Dalam industri pangan, umur simpan produk adalah selang waktu antara saat setelah produksi hingga produk ini dikonsumsi dengan keadaan yang masih layak/memuaskan sesuai dengan produk yang dijanjikan. Bahan makanan yang melewati umur simpan tidak memenuhi ekspektasi pelanggan sehingga disebut kedaluwarsa. Oleh karenanya, penentuan kedaluwarsa harus ditulis pada produk dalam bentuk tanggal sebagai informasi kepada konsumen/pelanggan kapan produk pangan berada dalam kondisi yang tepat untuk dikonsumsi. Penentuan kedaluwarsa ditulis berupa expiry date (EXP), best before date, dan use by date.
- Expiry date, tanggal kedaluwarsa
- Best before date, batas tanggal konsumsi produk di saat kualitas fisik terbaik (biasanya beberapa minggu atau bulan sebelum produk menjadi kedaluwarsa)
- Use by date, batas tanggal konsumsi produk dalam kondisi pangan yang aman
(Use by date dan expiry date hampir sama.)
Tentu kualitas dan keamanan produk pangan akan terjaga selama waktu tersebut jika produk disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (misal: disimpan dalam kulkas atau freezer, dalam tempat makanan tertutup, dsb.). Jika bahan makanan tidak disimpan dengan baik, bahan makanan dapat rusak lebih cepat daripada waktu yang telah ditentukan. Pada dasarnya, produk pangan terutama produk-produk segar adalah produk yang "hidup" sehingga perlu diperlakukan/ditangani sesuai sifat biologis, sifat kimiawi, dasar fisiologi, dan teknologi yang tepat. Lebih-lebih jika perlakuan/penanganan terhadap produk pangan yang dilakukan mampu memperpanjang umur simpan produk pangan.
Gambar 1. Teknologi Penyimpanan untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk: a) Penyimpanan Dingin dan b) Penyimpanan Atmosfer Terkontrol
Kerusakan yang dapat terjadi pada produk pangan bermacam-macam. Berikut ini adalah macam-macam kerusakan:
- Kerusakan mikrobiologis
Kerusakan ini diakibatkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan/atau
jamur. Kerusakan mikrobiologis ini cepat menjalar dari produk yang rusak
ke produk lainnya yang belum rusak. Beberapa tanda-tandanya adalah
munculnya bintik-bintik berwarna putih, adanya lendir, atau adanya
pemisahan zat produk (seperti di produk cair, contohnya susu).
- Kerusakan mekanis
Kerusakan ini disebabkan benturan mekanis yang menghasilkan memar, penyok, irisan, potongan, dan lainnya sehingga terdapat kecacatan (perubahan) pada bentuk produk. Kerusakan mekanis dapat terjadi selama pemanenan, penanganan, persiapan sebelum pengolahan, transportasi, atau penyimpanan.
- Kerusakan fisik
Kerusakan ini disebabkan perlakuan fisik dari lingkungan eksternal seperti perubahan suhu (pemanasan atau pendinginan), perubahan tekanan udara, dan perubahan kadar air lingkungan. Kondisi lingkungan eksternal yang tidak cocok/tepat pada produk mampu menyebabkan perubahan pada produk sehingga kerusakan dapat terjadi dan mutunya dapat berkurang.
- Kerusakan biologis
Kerusakan ini disebabkan proses fisiologis dan metabolisme yang masih berlangsung pada produk pangan segar. Pada produk segar, enzim-enzim dan komponen kimiawi lain yang terkandung masih mampu menjalankan reaksi-reaksi kimia secara alami.
- Kerusakan karena keberadaan hama seperti serangga, tikus, burung, atau binatang lainnya.
Ada beberapa tanda-tanda dari kerusakan produk pangan, contoh di antaranya adalah
- konsistensi berubah dari yang semula,
- tekstur berubah dari yang semula,
- adanya memar,
- adanya lendir,
- berbau tengik,
- berbau busuk,
- gosong,
- pH menyimpang,
- terjadi reaksi browning (pencoklatan),
- penggembungan pada kemasan,
- warna yang menyimpang atau berubah dari yang semula,
- rasa yang menyimpang,
- adanya lubang atau bekas gigitan,
- terjadi penggumpalan atau pengerasan, dan
- adanya keretakan (pada telur).
Gambar 2. Proses Produksi Produk Pangan
Teknologi pun dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan dengan mempertahankan sifat-sifat kimia dan fisik bahan pangan. Berikut ini adalah macam-macam teknologi yang dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan:
- Penggunaan intervensi secara fisik pada pangan
- Pengemasan terpadu
- Pengalengan
- Penambahan gas nitrogen dalam kemasan plastik agar produk tetap renyah dan tidak remuk
- Pengeluaran oksigen (pengemasan vakum) untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi
- Pemakaian silica gel untuk menyerap uap air dan/atau oksigen
- Pengemasan dengan pemanasan suhu tinggi (retort) dengan menggunakan bahan kemasan tahan air dan dapat menghantarkan panas hingga ke produk yang sudah dikemas
- Pengemasan untuk penyimpanan beku yang tahan hingga di bawah 0°C
- Modified atmosphere packaging (MAP) atau controlled atmosphere packaging (CAP) dengan isi atmosfer terkendali untuk menjaga kualitas produk pangan di dalam kemasan (bisa dilengkapi dengan bahan antiembun atau penangkap gas etilen buah-buahan)
- Kemasan pintar (smart packaging), terdiri dari kemasan aktif (active packaging) yang memiliki antimikroba dan penyerap oksigen dan intelligent packaging yang memiliki indikator (warna, suhu, waktu, dan oksigen) untuk memastikan bahan makanan masih dapat dimanfaatkan
- Curing, penggaraman atau penambahan zat untuk mengurangi kandungan air
- Pengasapan, penambahan zat preservatif dengan asap
- Blansir/penceluran (blanching), perlakuan panas pendahuluan dengan perebusan atau pengukusan lalu langsung pendinginan dengan es
- Pasteurisasi, pemanasan di bawah 100°C
- Flash pasteurization: 85—95°C selama 2—3 detik
- HTST (high temperature short time): 72°C selama 15 detik
- LTLT (low temperature long time): 63—66°C selama 30 detik
- Sterilisasi, pemanasan pada suhu tinggi dalam periode yang cukup lama (≥ 100°C selama 15—30 menit)
- Evaporasi (pengurangan kadar air), pengurangan kadar air dengan pemekatan bahan
- Pengisian dalam kondisi panas (hot filling), pengemasan bahan cair dalam kondisi panas lalu dimasukkan ke dalam kemasan hermetis (pengalengan termasuk)
- Iradiasi, penggunaan gelombang mikro untuk meradiasi bahan
- Pengeringan/penjemuran
- Pemanggangan
- Penggorengan
- Penyangraian
- Dehidrasi, pengaliran udara panas untuk mengeringkan produk dengan konveksi kalor
- Pengeringan beku (freeze-drying), pengeringan dengan pembekuan bahan terlebih dahulu lalu tekanan dikurangi untuk menyublimkan air yang membeku
- Penambahan mikroorganisme untuk pengawetan: fermentasi
Macam-macam fermentasi:
- Berdasarkan sumber mikroorganisme: fermentasi alami (mikroorganisme sudah terdapat pada bahan), backslopping (mikroorganisme dari produk fermentasi yang berhasil), dan fermentasi terkontrol (mikroorganisme dari kultur murni)
- Berdasarkan kondisi media: fermentasi steril/aseptis (misal: untuk pembuatan minuman alkohol dan yoghurt) dan fermentasi semiaseptis (tidak atau kurang steril) (misal: untuk pembuatan tempe, kecap, dan kopi)
- Berdasarkan kebutuhan oksigen: fermentasi aerob dan fermentasi anaerob
- Berdasarkan produk hasil akhirnya: fermentasi alkohol, fermentasi asam laktat, fermentasi asam asetat, dan fermentasi asam propionat
- Berdasarkan pola fermentasi gula: fermentasi homofermentatif dan fermentasi heterofermentatif
- Berdasarkan proses kerja: batch culture fermentation, fed culture fermentation, semi-batch culture fermentation, dan continuous culture fermentation
- Berdasarkan bentuk medium dan hasil yang dihasilkannya:
- Kultur permukaan, pada medium padat, semipadat, dan cair
- Fermentasi padat (solid substrate fermenstation): medium tidak larut, tetapi cukup lembap untuk mikroba
- Fermentasi semipadat (submerged substrate fermentation): medium terendam tidak larut, kelembapan cukup
- Fermentasi cair (liquid substrate fermenstation): substrat larut dan atau tidak larut
- Kultur terendam, biasanya dalam alat bioreaktor
- Penambahan zat kimiawi sebagai bahan pengawet ke dalam produk pangan
- Asam sorbat dan garamnya
- Asam benzoat dan garamnya
- Sulfit atau sulfur dioksida
- Nitrit dan nitrat serta propionat
Tentu bahan-bahan kimia untuk pengawet perlu digunakan sesuai dengan aturan batas penggunaannya. Aturan penggunaan bahan kimia pengawet terdapat pada Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet.
Identifikasi kerusakan produk penting untuk mempertahankan jaminan dan janji dari usaha produk pangan yang berdiri, yang disebut dengan branding—tanda penetapan usaha produk pangan. Brand di sini harusnya telah mencakup pemenuhan standar mutu produk pangan yang berlaku. Oleh karena itu, pengemasan dan pengawetan untuk memperpanjang umur simpan berpengaruh terhadap branding dan marketing, terlebih karena permintaan akan produk pangan cukup tinggi. Umur simpan yang diperpanjang memudahkan untuk memenuhi permintaan konsumen. Dari situ, dibutuhkan teknologi tepat guna bagi pengusaha produk pangan. Selain itu, branding pada produk akan diperlihatkan lewat kemasan produk pangan pula.
Produk pangan yang ditawarkan kepada konsumen harus memenuhi kebutuhan konsumen secara nutrisional, emosional, ataupun fungsional. Oleh karenanya, branding dan produk pangan yang ditawarkan harus sesuai dengan informasi yang ada. Jika ketidakpercayaan konsumen timbul, terutama karena terdapat kerusakan pada produk pangan, konsumen tidak akan membeli produknya lagi lalu penjualan (selling) produk pangan dan branding pun gagal. Permintaan (demand) konsumen tidak terpenuhi, konsumen pun tidak akan melakukan pembelian ulang.
Gambar 4. Komponen Brand Produk Pangan
Terakhir, yang tidak kalah penting, observasi perilaku pembeli terhadap produk pangan dan pengamatan ke perusahaan yang lebih besar (benchmarking) dalam berhubungan ke para pelanggan melalui produk pangan juga diperlukan.
***
Materi didapatkan dari webinar "Akselerasi dan Branding Produk Pangan" yang diadakan AGAVI dengan pemateri Afina Rahmani, S.T., M.Sc. (food RnD consultant @ AGAVI) dan Wusda Hesta Ribawa (professional business coach @ Umar Usman) pada 31 Maret 2023: 8.30—12.00.