Jumat, 26 Februari 2021

Mengambil Langkah Awal untuk Memenuhi Kebutuhan Zat Besi Manusia (+ Resep Masakan)

Gambar 1. Lambang Unsur Besi, Unsur Logam Transisi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Unsur besi (Fe) merupakan salah satu jenis unsur logam yang umum ditemukan. Kita tahu besi sering dimanfaatkan menjadi banyak hal, seperti perkakas, alat elektronik, struktur bangunan, dan lainnya. Tahukah kalian kalau besi juga bermanfaat untuk kesehatan tubuh manusia?
Kasus malnutrisi masih menjadi kasus yang sering muncul dalam permasalahan pangan di dunia, termasuk di Indonesia[1]. Salah satu zat gizi yang menjadi fokus pemenuhan nutrisi tubuh manusia adalah zat besi. Zat besi adalah mikronutrien yang esensial untuk tubuh manusia. Zat besi berperan penting dalam metabolisme dan peredaran darah manusia. Unsur zat besi ini terikat dalam hemoglobin, suatu molekul metaloprotein, yang membantu pengangkutan oksigen dalam sel darah merah di dalam tubuh. Coba bayangkan kalau kita kekurangan zat besi. Oksigen tidak dapat beredar dalam tubuh dan metabolisme tubuh tidak dapat berjalan dengan baik, padahal tubuh butuh bermetabolisme agar sumber energi yang dikonsumsi manusia dapat digunakan untuk beraktivitas.
Gambar 2. Persamaan Reaksi Metabolisme Karbohidrat yang Membutuhkan Oksigen untuk Menghasilkan Energi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kebutuhan zat besi menjadi penting bagi manusia karena bisa menunjukkan kondisi kesehatan suatu keluarga. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia pada ibu hamil, remaja dan usia produktif dan stunting pada balita. Anemia adalah penyakit rendahnya kadar hemoglobin dalam sel darah merah. Stunting adalah kondisi kekurangan gizi kronis karena kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak. Bisa dibilang, anemia merupakan permasalahan lintas generasi karena siapa pun dapat terkena anemia. Pada remaja, ibu hamil dan menyusui, serta balita, anemia masih menjadi prevalensi yang tinggi. Ibu hamil dan menyusui yang malnutrisi dan anemia karena kekurangan zat besi dapat mengakibatkan anak yang dilahirkannya juga mengalami hal yang sama[2]. Maka dari itu, ibu hamil dan menyusui membutuhkan lebih banyak zat besi. Kebutuhan zat besi pada manusia ditunjukkan di Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Kebutuhan Zat Besi untuk Manusia
(Sumber: Sunardi, 2021, dibuat ulang)

Perempuan cenderung membutuhkan zat besi yang lebih banyak daripada laki-laki karena adanya siklus menstruasi[3]. Anemia terjadi bila kadar hemoglobin sangat kurang dari kadar hemoglobin standar. Klasifikasi tingkat keparahan anemia ditunjukkan di Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Klasifikasi Tingkat Keparahan Anemia
(Sumber: Sunardi, 2021, dibuat ulang)
 

Gejala dan Dampak Anemia


Pada umumnya, gejala-gejala anemia di antaranya adalah kulit pucat, kelopak mata pucat, sakit kepala atau pusing, tekanan darah rendah, dan otot lemas. Apabila sudah berat, gejala ang dapat terjadi adalah nadi berdetak cepat dan nafas cepat disertai sesak nafas. Apabila sudah berat dan kronis dapat terjadi pembesaran limpa. Gejala yang dapat dialami ibu hamil di antaranya wajah, terutama kelopak mata dan bibir, menjadi pucat, kurang nasu makan, lesu dan lemah, cepat lelah, sering pusing dan mata berkunang-kunang. Dampaknya untuk ibu hamil di antaranya adalah peningkatan risiko infeksi, preeklamsia, gangguan pertumbuhan janin, pendarahan setelah melahirkan, bayi lahir prematur, dan gangguan fungsi jantung pada ibu. Untuk anak-anak, gejala-gejala yang bisa dialami adalah mudah rewel, lemas, pusing, tidak nafsu makan, gangguan konsentrasi, gangguan pertumbuhan, cenderung mudah mengantuk, dan tidak aktif bergerak. Anemia dapak berdampak jangka panjang, di antaranya adalah daya tahan tubuh rendah, mudah mengalami infeksi dan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Jika dibiarkan lama, anemia menyebabkan turunnya kinerja, prestasi, dan kebugaran selama beraktivitas[2].

Penyebab Anemia dan Zat Besi sebagai Solusi atas Anemia

 
Anemia defisiensi besi bisa diidap oleh orang yang asupan makanannya kurang, memiliki riwayat infeksi atau penyakit kronis, dan lain-lain[2]. Di sini, penyebab anemia yang bisa dicegah adalah kekurangan asupan makanan. Sumber asupan makanan, terutama di Indonesia, didominasi oleh pangan nabati yang tidak banyak memberikan energi dan protein sehingga mengakibatkan defisit energi, protein, dan mikronutrien. Namun, itu tidak berarti kita tidak boleh mengonsumsi pangan nabati karena pangan nabati pun kaya akan zat besi dan nutris-nutrisi lainnya. Yang membedakannya dengan zat besi dari sumber hewani adalah kemudahannya untuk diserap tubuh manusia. Oleh karenanya, zat besi yang dikonsumsi manusia terbagi dua, zat besi heme dan zat besi nonheme. Heme adalah gugus pada metaloprotein hemoglobin untuk mengikat oksigen. Zat besi heme banyak ditemukan di bahan pangan hewani dan zat besi nonheme banyak ditemukan di bahan pangan nabati. Besi heme lebih mudah diserap oleh tubuh ketimbang besi nonheme. Besi nonheme butuh diproses terlebih dahulu agar bisa diserap tubuh[4]. Pembentukan heme dari zat besi nonheme membutuhkan asam askorbat (vitamin C) dan asam sitrat untuk membantu penyerapan zat besi dan dapat terhambat oleh serat, polifenol, serat, senyawa fitat, kalsium (Ca), dan seng (Zn). Maka dari itu, konsumsi sumber zat besi nonheme juga harus disertai konsumsi vitamin C dan asam sitrat, contohnya dari jeruk, tomat, dan paprika[2]. Dengan vitamin C, penyerapan zat besi nonheme dapat ditingkatkan menjadi empat kali lipat[5].
Gambar 5. Proses Penyerapan Zat Besi dalam Tubuh
(Sumber: Scaria, 2018, dari slideshare.net[6])

Gambar 6. Bahan Pangan Tinggi Vitamin C
(Sumber: Schlueter dkk., 2011[7])

Secara garis besar, pemenuhan kebutuhan zat besi dapat dilakukan dengan memastikan asupan bergizi seimbang, memastikan asupan dari sumber besi nonheme dikonsumsi bersama dengan unsur yang dapat memingkatkan penyerapan zat besi, fortifikasi bahan makanan seperti tepung terigu, beras, biskuit, dan susu, dan mengonsumsi tablet tambah darah dengan mematuhi aturan pemakaiannya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kelebihan asupan zat besi, terutama dari suplemen, dapat menumpuk dalam tubuh sehingga bersifat racun dan mengganggu proses fisiologis lainnya[8]. Oleh karenanya, penggunaan suplemen zat besi harus dengan panduan dari dokter. Agar tidak terjadi ketimpangan nutrisi yang menyebabkan obesitas, usahakan agar asupan gizi di makanan dan minuman yang dikonsumsi seimbang. Jika ibu hamil atau menyusui dan anaknya sudah terlanjur terkena anemia, perhatikan gejala-gejala yang terjadi dan segera periksakan ke dokter agar mendapat pemantauan lebih lanjut demi mencegah anemia yang bertambah parah bagi ibu dan anak.
Gambar 7. Strategi untuk Mencegah Defisiensi Besi pada Manusia
(Sumber: Saini dkk., 2016)
 

Propaganda Asupan Zat Besi di Masyarakat

 
Mencegah kekurangan zat besi dapat dimulai dari lingkungan keluarga terlebih dahulu. Mungkin ibu-ibu mengetahui kesulitan membujuk anak-anak untuk memakan sayur mereka dan merasa khawatir karena anak-anak mereka suka pilih-pilih makanan (picky eater), hanya ingin makan makanan enak yang menyebabkan asupan makanan untuk anak tidak bervariasi. Belum lagi jika anak-anak mereka memiliki kondisi yang menyebabkan gangguan penyerapan besi dan kondisi yang menyebabkan asupan besi rendah karena alergi suatu bahan pangan. Masalah tersebut bisa diatasi dengan penggunaan bahan pangan yang tidak menyebabkan alergi dan pembiasaan makan yang baik untuk anak-anak. Coba manfaatkan kreativitas dan imajinasi anak supaya anak-anak mau memakan sayuran, terutama yang mengandung zat besi, contohnya melalui cerita atau mengajak anak bermain sambil memasak bersama. Selain itu, ajarkan anak-anak untuk mengonsumsi vitamin C dari buah-buahan, membatasi minum teh dan kopi yang mengandung tanin serta konsumsi bahan lain yang mengandung senyawa fitat, menjalankan diet yang seimbang, meminum susu pertumbuhan untuk anak-anak dengan nutrisi yang komplet, dan mengonsumsi makanan fortifikasi zat besi yang disenangi anak.
Gambar 8. Upaya Penanganan Anemia dan Stunting serta Masalah Gizi Lainnya di Tiap Tingkat
(Sumber: Sunardi, 2021, dibuat ulang)

Di luar keluarga, masyarakat luas sudah melakukan berbagai pergerakan untuk memberi pencerdasan perihal konsumsi bahan pangan mengandung zat besi dan asupan makanan yang seimbang, mulai dari kelompok masyarakat tertentu, perusahaan besar, hingga pemerintah. Edukasi konsumsi bahan pangan mengandung zat besi untuk menambah pengetahuan tentang gizi dan kesehatan ke masyarakat ini melibatkan kerja sama dari banyak pihak. Salah satu cara edukasi yang strategis adalah melalui sekolah. Contoh yang telah dilakukan Danone Indonesia adalah "Gerakan Ayo Minum Air (AMIR)" untuk anak-anak, Generasi Sehat Indonesia (GESID) untuk remaja agar para remaja paham dan sadar tentang kesehatan dan gizi, dan fasilitas edukasi di Taman Pintar, Yogyakarta, sesuai sasaran murid-murid yang bersekolah[9]. Tentunya edukasi ke anak-anak dan remaja membutuhkan kerja sama antara pihak sekolah, Danone Indonesia, para orang tua murid, masyarakat, organisasi lain yang terkait, pemerintah daerah, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan. Akan lebih baik jika terdapat edukasi khusus untuk remaja putri yang baru mengalami pubertas agar para remaja putri diingatkan untuk menjaga kesehatan supaya tidak terkena anemia di masa yang akan datang.
Gambar 9. Kerja Sama untuk Mencegah Stunting dari Banyak Kelompok
(Sumber: Mujahidin, 2021, screenshot dari youtube.com)
 
Selain kepada anak-anak dan remaja, pencerdasan mengenai asupan zat besi juga perlu dilakukan ke orang-orang dewasa, terutama kepada orang tua yang memiliki anak dan yang mau memiliki anak. Ibu hamil pun perlu dipantau pemenuhan gizinya melalui konseling dari puskesmas (Dinas Kesehatan), pemeriksaan kehamilan (antenatal care) di posyandu, bantuan masyarakat, dukungan dari keluarga, serta konsumsi makanan fortifikasi zat besi dan asam folat[10]. Orang tua dan orang dewasa lainnya dapat mengikuti acara program "Isi Piringku" sebagai panduan mengajarkan anak-anak usia konsumsi gizi seimbang dan gaya hidup sehat ke anak-anak melalui guru dan orang tua, "Warung Anak Sehat" sebagai pembinaan kepada para penjual makanan dan minuman di kantin untuk mengelola kantin sehat, "Aksi Cegah Stunting" sebagai peningkatan sisten rujukan dan peran fasilitas kesehatan dalam intervensi gizi khusus bagi anak-anak yang berisiko mengalami stunting, dan "Duta 1000 Pelangi" sebagai edukasi gizi untuk karyawan dalam Danone Indonesia agar dibekali pengetahuan gizi dan kesehatan (sehingga dijadikan "duta"), yang seluruhnya diadakan Danone Indonesia[9], atau konsultasi langsung ke dokter atau ahlinya. Para produsen pangan, seperti petani, peternak, dan pekerja pabrik, juga harus dibina supaya produksi makanan memenuhi kebutuhan gizi, sesuai standar dan cara produksi yang baik (good manufacturing practice atau GMP), dan membantu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals atau SDGs).
 
Inovasi dalam memelihara penerapan kebiasaan makan dan minum yang sehat diperlukan agar manusia tidak kurang gizi dan mengalami defisiensi mikronutrien. Tentunya, inovasi-inovasi yang dilakukan selanjutnya tidak boleh merusak lingkungan. Dengan adanya inovasi ke depannya diharapkan mampu meningkatkan kesehatan dan memutus rantai anemia. Kini, tinggal giliran kita untuk menjaga kesehatan planet dan kesehatan masyarakat.

Bonus: Resep-resep Praktis

 
Berikut ini adalah resep makanan dan minuman mengandung besi beserta keterangan jumlah zat besinya yang bisa dicoba di rumah. Resep yang tersedia di sini terdiri dari resep makanan pembuka, makanan utama, lauk dan sayuran, makanan penutup, dan minuman. Bahan-bahannya relatif mudah ditemukan. Jika terdapat bahan yang dapat memunculkan alergi, bahan tersebut dapat dihilangkan atau diganti dengan bahan lain. Semoga dengan resep ini, kebutuhan gizi, terutama zat besi, dapat terpenuhi mulai dari dalam keluarga dan keluarga senang karena kelezatan masakannya.

Makanan Pembuka: Sup Kacang
Gambar 10. Sup Kacang (dengan Red Kidney Beans, Black Turtle Beans, Pinto Beans, Cannellini Beans, Green Peas, dan Red Mung Beans)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
Bahan:
  • 30 g kacang merah (red kidney beans), rendam semalaman
  • 30 g kacang hitam (black turtle beans), rendam semalaman
  • 30 g kacang pinto, rendam semalaman
  • 30 g kacang putih (cannellini beans atau navy beans), rendam semalaman
  • 30 g kacang polong hijau (ercis), rendam semalaman
  • 30 g kacang lima/kratok, rendam semalaman
  • 700 ml air
  • Kaldu bubuk sesuai pilihan (perhatikan cara pemakaian)
  • Garam secukupnya
  • Merica bubuk secukupnya
  • Bubuk bawang putih secukupnya

Cara membuat:
  1. Masak kacang-kacangan yang telah direndam dengan pemasak lambat (slow cooker atau crock-pot).
  2. Panaskan air dalam panci dengan api kecil-sedang. Masukkan kaldu bubuk, garam, merica, dan bubuk bawang putih sambil diaduk hingga rasanya sesuai.
  3. Masukkan kacang-kacangan. Tutup panci dan rebus seluruh kacang hingga matang. Tambahkan kembali bumbu-bumbu jika diperlukan hingga rasanya sesuai.
  4. Matikan api kompor. Sajikan hangat-hangat di mangkuk.

Catatan:
  • Jika tidak menemukan seluruh jenis kacang untuk bahan, gunakanlah beberapa jenis kacang yang ada asalkan jumlahnya sesuai. (Di foto, penulis menggunakan kacang merah adzuki [red mung bean] sebagai pengganti kacang lima dan menggunakan kelima kacang lain yang tertera pada daftar bahan.)
  • Jika menggunakan kacang kalengan atau kacang beku, kacang tidak harus direndam semalaman.
 
Keterangan kandungan zat besi (per 100 g)

Kacang lima/kratok

11,98 mg[11]

Kacang putih

10,44 mg[12]

Kacang merah

9,35 mg[12]

Kacang hitam

5,18—5,64 mg[13]

Kacang pinto

5 mg[14]

Kacang kedelai edamame

2,7 mg[15]

Kacang polong hijau

2,19—5,84 mg[16]

Kacang merah adzuki

1,44 mg[17]

 
Makanan Utama: Fish and Chips
Gambar 11. Fish and Chips
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Bahan:
  • 200 g kentang ukuran sedang (tidak perlu dikupas kulitnya), potong-potong panjang lalu rendam dalam air
  • 1 filet ikan nila (tilapia)
  • Minyak goreng secukupnya
  • 40 g tepung terigu serbaguna
  • 15 g tepung maizena
  • Bubuk cabai secukupnya
  • Bubuk paprika secukupnya
  • Merica bubuk secukupnya
  • Garam secukupnya
  • ¹/₄ sdt bubuk bawang putih
  • ¹/₄ sdt baking soda
  • Air soda secukupnya
  • 7 g daun peterseli atau adas sowa (dill), cacah
  • 3 sdm mayones
  • 1 sdm kecap inggris atau saus tiram
  • 1 acar timun, potong kecil-kecil, dan air acarnya (opsional karena penulis pribadi tidak suka timun)
  • Setengah bawang bombai, potong cacah (opsional)
  • Lemon secukupnya

Cara membuat:
  1. Untuk membuat saus tartar, campurkan mayones, kecap inggris atau saus tiram, air acar, acar timun, bawang bombai, daun peterseli atau adas sowa, merica, dan garam hingga tercampur merata.
  2. Keringkan kentang yang telah diambil dari air. Goreng kentang yang telah dipotong-potong dalam minyak panas (sekitar 150°C) selama 15 menit. Angkat dan sisihkan.
  3. Setelah minyak pada kentang dari penggorengan pertama sudah berkurang, goreng kembali kentang goreng dalam minyak panas hingga kentang tampak menciut dan kering.
  4. Campurkan tepung terigu, tepung maizena, bubuk cabai, bubuk paprika, merica, garam, bubuk bawang putih, dan baking soda di dalam mangkuk. Masukkan filet ikan nila ke dalam campuran tepung dan tepuk-tepuk ikan untuk mengurangi tepung berlebih saat mengeluarkan dari campuran tepung. Masukkan air soda ke campuran tepung hingga mencapai kekentalan slurry (tidak terlalu encer). Masukkan kembali filet ikan nila ke dalam campuran tepung yang telah ditambahkan air soda.
  5. Secara perlahan, masukkan ikan nila yang telah dibalur ke dalam wajan berisi minyak panas dan goreng hingga terlihat keemasan. Angkat dan tiriskan.
  6. Tata kentang dan ikan di piring. Sajikan hangat-hangat di piring dengan saus tartar dan lemon.

Catatan:
  • Air acar dapat diganti cuka biasa.

Keterangan kandungan zat besi (per 100 g)

Ikan nila (tilapia)

Rata-rata 1,8 mg[18]

Kentang panggang (dengan kulit)

1,08 mg[19]


Lauk dan Sayuran: Capcai Kuah Kental
Gambar 12. Capcai Kuah Kental (tanpa Hati dan Ampela Ayam, Daging Ayam, dan Kembang Kol karena Sedang Tidak Ada di Penjual Sayur Keliling)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Bahan:
  • 1 wortel ukuran besar, potong-potong
  • 2 jagung muda
  • 1 brokoli ukuran sedang, ambil kuntumnya dan potong-potong
  • 1 kembang kol putih ukuran sedang, ambil kuntumnya dan potong-potong
  • ¹/₄ kepala kubis, cabut daunnya
  • Setengah kepala sawi putih, cabut daunnya
  • 1 bonggol sawi hijau, potong-potong
  • 1 tomat ukuran sedang, potong-potong
  • 20 g jamur kuping, potong-potong
  • 20 g jamur tiram, potong-potong
  • Setengah bawang bombai, potong cacah
  • 2 siung bawang putih, lumatkan dan cincang
  • 2 butir bawang merah, potong cincang
  • 2 cabai gendot, potong-potong (opsional, untuk penambah rasa dan kehangatan)
  • 4 bakso sapi, potong-potong
  • 15 g daging ayam suwir
  • 15 g hati dan ampela ayam, potong-potong
  • Gula pasir putih secukupnya
  • Garam secukupnya
  • Merica bubuk secukupnya
  • Lada putih bubuk secukupnya
  • Bubuk bawang putih secukupnya
  • Saus tiram secukupnya
  • Kaldu bubuk sesuai pilihan (perhatikan cara pemakaian)
  • 2—3 sdm tepung maizena
  • Air secukupnya (yang terpakai di sini sekitar 500 ml)
  • Minyak goreng secukupnya

Cara membuat:
  1. Larutkan tepung maizena dalam air.
  2. Tumis bawang putih, bawang merah, bawang bombai, garam, merica, dan lada dalam wajan hingga wangi. Masukkan bakso, daging ayam suwir, hati dan ampela ayam dan masak hingga setengah matang.
  3. Masukkan wortel dan tambahkan air, gula pasir, kaldu bubuk, dan saus tiram. Masak sampai wortel mudah ditusuk garpu.
  4. Masukkan brokoli, kembang kol, kubis, sawi putih, sawi hijau, jagung muda, seluruh jamur dan tomat. Tambahkan sedikit air lagi hingga seluruh sayuran terendam sebagian. Aduk semuanya hingga merata. Tambahkan lagi bumbu-bumbu yang diperlukan hingga rasanya sesuai. Tutup wajan selama 5—10 menit hingga sayuran mulai layu.
  5. Buka tutup wajan dan masukkan larutan tepung maizena. Aduk hingga tampak mengental. Tambahkan lagi bumbu-bumbu hingga rasanya sesuai jika diperlukan.
  6. Matikan api kompor. Sajikan hangat-hangat di piring.

Catatan:
  • Variasikan sayuran dengan mengurangi atau menambah bahan sayuran yang lazim digunakan dalam capcai, seperti kapri, buncis, jamur jenis lainnya, dan jagung pipilan.
  • Variasikan juga dengan daging sapi, tahu, tofu, sosis, bakso ayam, bakso ikan, udang, cumi-cumi, dan telur.

Keterangan kandungan zat besi (per 100 g)

Sawi putih

29,99 mg[20]

Sawi hijau

28,56 mg[20]

Hati ayam

8, 99 mg[2]

Brokoli

2,185 mg[21]

Kembang kol putih

2,83 mg[22]

Kubis

0,931 mg[23]

Daging ayam

1,03 mg[2]

Jamur

0,5 mg[2]

Tomat

0,5 mg[24]

Wortel

0,3 mg[2]


Makanan Penutup: Kue Pisang Terbalik
Gambar 13. Kue Pisang Terbalik (dengan Kacang Pistacio dan Perisa Pandan)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
Bahan saus apel:
  • 4 apel ukuran sedang (pilih yang teksturnya tidak begitu keras), kupas (opsional) dan potong-potong dadu
  • 30 ml air perasan lemon atau asam sitrat
  • 1—2 sdt garam
  • Air secukupnya

Bahan kue:
  • 4 telur ayam ukuran sedang
  • 240 g saus apel
  • 100 g gula pasir putih
  • 1 sdt ekstrak atau perisa vanila
  • 84 g tepung terigu serbaguna
  • 80 g tepung gandum utuh
  • 2 sdt baking powder
  • 1—2 sdt bubuk kayu manis
  • 4—6 pisang ukuran sedang, potong bagi empat (memanjang lalu melintang)
  • 40 g kacang tanah/pecan/mede/almon/kenari/hazel/makadamia/pistacio (boleh menggunakan kombinasi dari banyak kacang), potong kecil-kecil atau cincang dengan blender

Bahan saus gula cair:
  • 50 g gula pasir coklat atau gula aren
  • 50 ml sirup jagung
  • Minimal 20 ml air (untuk mengatur kekentalan)

Cara membuat:
  1. Untuk membuat saus apel, masukkan apel yang telah dipotong-potong ke dalam panci. Isi panci dengan air hingga seperempat panci atau potongan apel terendam sebagian. Masukkan air perasan lemon dan garam. Nyalakan kompor ke api besar lalu panaskan apel dalam panci. Jika cairan mulai mendidih, kecilkan api ke api sedang dan tutup panci. Aduk sesekali hingga apel mulai dirasa melunak. Setelah itu, matikan kompor lalu haluskan apel dengan blender atau alat penghancur lainnya. Biarkan dingin hingga saatnya digunakan.
  2. Kocok dan campurkan telur, gula pasir putih, saus apel, dan ekstrak vanila di dalam mangkuk.
  3. Ayak dan masukkan tepung terigu, tepung gandum, bubuk kayu manis, dan baking powder ke dalam mangkuk. Aduk dengan menggunakan pengocok atau mikser hingga seluruh tepung tercampur merata.
  4. Susun dan tata pisang yang telah dipotong dalam loyang ukuran 9 × 9 inci atau diameter 20—30 cm yang telah diolesi mentega/margarin/minyak hingga ke seluruh dinding di bagian dalamnya dan dilapisi baking paper di bagian alasnya, sisi potongan menghadap bawah. Taburi dengan potongan kacang, usahakan agar bagian sela-sela antara pisang dipenuhi. Masukkan adonan ke loyang.
  5. Panggang selama 25 menit dalam oven yang telah dipanaskan sebelumnya pada suhu 180°C (sampai lulus tes tusuk gigi). Setelah selesai dipanggang, tunggu sampai suhu oven menurun sebelum dikeluarkan dari oven.
  6. Keluarkan loyang dan biarkan dingin di atas cooling rack.
  7. Keluarkan kue dari loyang dengan menggunakan pisau tumpul untuk memisahkan sisi kue dari loyang lalu balikkan loyang hingga kue terlepas dan terlihat sisi pisangnya setelah melepas baking paper.
  8. Campurkan gula pasir coklat, sirup jagung, dan air di di dalam panci. Nyalakan kompor lalu panaskan dengan api sedang. Tunggu hingga panas mendidih dan seluruh gula larut. Aduk hingga mulai mengental lalu matikan kompor.
  9. Selagi masih panas, siram dan ratakan gula cair di atas kue. Potong kue dan sajikan.

Catatan:
  • Ekstrak atau perisa vanila bisa diganti dengan ekstrak atau perisa pandan dengan takaran yang sama agar kuenya tetap wangi. Konsekuensinya, kuenya menjadi berwarna hijau. Jika ingin menggunakan ekstrak lainnya, coba ekstrak almon.
 
Keterangan kandungan zat besi (per 100 g)

Kacang tanah

14,68 mg[25]

Kacang mede

5,7 mg[26]

Gandum

5,37 mg[12]

Kacang hazel

4,7 mg[27]

Kacang pistacio

3,9 mg[28]

Kacang almon

3,72 mg[29]

Kacang makadamia

3,69 mg[30]

Kacang kenari

2,91 mg[31]

Kacang pecan

2,57 mg[32]

Pisang

0,4 mg[33]

 
Minuman: Green Smoothies
Gambar 14. Green Smoothies (dengan Bayam, Pisang, Apel, Biji Chia, dan Madu)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Bahan:
  • 500 ml air (bisa diganti dengan air kelapa, santan, atau susu almon)
  • 70 g daun bayam
  • 140 g alpukat atau pisang (boleh menggunakan keduanya)
  • 70 g apel
  • 2 sdm biji chia
  • 50—70 ml air perasan lemon atau nipis
  • 5—6 sdm madu atau gula stevia secukupnya
  • Es batu secukupnya

Cara membuat:
  1. Masukkan seluruh bahan ke dalam blender. Campurkan dengan kecepatan sedang hingga lumat seluruhya.
  2. Sajikan smoothies di dalam gelas.

Catatan:
  • Resep ini menghasilkan sekitar 2 gelas smoothies.
  • Lebihkan jumlah biji chia jika suka atau hilangkan jika tidak suka.

Keterangan kandungan zat besi (per 100 g)

Biji chia

6,3—7,72 mg[34]

Bayam

2,95 mg[35]

Alpukat

0,4—0,6 mg[36]

Apel

0,2 mg[37]


(Seluruh resep dapat diunduh di sini.)

Referensi:
[1] Kurniati, Y., Sutarga, M., Subrata, M., Kertaduana, M., & Kardiwinata, P. Sosialisasi Makanan Lokal Kaya Fe (Zat Besi) untuk Penanganan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil dan Balita di Dusun Muntigunung, Karangasem, Bali. Badung: Universitas Udayana. Retrieved from https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pengabdian_dir/d124ce977bd513305b7b7c8796045e56.pdf at 22nd February 2021.
[2] Sunardi, D. [Nutrisi Bangsa]. (2021, February 1). Peran Nutrisi dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi. [Video file]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=fuYipQ_bdn8&list=WL&index=5&pbjreload=101 at 20th February 2021.
[3] University of Wisconsin Hospitals and Clinics Authority. (2020). Iron in Your Diet. [Pamphlet]. Madison, Wisconsin: Clinical Nutrition Services Department and the Department of Nursing.
[4] Hooda, J., Shah, A., & Zhang, L. (2014). Heme, an essential nutrient from dietary proteins, critically impacts diverse physiological and pathological processes. Nutrients, 6(3), 1080—1102.
[5] Krisnanda, R. (2020). Vitamin C Membantu dalam Absorpsi Zat Besi pada Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(3), 279—286.
[6] Scaria, T. (2018). GASTRO INTESTINAL TRACT PHYSIOLOGY REVISION NOTES. slideshare. https://www.slideshare.net/tonyscaria/gastro-intestinal-tract-physiology-revision-notes
[7] Schlueter, A. K., & Johnston, C. S. (2011). Vitamin C: overview and update. Journal of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine, 16(1), 49—57.
[8] Niebaum, C. K., & Bellows, L. (2015). Iron: An Essential Nutrient. [Pamphlet]. Fort Collins, Colorado: Colorado State University.
[9] Mujahidin, A. Nutrisi Bangsa]. (2021, February 1). Peran Nutrisi dalam Tantangan Kesehatan Lintas Generasi. [Video file]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=fuYipQ_bdn8&list=WL&index=5&pbjreload=101 at 20th February 2021.
[10] Darwanty, J., & Antini, A. (2012). Kontribusi Asam Folat dan Kadar Haemoglobin pada Ibu Hamil terhadap Pertumbuhan Otak Janin di Kabupaten Karawang Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 3, 82—90.
[11] Bonita, L. C., Devi, G. A. S., & Singh, C. B. (2020). Lima Bean (Phaseolus Lunatus L.) – A Health Perspective. International Journal Of Scientific & Technology Research, 9(2), 5638—5649.
[12] Saini, R. K., Nile, S. H., & Keum, Y. S. (2016). Food science and technology for management of iron deficiency in humans: A review. Trends in Food Science & Technology, 53, 13—22.
[13] [OECD]. Organisation for Economic Co-operation and Development. (2019). Safety Assessment of Foods and Feeds Derived from Transgenic Crops, Volume 3: Common bean, Rice, Cowpea and Apple Compositional Considerations. Paris: OECD Publishing.
[14] Câmara, C. R., Urrea, C. A., & Schlegel, V. (2013). Pinto beans (Phaseolus vulgaris L.) as a functional food: implications on human health. Agriculture, 3(1), 90—111.
[15] Djanta, M. K. A., Agoyi, E. E., Agbahoungba, S., Quenum, F. J. B., Chadare, F. J., Assogbadjo, A. E., Agbangla, C., & Sinsin, B. (2020). Vegetable soybean, edamame: Research, production, utilization and analysis of its adoption in Sub-Saharan Africa. Journal of Horticulture and Forestry, 12(1), 1—12.
[16] Harmankaya, M., Özcan, M. M., Karadaş, S., & Ceyhan, E. (2010). Protein and mineral contents of pea (Pisum sativum L.) genotypes grown in Central Anatolian region of Turkey. South Western Journal of Horticulture, Biology and Environment, 1(2), 159—165.
[17] Gohara, A. K., Souza, A. H. P. D., Gomes, S. T. M., Souza, N. E. D., Visentainer, J. V., & Matsushita, M. (2016). Nutritional and bioactive compounds of adzuki beans cultivars using chemometric approach. Ciência e Agrotecnologia, 40(1), 104—113.
[18] Ramlah, R., Soekendarsi, E., Hasyim, Z., & Hassan, M. S. (2017). Perbandingan kandungan gizi ikan nila Oreochromis niloticus asal Danau Mawang Kabupaten Gowa dan Danau Universitas Hasanuddin Kota Makassar. BIOMA: Jurnal Biologi Makassar, 1(1), 39—46.
[19] Camire, M. E., Kubow, S., & Donnelly, D. J. (2009). Potatoes and human health. Critical reviews in food science and nutrition, 49(10), 823—840.
[20] Novianti, M. E. (2019). Perbandingan Kadar Besi (Fe) Pada Sawi Putih Dengan Sawi Hijauyang Dijual Dibeberapa Pasar Kabupaten Brebes. PUBLICITAS AK, 1(1).
[21] Bukva, M., Kapo, D., Huseinbašić, N., Gojak-Salimović, S., & Huremović, J. (2019). Iron content in fruits, vegetables, herbs and spices samples marketed in Sarajevo, Bosnia and Herzegovina. Kemija u industriji: Časopis kemičara i kemijskih inženjera Hrvatske, 68(7-8), 281—287.
[22] Baloch, A. B., Xia, X., & Sheikh, S. A. (2015). Proximate and mineral compositions of dried cauliflower (Brassica Oleracea L.) grown in Sindh, Pakistan. Journal of Food and Nutrition Research, 3(3), 213—219.
[23] Hailu, T., Solomon, D., Worku, E., Sisay, S., & Demissie, K. (2019). Determination of Iron and Moisture Content in Commonly Consumed. Chemical Sciences Journal, 10(1), 1—4.
[24] Handrian, R. G., Meiriani, M., & Haryati, H. (2013). Peningkatan Kadar Vitamin C Buah Tomat (Lycopersicum esculentum MILL.) Dataran Rendah dengan Pemberian Hormon GA3. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 2(1), 333—339.
[25] Shibli, S., Siddique, F., Raza, S., Ahsan, Z., & Raza, I. (2019). Chemical composition and sensory analysis of peanut butter from indigenous peanut cultivars of Pakistan. Pakistan Journal of Agricultural Research, 32(1), 159—169.
[26] Rico, R., Bulló, M., & Salas‐Salvadó, J. (2016). Nutritional composition of raw fresh cashew (Anacardium occidentale L.) kernels from different origin. Food science & nutrition, 4(2), 329—338.
[27] Contini, M., Frangipane, M. T., & Massantini, R. (2011). Antioxidants in hazelnuts (Corylus avellana L.). In V. R. Preedy, R. R. Watson, & V. B. Patel (Ed.). Nuts and Seeds in Health and Disease Prevention (pp. 891-898). London: Academic Press.
[28] Bulló, M., Juanola-Falgarona, M., Hernández-Alonso, P., & Salas-Salvadó, J. (2015). Nutrition attributes and health effects of pistachio nuts. British Journal of Nutrition, 113(S2), S79—S93.
[29] Richardson, D. P., Astrup, A., Cocaul, A., & Ellis, P. (2009). The nutritional and health benefits of almonds: a healthy food choice. Food Science and Technology Bulletin: Functional Foods, 6(4), 41—50.
[30] Wood, L. G., & Garg, M. L. (2011). Macadamia Nuts (Macadamia integrifolia and tetraphylla) and their Use in Hypercholesterolemic Subjects. In V. R. Preedy, R. R. Watson, & V. B. Patel (Ed.). Nuts and Seeds in Health and Disease Prevention (pp. 891-898). London: Academic Press.
[31] Şen, S. M., & Karadeniz, T. (2015). The nutritional value of walnut. Journal of Hygienic Engineering and Design, 11(18), 68—71.
[32] Haddad, E. H. (2011). Health effects of a pecan [Carya illinoinensis (Wangenh.) K. Koch] Nut-rich Diet. In V. R. Preedy, R. R. Watson, & V. B. Patel (Ed.). Nuts and Seeds in Health and Disease Prevention (pp. 891-898). London: Academic Press.
[33] Ashokkumar, K., Elayabalan, S., Shobana, V. G., Sivakumar, P., & Pandiyan, M. (2018). Nutritional value of cultivars of Banana (Musa spp.) and its future prospects. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 7(3), 2972—2977.
[34] Prathyusha, P., Kumari, B. A., Suneetha, W. J., & Srujana, M. N. S. (2019). Chia seeds for nutritional security. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 8(3), 2702—2707.
[35] Nasution, S. B. (2016). Analisa Kadar Besi (Fe) pada Bayam Hijau sesudah Perebusan dengan Masa Simpan 1 jam, 3 jam, dan 5 jam. Jurnal Ilmiah PANNMED, 11(1), 1—3.
[36] Nair, S. S., & Chandran, A. (2018). Nutrient composition of avocado fruits of selected cultivars grown in Kerala. International Journal of Food Science and Nutrition, 3(3), 65—67.
[37] Farrukh, M. A., Siraj, N., & Naqvi, I. I. (2010). Comparative study of spectroscopic techniques for the estimation of iron in apple and vegetables. Journal of Saudi Chemical Society, 14(2), 209—212.