan nasional tercapai dan dilakukan dengan memperhatikan ketujuh aspek program sektor Sislognas, yaitu komoditas penggerak utama (komoditas pokok dan strategis, komoditas unggulan ekspor, dan komoditas umum/bebas), pelaku dan penyedia jasa logistik, infrastruktur transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, sumber daya manusia, regulasi dan kebijakan, serta kelembagaan. Untuk mengatasi permasalahan struktural dalam perdagangan nasional, pihak yang berwenang perlu menerapkan demokrasi yang tepat dalam menerima masukan dari masyarakat karena mampu memengaruhi sistem perdagangan nasional. Perkembangan logistik dalam perdagangan akan berjalan lancar jika pemikiran win-win solution digunakan. Oleh karenanya, perubahan paradigma dalam bekerja dari win-lose mindset ke win-win mindset menjadi penting. Untuk selengkapnya mengenai Sislognas dapat diperhatikan pada Peraturan Presiden RI No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Gambar 7. Faktor Penggerak Sislognas

***

Materi didapatkan dari webinar "Sistem Logistik Nasional dan Peran Kementerian Perdagangan dalam Pengembangannya" yang diadakan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dengan pemateri Prof. Dr. Ir. Senator Nur Bahagia (dosen di Teknik dan Manajemen Industri ITB) pada 28 Februari 2023: 9.00—12.00.